BAB I
PENDAHULUAN[1]
A.
Latar
Belakang
Sebagaimana
ilmu pengetahuan lainnya, Sosiologi juga memiliki kaidah dalam mempelajari
objeknya yaitu masyarakat. Untuk kepentingan itu, sosiologi mempunyai cara
kerja atau metode (method). Pada dasarnya terdapat dua jenis kerja atau metode,
yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif mengutamakan bahan
yang sukar dapat diukur dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang
bersifa eksak, walau bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata dalam masyarakat.
Di dalam metode kualitatif, termasuk metode historis dan metode komparatif,
keduanya dijadikan menjadi metode historis-komparatif. Metode historis
menggunakan analisis atas peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan
prinsip-prinsip umum. Seorang sosiolog yang ingin menyelidiki akibat-akibat
revolusi (secara umum) akan menggunakan bahan-bahan sejarah untuk meneliti
revolusi-revolusi penting yang terjadi dalam masa silam.[2]
Metode
komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam-macam masyarakat beserta
bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan
serta sebab-sebabnya. Perbedaan-perbadaan dan persamaan-persamaan tersebut
bertujuan untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai perilaku masyarakat pada
masa silam dan masa sekarang, dan juga mengenai masyarakat yang memiliki
tingkat peradaban yang berbeda atau yang sama.
Metode
studi kasus (case study) bertujuan
untuk mendalami sedalam-dalamnya salah satu gejala nyata dalam kehidupan
masyarakat. Studi kasus dapat digunakan untuk menelaah suatu keadaan, kelompok,
masyarakat setempat (community),
lembaga-lembaga, maupun individu-individu. Dasarnya adalah penelaahan suatu
persoalan khusus yang merupakan gejala-gejala umum dari persoalan-persoalan
lainnya dapat menghasilkan dalil-dalil umum. Alat-alat yang dipergunakan oleh
metode studi kasus adalah misalnya wawancara (interview), pertanyaan-pertanyaan (questionnaires), dari daftar pertanyaan-pertanyaan (schedules), participant observer technique, dan lain-lain. [3]
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah yang dapat disusun dalam
makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana metode sosiologi dalam kajian agama?
2.
Bagaimana metode analisis sejarah dalam kajian
sosiologi agama?
3.
Bagaimana metode analisis lintas budaya dalam
kajian sosiologi agama?
4.
Bagaimana metode eksperimen dalam kajian
sosioogi agama?
5.
Bagaimana metode observasi partisipatif dalam
kajian sosiologi agama?
6.
Bagaimana metode riset survey dan analisis
statistic dalam kajian sosiologi agama?
7.
Bagaimana analisis isi dalam kajian sosiologi
agama?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut.
1.
Mengetahui metode sosiologi dalam kajian agama.
2.
Mengetahui metode analisis sejarah dalam kajian
sosiologi agama.
3.
Mengetahui metode analisis lintas budaya dalam
kajian sosiologi agama.
4.
Mengetahui metode eksperimen dalam kajian
sosioogi agama.
5.
Mengetahui metode observasi partisipatif dalam
kajian sosiologi agama.
6.
Mengetahui metode riset survey dan analisis statistik
dalam kajian sosiologi agama.
7.
Mengetahui analisis isi dalam kajian sosiologi
agama?
BAB II
METODE SOSIOLOGI DALAM KAJIAN AGAMA[4]
A.
Metode
Analisis Sejarah
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang
didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu,
obyek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.[5]
Menurut ilmu ini segala peristiwa dan dapat dilacak dengan melihat kapan
peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam
peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan analisis sejarah seseorang
diajak menukik dari alam idelis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia.
Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan
antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan
historis.[6]
Objek studi sosiologi
adalah menerangkan realitas masa kini, yang berhubungan erat dengan kehidupan
manusia dan yang mempengaruhi gagasan serta perilaku manusia. Untuk mengerti
persoalan yang dihadapi manusia saat ini, kita harus mngetahui sejarah masa
silam. Meskipun terkadang metode ini tidak selalu dapat menjawab persoalan yang
dihadapi karena agama tidak sama nilai maupun kepentingannya untuk setiap tempat
dan waktu[7]
Menurut
Abuddin Nata pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama,
karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkret bahkan berkaitan
dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah
melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut
pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al Quran, ia sampai pada suatu
kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al Quran itu terbagi menjadi dua
bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua berisi
kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.[8]
Pendekatan sejarah
bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan menelusuri sumber di masa
lampau sebelum tercampuri tradisi lain. Pendekatan tersebut didasarkan kepada
personal historis dan perkembangan kebudayaan umat manusia. Pendekatan yang
didasarkan atas sejarah personal, berusaha menelusuri awal perkembangan tokoh
keagamaan secara individual, untuk menemukan sumber-sumber dan jejak
perkembangan perilaku keagamaan sebagai hasil dialog dengan dunia sekitarnya.[9]
Beberapa sosiolog
menggunakan data historis untuk mencari pola-pola interaksi antara agama dan
masyarakat. Pendekatan ini telah membimbing ke arah pengembangan teori tentang
evolusi agama dan perkembangan tipologi kelompok-kelompok keagamaan. Analisis
historis telah digunakan oleh Talcott Parson dan Bellah dalam rangka
menjelaskan evolusi agama, Berger dalam uraian tentang memudarnya agama dalam
masyarakat modern, Max Webber ketika menerangkan tentang sumbangan teologi Protestan
dalam melahirkan kapitalisme dan sebagainya.[10]
Tujuan
penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara
sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi
serta mensistematisasi bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh
kesimpulan yang kuat.[11]
Penelitian
ini memiliki ciri-ciri antara lain: 1)Bergantung kepada daya yang diobservasi
orang lain daripada yang diobservasi oleh peneliti sendiri; 2)Harus tertib,
ketat, sistematik dan tuntas, bukan hanya sekedar mengkoleksi
informasi-informasi yang tak layak, tak reliable dan berat sebelah; 3)Bergantung
pada data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari sumber primer, yaitu
si peneliti secara langsung melakukan observasi atau penyaksian kejadian-kejadian
yang dituliskan. Data sekunder, diperoleh dari sumber sekunder, yaitu peneliti
melaporkan hasil observasi orang lain yang satu kali atau yang lebih telah
lepas dari kejadian aslinya; 4)Harus melakukan kritik eksternal dan kritik
internal. Kritik internal menanyakan apakah dokumen itu otentik atau tidak;
apakah data tersebut akurat atau relevan; sedangkan kritik internal harus
menguji motif, berat sebelah dan sebagainya.[12]
Sketsa
perkembangan sejarah terfokus pada dua persoalan: Pertama, Gagasan tentang
sejarah sendiri menjadi sepenuhnya mungkin hanya pada kadar dimana pengetahuan
objektif dari dunia aktual tersebut mungkin dan diharapkan. Kedua, lebih
penting lagi dalam konteks masa kini adalah fakta bahwa sejarah menjadikan
kemnculannya dan meluas pada berbagai wilayah kehidupan manusia.
Gagasan
sejarah muncul dalam dunia Yunani di bawah kondisi umum yang memuja pembuktian
rasional. Dan dalam cara yang sama, hal tersebut mengarah pada kemunduran
Romawi dimana retorika dan rasa patriotisme sangat dominan. Kemunduran paling
tajam berlangsung dalam rentang abad pertengahan sebagai jaman kegelapan. Pada
masa tersebut pemalsuan sejarah lebih dominan dalam praktik-praktik pendidikan
dan propaganda. Akibatnya objektivitas menjadi tersingkirkan.[13]
Penulisan
sejarah pada dasarnya tidak selalu bertumpu pada sebuah keobjektivitasan.
Penulisan mengenai fakta sejarah mungkin saja tidak ada upaya untuk
memanipulasi, tetapi dalam penafsirannya dalam tulisan dan ucapan memiliki
kemungkinan penggelapan makna kejadian yang sebenarnya. Pada dasarnya manusia
memiliki benyak kekurangan dalam memahami realita, mereka bisa saja lupa pada
suatu peristiwa penting maupun sengaja menyembunyikan kebenaran tersebut. Dalam
memahami bukti sejarahpun demikian, seorang peneliti bisa saja dapat salah
dalam menafsirkan suatu pertistiwa dan bukti kejadiannya tersebut. Atau bisa
saja sengaja dalam menyembunyikan kebenaran realita suatu fakta.
Yang
menjadi permasalahan, pada saat ini pemahaman terhadap sejarah banyak mengalami
ketimpangsiuran akibat banyaknya penafsiran. Seorang peneliti sejarah cenderung
melihat sejarah dalam perspektif mereka sendiri tanpa adanya verifikasi
terhadap para pelaku sejarah maupun hal yang bersangkutan. Hal ini terjadi dalam
kajian orientalisme, dimana kajian terhadap Islam yang merupakan agama wahyu
dipersamakan dengan cara penafsiran agama sejarah yang lainnya.
Pada
kasus Islam, para orientalis telah gagal menghancurkan sirah dan sunnah
Muhammad. Kajian Arthur Jeffery terhadap perjalanan hidup Muhammad yang
berjudul “The Quest of The Historical Muhammad” memiliki kesubjektifan yang
sangat tinggi. Jeffery berusaha mempersamakan antara Muhammad dan Yesus. Dalam
hal ini Jeffery menganggap bahwa Muhammad merupakan sebuah legenda. Roger
DuPasquier menyatakan bahwa pemahaman terhadap Muhammad oleh Arthur Jeffery
diselipi kesubjektifannya dalam memandang tokoh Islam tersebut.[14]
B.
Metode
Analisis Lintas Budaya
Kebudayaan
merupakan hasil daya cipta manusia dengan mempergunakan dan mengerahkan segenap
potensi batin yang didmilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat
pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Kesemuanya
itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya
. dengan demikian kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus
dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi
kebudayaan tersebut.[15]
Dengan membandingkan
pola-pola sosioreligius dibeberapa daerah kebudayaan, sosiolog dapat memperoleh
gambaran mengenai korelasi unsur budaya tertentu atau kondisi sosio kultural
secara umum. Talmon menggunakan data
lintas budaya untuk menelaah pola-pola di antara gerakan millenarian, yaitu
gerakan keagamaan yang menganggap akan adanya era baru di masa yang akan datang
setelah jatuhnya penguasa yang lama. Salah satu kesulitan pelaksanaan analisis
sosiologi agama melalui analisis lintas budaya yaitu sangat bervariasinya
konsep agama pada daerah kebudayaan yang berlainan, juga sulit dalam
mendapatkan ketepatan yang disyaratkan oleh para saintis.[16]
Kebudayaan
yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang
terdapat pada tataran empiriknya atau agama yang tampil pada bentuk formal yang
menggejala di masyarakat. Pengamalan agama yang terdapat di masyarakat tersebut
diproses oleh penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran. [17]
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap suatu peristiwa
yang sudah menggejala dalam masyarakat tidak mencerminkan fakta keadaan
masyarakat tersebut. Sebagai peneliti juga sulit untuk tidak menempatkan
kesubjektifan dalam menilai suatu kebudayaan terlebih agama.
C. Metode Eksperimen
Penelitian eksperimental sungguhan dilakukan
untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara
mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental dan memperbandingkan
hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenal kondisi
perlakuan
Penelitian
ini memiliki ciri-ciri antara lain: 1)Menuntut pengaturan variabel-variabel dan
kondisi-kondisi eksperimental secara tertib ketat, baik dengan kontrol atau
manipulasi langsung maupun dengan menggunakan pengaturan secara acak; 2)Secara
khas menggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk membandingkan
dengan kelompok-kelompok yang dikenai perlakuan eksperimental.[18]
D.
Metode
Observasi Partisipatif
Dengan partisipasi dalam
kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang dalam konteks
religius. Hal itu dapat dilakukan dengan terus terang,
artinya orang yang diobservasi itu
boleh mengetahui bahwa mereka sedang dipelajari. Keuntungan dari metode observasi partisipatif adalah :
Memungkinkan pengamatan
interaksi simbolik antara anggota kelompok secara mendalam. Interaksi simbolik
maksudnya adalah suatu perspektif teoritik sosiologi dan psikologi sosial.
Dengan perspektif ini, indivudu tidak dilihat reponnya yang lahir, namun
dipahami makna dari perilaku itu. Sering makna simbolik dan tata laku dipelajari
sejak dini secara menyeluruh dengan jalan individu berperan serta di dalam
kelompok. Pakaian, pandangan mata, jarak antara orang yang sedang bicara dan
gerak merupakan contoh fenomena yang sering secara simbolik sangat signifikan
dalam rangka memperoleh pengertian suatu kebudayaan. Tipe-tipe anggota
yang menjadi objek dalam interaksi simbolik itu digunakan sebagai dasar
analisis
Observasi peran serta
memberikan kesempatan untuk mendapatkan data secara otentik, terutama mengenai
perilaku atau karakteristik yag sifatnya pribadi. Dengan observasi peran serta
dapat terungkap kualitas perilaku yang lebih dalam, yang mungkin tidak tercakup
oleh kuesioner maupun interview singkat. Karena itu, observasi seperti ini
sering dihubungkan dengan metode riset kualitatif.[19]
Kelemahan dari metode ini
antara lain adalah :
1.
Mungkin data terbatas pada
kemampuan observer dan apa yang dianggap benar dalam suatu kasus, belum tentu
benar pada kasus lain.
2.
Studi kasus member peluang
bagi peneliti untuk mengumpulkan data secara mendalam, tetapi
sering kurang meluas, terikat oleh sesuau aspek tertentu yang menjadi perhatian
peneliti.
3.
Diperlukan sejumlah besar
kasus untuk menggenaralisasikan pola yang diidentifikasi.
4.
Data yang dilaporkan
sering terikat oleh sistem penyaringan peneliti sendiri. Tidak semua observer
tertarik pada pola yang sama. Apa yang dipilih dan dicatat oleh observer
mungkin tidak lengkap.[20]
E.
Metode
Riset Survei dan Analisis Statistik
Dalam
survai, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner.
Umumnya pengertian survai dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan
dari sampel atau populasi untuk mewakili seluruh populasi. Dengan demikian
penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi
dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.[21]
Peneliti menyusun
kuesioner, melakukan interview dengan sampel
dari sustu populasi. Sampel dan populasi
bias berupa oganisasi keagamaan atau penduduk suatu kota atau desa.Responden misalnya ditanya tentang :
1.
Afiliasi keagamaannya
2.
Pengetahuan tentang ajaran
agama atau doktrin yang dikembangkan oleh sesuatu organisasi keagamaan
3.
Kepercayaan kepada sesuatu
konsep keagamaan tertentu seperti tentang hidup setelah mati, eksistensi tuhan,
tentang akan kembalinya nabi Isa (yesus) dan indikator religiusitas lainnya[22]
Penelitian survai dapat digunakan paling kurang
untuk tujuh tujuan. Pertama, digunakan untuk maksud penjagaan (eksploratif);
kedua untuk menggambarkan (deskriptif); ketiga untuk penjelasan (explanatory)
atau penegasan (conformatory) yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan
pengujian hipotesa; keempat untuk keperluan penilaian (evaluasi); kelima untuk
prediksi atau meramalkan kejadian-kejadian yang mungkin akan timbul di masa
mendatang; keenam untuk digunakan sebagai bahan atau landasan bagi penelitian
yang bersifat operasional; dan ketujuh sebagai upaya untuk mengembangkan
indicator-indikator social.[23]
Teknik
wawancara sering kali dipakai apabila diperlukan data penting dari masyarakat
lain. Teknik wawancara dapat dilaksanakan secara tidak tersusun secara tidak
tersusun dan secara tersusun. Pada yang pertama, penyelidik menyerahkan
pembicaraan kepada orang yang diajak berwawancara, sedangkan pada yang
terakhir, penyelidik yang mamimpin pembicaraan. Dalam mempergunakan teknik
tersebut, penyelidik harus sadar bahwa apa yang dikemukakan oleh yang diajak
berwawancara, paling tidak terpengaruh oleh kehadirannya. Pada teknik questionnaires, telah dibuatkan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Teknik tersebut hampir sama dengan schedules, dimana dilakukan wawancara
melalui daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu.
Dalam participant observer technique,
penyelidik ikut serta dalam kehidupan sehari-hari dari kelompok sosial yang
sedang diselidikinya. Dalam hal ini penyelidik akan berusaha sedapat-dapatnya
untuk tidak mempengaruhi pola-pola kehidupan masyarakat yang sedang
diselidikinya. Metode kualitatif tersebut dalam bahasa Jerman dapat dinamakan
sebagai metode berdasarkan verstehen
(artinya pengertian).
Metode
kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka, sehingga
gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala
indeks, tabel, dan formula-formula yang semuanya mempergunakan ilmu pasti yaitu
metematika. Metode yang termasuk jenis metode kuantitatif adalah metode
statistik yang bertujuan menelaah gejala-gejala sosial secara metematis.
Akhir-akhir ini ditemukan sebuah teknik yang dinamakan Sociometry yang berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif. Sociometri menggunakan skala-skala dan
angka-angka untuk mempelajari hubungan-hubungan antar manusia dalam masyarakat
secara kuantitatif.
F.
Analisis
Isi
Disamping
metode-metode diatas, metode-metode sosiologi lainnya didasarkan pada
penjenisan antara metode induktif yang mempelajari suatu gejala yang khusus
untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam lapangan yang lebih luas,
dan metode deduktif yang mempergunakan proses sebaliknya, yaitu mulai dengan
kaidah-kaidah yang dianggap berlaku umum untuk kemudian dipelajari dalam
keadaan yang khusus.
Hampir
sama tetapi pada hakikatnya berbeda adalah penggolongan metode-metode sosiologi
ke dalam jenis metode empiris yang menyandarkan diri pada keadaan-keadaan yang
dengan nyata didapat dalam masyarakat, dan jenis metode rasionalistis yang
mengutamakan pemikiran dengan logika dan pikiran sehat untuk mencapai tentang
pemikiran-pemikiran tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Metode empiris
dalam ilmu sosiologi modern diwujudkan dengan research atau penelitian yaitu suatu cara mempelajari suatu masalah
secara sistematis dan intensif untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak mengenai
masalah tersebut. Research dapat
bersifat basic atau applied. Basic research adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak dari ilmu pengetahuan, sedangkan applied research ditujukan pada
penggunaan ilmu pengetahuan secara praktis. Metode rasionalistis banyak
dipergunakan dahulu-sekarang masih ada fungsionalisme oleh para sarjana
sosiologi di Eropa.
Akhirnya,
sosiologi juga sering menggunakan metode fungsionalisme. Secara singkat dapat
dijelaskan bahwa metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan
lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial dalam masyarakat. Metode
tersebut berpendirian pokok bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat
mempunyai hubungan timbal balik yang saling pengaruh mempengaruhi. Masing-masing
mempunyai fungsi tersendiri terhadap masyarakat. Dalam bidang antropologi,
metode tersebut dipopulerkan oleh Bronislaw Malinowski dan A.R Radcliffe Brown,
sedangkan sarjana-sarjana sosiologi yang melaksanakan pendekatan fungsional
terhadap masyarakat antara lain Talcot Parsons dan Robert K. Merton.
Metode-metode
sosiologi tersebut diatas bersifat saling melengkapi dan para ahli sosiologi
sering kali menggunakan lebih dari saatu metode untuk menyelidiki objeknya.
Kecuali metode-metode tersebut diatas, masing-masing ilmu pengetahuan dan juga
sosiologi mempunyai perlengkapan alat-alatnya sendiri, yaitu alat-alat yang
disebut konsep (concept) untuk
menganalisis masalah-masalah yang terdapat dalam lapangannya khususnya untuk
sosiologi, yaitu masyarakat.
Sementara
itu, langkah-langkah utama dalam penelitian sosiologi adalah sebagai berikut.
1.
Mengidentifikasi masalah.
2.
Merumuskan masalah dan menentukan ruang lingkup
penelitian.
3.
Merumuskan hipotesa yang relevan dengan masalah
ynag diajukan.
4.
Memilih metode pengumpulan data.
5.
Mengumpulkan data.
6.
Menafsirkan data.
7.
Menarik kesimpulan.[24]
Data-data
yang telah terkumpul melalui berbagai metode tersebut selanjutnya diolah.
Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Data
yang rendah reliabilitasnya dan validitasnya, data yang kurang lengkap
digugurkan atau dilengkapi dengan substitusi. Selanjutnya data yang telah lulus
dalam seleksi itu lalu diatur dalam table, matriks dan lain sebagainya agar
memudahkan pengolahan selanjutnya. Kalau mungkin pada penyusunan table itu
dibuat table induk (master table). Jika table induk itu dapat dibuat, maka
langkah-langkah selanjutnya akan lebih mudah dikerjakan, karena
perhitungan-peritungan dan analisi dapat dilakukan berdasarkan tabel induk itu.[25]
Menganalisa
data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Penelitian
harus memastikan kerangka dan pola analisis mana yang akan digunakan, apakah
analisis statistic ataukah analisis non statistic. Penelitian ini tergantung
pada jenis data yang dikumpulkan. Analistik statistic dengan data kuantitatif
atau data yang dikuantifikasikan, yaitu data dalam bentuk bilangan. Sedangkan
analisis nonstatistik sesuai dengan data deskriptif atau data tekstular. Data deskriptif sering hanya
dianalisis menurut isinya dan karenaitu juga disebut juga alalisis isi.
BAB III
KESIMPULAN
Sebagaimana penelaahan proses sosial lainnya, kajian
sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Pengumpulan data dan metode yang
digunakan antara lain dengan data sejarah, analisis komparatif lintas budaya,
observasi, survey, dan lain sebagainya. Analisis Sejarah adalah Untuk mengerti
persoalan yang dihadapi manusia saat ini, kita harus mngetahui sejarah masa
silam. Meskipun terkadang metode ini tidak selalu dapat menjawab persoalan yang
dihadapi karena agama tidak sama nilai maupun kepentingannya untuk setiap
tempat dan waktu
Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti
karakter agama dengan menelusuri sumber di masa lampau sebelim tercampuri
tradisi lain. Pendekatan tersebut didasarkan kepada personal historis dan
perkembangan kebudayaan umat manusia. Pendekatan yang didasarkan atas s[i]ejarah
personal, berusaha menelusuri awal perkemabangan tokoh keagamaan secara
individual, untuk menemukan sumber-sumber dan jejak perkembangan perilaku
keagamaan sebagai hasil dialog dengan dunia sekitarnya.
Analisis Lintas Budaya. Dengan membandingkan pola-pola
sosioreligius dibeberapa daerah kebudayaan, sosiolog dapat memperoleh gambaran
mengenai korelasi unsur budaya tertentu atau kondisi sosio kultural secara umum. Observasi Partisipatif. Dengan partisipasi dalam
kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang dalam konteks
religious. Hal itu
dapat dilakukan dengan terus terang, artinya orang yang dobservasi itu boleh mengetahui bahwa mereka sedang
dipelajari.:
Riset Survey. Peneliti menyusun kuesioner, melakukan interview dengan sampel dari sustu populasi. Sampel dan populasi
bias berupa oganisasi keagamaan atau penduduk suatu kota atau desa
DAFTAR PUSTAKA
Arif
Syamsuddin. 2007. Orientalis dan
Diabolisme Pemikiran. Jakarta: Gema Insani Pers.
Hendropuspito.
1983. Sosiologi Agama. Jakarta:
Kanisius.
Maryati,
Kun dan Juju Suryawati. 2006. Sosiologi
untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
Nata
Abuddin. 2003. Metodologi Studi Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
Soekanto,
Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://hzeinentangilmupengetahuan.blogspot.com/2010/10/sosiologi-agama.html. Artikel
ini diakses pada tanggal 1 April 2012.
[1] Kelompok 4, Mata kuliah Sosiologi Agama dengan judul makalah “Metode Sosiologi dalam Kajian Agama”.
Makalah ini dipresentasikan pada tanggal 2 April 2012 oleh,
Anita (1110015000015)
Reni
Febriani (1110015000025)
Misbahudin (1110015000125)
[2] Lihatlah Roucek dan Waren, Sociology. An Introduction. Dikutip dari
buku Sosiologi Suatu Pengantar oleh Soerjono Soekanto.
[3] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), Hlm., 43.
[4] Makalah Sosiologi Agama Kelompok 4 dengan beranggotakan Anita
(1110015000015), Reni Febriani (1110015000025), dan Misbahudin (1110015000).
Makalah ini disusun sebagai prasyarat ketuntasan Mata Kuliah Sosiologi Agama
dan dipresentasikan pada hari Senin tanggal 2 April 2012.
[5] Lihat taufik Abdullah, Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1987), Hlm.105.
[6] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,
2003), Hlm. 46, 47.
[7] http://hzeinentangilmupengetahuan.blogspot.com/2010/10/sosiologi-agama.html. Artikel ini diakses pada tanggal 1 April
2012.
[8] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,
2003), Hlm. 47.
[9] http://hzeinentangilmupengetahuan.blogspot.com/2010/10/sosiologi-agama.html. Artikel ini diakses pada tanggal 1 April
2012.
[10] http://hzeinentangilmupengetahuan.blogspot.com/2010/10/sosiologi-agama.html. Artikel ini diakses pada tanggal 1 April
2012.
[11] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,
2003), Hlm. 125.
[12] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,
2003), Hlm. 125.
[13] Wardi Bachtiar. Sosiologi Klasik dari Comte hingga Parsons
(Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2006), Hlm. 41
[14] Syamsuddin Arif, Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2007), Hlm. 8.
[15] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,
2003), Hlm. 125.
[16] http://hzeinentangilmupengetahuan.blogspot.com/2010/10/sosiologi-agama.html. Artikel ini diakses pada tanggal 1 April
2012.
[17] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,
2003), Hlm. 49.
[18] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,
2003), Hlm. 128, 129.
[19] http://hzeinentangilmupengetahuan.blogspot.com/2010/10/sosiologi-agama.html.
Artikel ini diakses pada tanggal 1 April 2012.
[20] http://hzeinentangilmupengetahuan.blogspot.com/2010/10/sosiologi-agama.html.
Artikel ini diakses pada tanggal 1 April 2012.
[21] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,
2003), Hlm. 125.
[22] [22]
http://hzeinentangilmupengetahuan.blogspot.com/2010/10/sosiologi-agama.html.
Artikel ini diakses pada tanggal 1 April 2012.
[23] Lihat Mari Singarimbun
[24] Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X,
(Jakarta:Gelora Aksara Pratama: 2006), Hlm., 12.
[25] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers,
2003), Hlm. 141.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar