Sabtu, 05 Mei 2012

Sosiologi Agama (April 2012)


BAB I
PENDAHULUAN[1]

A.          Latar Belakang
Sebagaimana ilmu pengetahuan lainnya, Sosiologi juga memiliki kaidah dalam mempelajari objeknya yaitu masyarakat. Untuk kepentingan itu, sosiologi mempunyai cara kerja atau metode (method). Pada dasarnya terdapat dua jenis kerja atau metode, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifa eksak, walau bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata dalam masyarakat. Di dalam metode kualitatif, termasuk metode historis dan metode komparatif, keduanya dijadikan menjadi metode historis-komparatif. Metode historis menggunakan analisis atas peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Seorang sosiolog yang ingin menyelidiki akibat-akibat revolusi (secara umum) akan menggunakan bahan-bahan sejarah untuk meneliti revolusi-revolusi penting yang terjadi dalam masa silam.[2]
Metode komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam-macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan serta sebab-sebabnya. Perbedaan-perbadaan dan persamaan-persamaan tersebut bertujuan untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai perilaku masyarakat pada masa silam dan masa sekarang, dan juga mengenai masyarakat yang memiliki tingkat peradaban yang berbeda atau yang sama.
Metode studi kasus (case study) bertujuan untuk mendalami sedalam-dalamnya salah satu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat. Studi kasus dapat digunakan untuk menelaah suatu keadaan, kelompok, masyarakat setempat (community), lembaga-lembaga, maupun individu-individu. Dasarnya adalah penelaahan suatu persoalan khusus yang merupakan gejala-gejala umum dari persoalan-persoalan lainnya dapat menghasilkan dalil-dalil umum. Alat-alat yang dipergunakan oleh metode studi kasus adalah misalnya wawancara (interview), pertanyaan-pertanyaan (questionnaires), dari daftar pertanyaan-pertanyaan (schedules), participant observer technique, dan lain-lain. [3]

B.           Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah yang dapat disusun dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.    Bagaimana metode sosiologi dalam kajian agama?
2.    Bagaimana metode analisis sejarah dalam kajian sosiologi agama?
3.    Bagaimana metode analisis lintas budaya dalam kajian sosiologi agama?
4.    Bagaimana metode eksperimen dalam kajian sosioogi agama?
5.    Bagaimana metode observasi partisipatif dalam kajian sosiologi agama?
6.    Bagaimana metode riset survey dan analisis statistic dalam kajian sosiologi agama?
7.    Bagaimana analisis isi dalam kajian sosiologi agama?

C.          Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.            Mengetahui metode sosiologi dalam kajian agama.
2.            Mengetahui metode analisis sejarah dalam kajian sosiologi agama.
3.            Mengetahui metode analisis lintas budaya dalam kajian sosiologi agama.
4.            Mengetahui metode eksperimen dalam kajian sosioogi agama.
5.            Mengetahui metode observasi partisipatif dalam kajian sosiologi agama.
6.            Mengetahui metode riset survey dan analisis statistik dalam kajian sosiologi agama.
7.            Mengetahui analisis isi dalam kajian sosiologi agama?


BAB II
METODE SOSIOLOGI DALAM KAJIAN AGAMA[4]

A.          Metode Analisis Sejarah
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.[5] Menurut ilmu ini segala peristiwa dan dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan analisis sejarah seseorang diajak menukik dari alam idelis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.[6]
Objek studi sosiologi adalah menerangkan realitas masa kini, yang berhubungan erat dengan kehidupan manusia dan yang mempengaruhi gagasan serta perilaku manusia. Untuk mengerti persoalan yang dihadapi manusia saat ini, kita harus mngetahui sejarah masa silam. Meskipun terkadang metode ini tidak selalu dapat menjawab persoalan yang dihadapi karena agama tidak sama nilai maupun kepentingannya untuk setiap tempat dan waktu[7]
Menurut Abuddin Nata pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al Quran, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al Quran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.[8]
Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan menelusuri sumber di masa lampau sebelum tercampuri tradisi lain. Pendekatan tersebut didasarkan kepada personal historis dan perkembangan kebudayaan umat manusia. Pendekatan yang didasarkan atas sejarah personal, berusaha menelusuri awal perkembangan tokoh keagamaan secara individual, untuk menemukan sumber-sumber dan jejak perkembangan perilaku keagamaan sebagai hasil dialog dengan dunia sekitarnya.[9]
Beberapa sosiolog menggunakan data historis untuk mencari pola-pola interaksi antara agama dan masyarakat. Pendekatan ini telah membimbing ke arah pengembangan teori tentang evolusi agama dan perkembangan tipologi kelompok-kelompok keagamaan. Analisis historis telah digunakan oleh Talcott Parson dan Bellah dalam rangka menjelaskan evolusi agama, Berger dalam uraian tentang memudarnya agama dalam masyarakat modern, Max Webber ketika menerangkan tentang sumbangan teologi Protestan dalam melahirkan kapitalisme dan sebagainya.[10]
Tujuan penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi serta mensistematisasi bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.[11]
Penelitian ini memiliki ciri-ciri antara lain: 1)Bergantung kepada daya yang diobservasi orang lain daripada yang diobservasi oleh peneliti sendiri; 2)Harus tertib, ketat, sistematik dan tuntas, bukan hanya sekedar mengkoleksi informasi-informasi yang tak layak, tak reliable dan berat sebelah; 3)Bergantung pada data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari sumber primer, yaitu si peneliti secara langsung melakukan observasi atau penyaksian kejadian-kejadian yang dituliskan. Data sekunder, diperoleh dari sumber sekunder, yaitu peneliti melaporkan hasil observasi orang lain yang satu kali atau yang lebih telah lepas dari kejadian aslinya; 4)Harus melakukan kritik eksternal dan kritik internal. Kritik internal menanyakan apakah dokumen itu otentik atau tidak; apakah data tersebut akurat atau relevan; sedangkan kritik internal harus menguji motif, berat sebelah dan sebagainya.[12]
Sketsa perkembangan sejarah terfokus pada dua persoalan: Pertama, Gagasan tentang sejarah sendiri menjadi sepenuhnya mungkin hanya pada kadar dimana pengetahuan objektif dari dunia aktual tersebut mungkin dan diharapkan. Kedua, lebih penting lagi dalam konteks masa kini adalah fakta bahwa sejarah menjadikan kemnculannya dan meluas pada berbagai wilayah kehidupan manusia.
Gagasan sejarah muncul dalam dunia Yunani di bawah kondisi umum yang memuja pembuktian rasional. Dan dalam cara yang sama, hal tersebut mengarah pada kemunduran Romawi dimana retorika dan rasa patriotisme sangat dominan. Kemunduran paling tajam berlangsung dalam rentang abad pertengahan sebagai jaman kegelapan. Pada masa tersebut pemalsuan sejarah lebih dominan dalam praktik-praktik pendidikan dan propaganda. Akibatnya objektivitas menjadi tersingkirkan.[13]
Penulisan sejarah pada dasarnya tidak selalu bertumpu pada sebuah keobjektivitasan. Penulisan mengenai fakta sejarah mungkin saja tidak ada upaya untuk memanipulasi, tetapi dalam penafsirannya dalam tulisan dan ucapan memiliki kemungkinan penggelapan makna kejadian yang sebenarnya. Pada dasarnya manusia memiliki benyak kekurangan dalam memahami realita, mereka bisa saja lupa pada suatu peristiwa penting maupun sengaja menyembunyikan kebenaran tersebut. Dalam memahami bukti sejarahpun demikian, seorang peneliti bisa saja dapat salah dalam menafsirkan suatu pertistiwa dan bukti kejadiannya tersebut. Atau bisa saja sengaja dalam menyembunyikan kebenaran realita suatu fakta.
Yang menjadi permasalahan, pada saat ini pemahaman terhadap sejarah banyak mengalami ketimpangsiuran akibat banyaknya penafsiran. Seorang peneliti sejarah cenderung melihat sejarah dalam perspektif mereka sendiri tanpa adanya verifikasi terhadap para pelaku sejarah maupun hal yang bersangkutan. Hal ini terjadi dalam kajian orientalisme, dimana kajian terhadap Islam yang merupakan agama wahyu dipersamakan dengan cara penafsiran agama sejarah yang lainnya.
Pada kasus Islam, para orientalis telah gagal menghancurkan sirah dan sunnah Muhammad. Kajian Arthur Jeffery terhadap perjalanan hidup Muhammad yang berjudul “The Quest of The Historical Muhammad” memiliki kesubjektifan yang sangat tinggi. Jeffery berusaha mempersamakan antara Muhammad dan Yesus. Dalam hal ini Jeffery menganggap bahwa Muhammad merupakan sebuah legenda. Roger DuPasquier menyatakan bahwa pemahaman terhadap Muhammad oleh Arthur Jeffery diselipi kesubjektifannya dalam memandang tokoh Islam tersebut.[14]

B.           Metode Analisis Lintas Budaya
Kebudayaan merupakan hasil daya cipta manusia dengan mempergunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang didmilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya . dengan demikian kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.[15]
Dengan membandingkan pola-pola sosioreligius dibeberapa daerah kebudayaan, sosiolog dapat memperoleh gambaran mengenai korelasi unsur budaya tertentu atau kondisi sosio kultural secara umum. Talmon menggunakan data lintas budaya untuk menelaah pola-pola di antara gerakan millenarian, yaitu gerakan keagamaan yang menganggap akan adanya era baru di masa yang akan datang setelah jatuhnya penguasa yang lama. Salah satu kesulitan pelaksanaan analisis sosiologi agama melalui analisis lintas budaya yaitu sangat bervariasinya konsep agama pada daerah kebudayaan yang berlainan, juga sulit dalam mendapatkan ketepatan yang disyaratkan oleh para saintis.[16]
Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiriknya atau agama yang tampil pada bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Pengamalan agama yang terdapat di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama yaitu wahyu melalui penalaran. [17] Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap suatu peristiwa yang sudah menggejala dalam masyarakat tidak mencerminkan fakta keadaan masyarakat tersebut. Sebagai peneliti juga sulit untuk tidak menempatkan kesubjektifan dalam menilai suatu kebudayaan terlebih agama.

C.       Metode Eksperimen
Penelitian eksperimental sungguhan dilakukan untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenal kondisi perlakuan
Penelitian ini memiliki ciri-ciri antara lain: 1)Menuntut pengaturan variabel-variabel dan kondisi-kondisi eksperimental secara tertib ketat, baik dengan kontrol atau manipulasi langsung maupun dengan menggunakan pengaturan secara acak; 2)Secara khas menggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk membandingkan dengan kelompok-kelompok yang dikenai perlakuan eksperimental.[18]

D.          Metode Observasi Partisipatif
Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang dalam konteks religius. Hal itu dapat dilakukan dengan terus terang, artinya orang yang diobservasi itu boleh mengetahui bahwa mereka sedang dipelajari. Keuntungan dari metode observasi partisipatif adalah :
Memungkinkan pengamatan interaksi simbolik antara anggota kelompok secara mendalam. Interaksi simbolik maksudnya adalah suatu perspektif teoritik sosiologi dan psikologi sosial. Dengan perspektif ini, indivudu tidak dilihat reponnya yang lahir, namun dipahami makna dari perilaku itu. Sering makna simbolik dan tata laku dipelajari sejak dini secara menyeluruh dengan jalan individu berperan serta di dalam kelompok. Pakaian, pandangan mata, jarak antara orang yang sedang bicara dan gerak merupakan contoh fenomena yang sering secara simbolik sangat signifikan dalam rangka memperoleh pengertian  suatu kebudayaan. Tipe-tipe anggota yang menjadi objek dalam interaksi simbolik itu digunakan sebagai dasar analisis
Observasi peran serta memberikan kesempatan untuk mendapatkan data secara otentik, terutama mengenai perilaku atau karakteristik yag sifatnya pribadi. Dengan observasi peran serta dapat terungkap kualitas perilaku yang lebih dalam, yang mungkin tidak tercakup oleh kuesioner maupun interview singkat. Karena itu, observasi seperti ini sering dihubungkan dengan metode riset kualitatif.[19]
Kelemahan dari metode ini antara lain adalah :
1.    Mungkin data terbatas pada kemampuan observer dan apa yang dianggap benar dalam suatu kasus, belum tentu benar pada kasus lain.
2.    Studi kasus member peluang bagi peneliti untuk mengumpulkan data secara   mendalam, tetapi sering kurang meluas, terikat oleh sesuau aspek tertentu yang menjadi perhatian peneliti.
3.    Diperlukan sejumlah besar kasus untuk menggenaralisasikan pola yang diidentifikasi.
4.    Data yang dilaporkan sering terikat oleh sistem penyaringan peneliti sendiri. Tidak semua observer tertarik pada pola yang sama. Apa yang dipilih dan dicatat oleh observer mungkin tidak lengkap.[20]

E.           Metode Riset Survei dan Analisis Statistik
Dalam survai, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Umumnya pengertian survai dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atau populasi untuk mewakili seluruh populasi. Dengan demikian penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.[21]
Peneliti menyusun kuesioner, melakukan interview dengan sampel dari sustu populasi. Sampel dan populasi bias berupa oganisasi keagamaan atau penduduk suatu kota atau desa.Responden misalnya ditanya tentang :
1.         Afiliasi keagamaannya
2.         Pengetahuan tentang ajaran agama atau doktrin yang dikembangkan oleh sesuatu organisasi keagamaan
3.         Kepercayaan kepada sesuatu konsep keagamaan tertentu seperti tentang hidup setelah mati, eksistensi tuhan, tentang akan kembalinya nabi Isa (yesus) dan indikator religiusitas lainnya[22]
Penelitian survai dapat digunakan paling kurang untuk tujuh tujuan. Pertama, digunakan untuk maksud penjagaan (eksploratif); kedua untuk menggambarkan (deskriptif); ketiga untuk penjelasan (explanatory) atau penegasan (conformatory) yakni untuk menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesa; keempat untuk keperluan penilaian (evaluasi); kelima untuk prediksi atau meramalkan kejadian-kejadian yang mungkin akan timbul di masa mendatang; keenam untuk digunakan sebagai bahan atau landasan bagi penelitian yang bersifat operasional; dan ketujuh sebagai upaya untuk mengembangkan indicator-indikator social.[23]
Teknik wawancara sering kali dipakai apabila diperlukan data penting dari masyarakat lain. Teknik wawancara dapat dilaksanakan secara tidak tersusun secara tidak tersusun dan secara tersusun. Pada yang pertama, penyelidik menyerahkan pembicaraan kepada orang yang diajak berwawancara, sedangkan pada yang terakhir, penyelidik yang mamimpin pembicaraan. Dalam mempergunakan teknik tersebut, penyelidik harus sadar bahwa apa yang dikemukakan oleh yang diajak berwawancara, paling tidak terpengaruh oleh kehadirannya. Pada teknik questionnaires, telah dibuatkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Teknik tersebut hampir sama dengan schedules, dimana dilakukan wawancara melalui daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu.
Dalam participant observer technique, penyelidik ikut serta dalam kehidupan sehari-hari dari kelompok sosial yang sedang diselidikinya. Dalam hal ini penyelidik akan berusaha sedapat-dapatnya untuk tidak mempengaruhi pola-pola kehidupan masyarakat yang sedang diselidikinya. Metode kualitatif tersebut dalam bahasa Jerman dapat dinamakan sebagai metode berdasarkan verstehen (artinya pengertian).
Metode kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala indeks, tabel, dan formula-formula yang semuanya mempergunakan ilmu pasti yaitu metematika. Metode yang termasuk jenis metode kuantitatif adalah metode statistik yang bertujuan menelaah gejala-gejala sosial secara metematis. Akhir-akhir ini ditemukan sebuah teknik yang dinamakan Sociometry yang berusaha meneliti masyarakat secara kuantitatif. Sociometri menggunakan skala-skala dan angka-angka untuk mempelajari hubungan-hubungan antar manusia dalam masyarakat secara kuantitatif.

F.           Analisis Isi
Disamping metode-metode diatas, metode-metode sosiologi lainnya didasarkan pada penjenisan antara metode induktif yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam lapangan yang lebih luas, dan metode deduktif yang mempergunakan proses sebaliknya, yaitu mulai dengan kaidah-kaidah yang dianggap berlaku umum untuk kemudian dipelajari dalam keadaan yang khusus.
Hampir sama tetapi pada hakikatnya berbeda adalah penggolongan metode-metode sosiologi ke dalam jenis metode empiris yang menyandarkan diri pada keadaan-keadaan yang dengan nyata didapat dalam masyarakat, dan jenis metode rasionalistis yang mengutamakan pemikiran dengan logika dan pikiran sehat untuk mencapai tentang pemikiran-pemikiran tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Metode empiris dalam ilmu sosiologi modern diwujudkan dengan research atau penelitian yaitu suatu cara mempelajari suatu masalah secara sistematis dan intensif untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak mengenai masalah tersebut. Research dapat bersifat basic atau applied. Basic research adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak dari ilmu pengetahuan, sedangkan applied research ditujukan pada penggunaan ilmu pengetahuan secara praktis. Metode rasionalistis banyak dipergunakan dahulu-sekarang masih ada fungsionalisme oleh para sarjana sosiologi di Eropa.
Akhirnya, sosiologi juga sering menggunakan metode fungsionalisme. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial dalam masyarakat. Metode tersebut berpendirian pokok bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat mempunyai hubungan timbal balik yang saling pengaruh mempengaruhi. Masing-masing mempunyai fungsi tersendiri terhadap masyarakat. Dalam bidang antropologi, metode tersebut dipopulerkan oleh Bronislaw Malinowski dan A.R Radcliffe Brown, sedangkan sarjana-sarjana sosiologi yang melaksanakan pendekatan fungsional terhadap masyarakat antara lain Talcot Parsons dan Robert K. Merton.
Metode-metode sosiologi tersebut diatas bersifat saling melengkapi dan para ahli sosiologi sering kali menggunakan lebih dari saatu metode untuk menyelidiki objeknya. Kecuali metode-metode tersebut diatas, masing-masing ilmu pengetahuan dan juga sosiologi mempunyai perlengkapan alat-alatnya sendiri, yaitu alat-alat yang disebut konsep (concept) untuk menganalisis masalah-masalah yang terdapat dalam lapangannya khususnya untuk sosiologi, yaitu masyarakat.
Sementara itu, langkah-langkah utama dalam penelitian sosiologi adalah sebagai berikut.
1.    Mengidentifikasi masalah.
2.    Merumuskan masalah dan menentukan ruang lingkup penelitian.
3.    Merumuskan hipotesa yang relevan dengan masalah ynag diajukan.
4.    Memilih metode pengumpulan data.
5.    Mengumpulkan data.
6.    Menafsirkan data.
7.    Menarik kesimpulan.[24]
Data-data yang telah terkumpul melalui berbagai metode tersebut selanjutnya diolah. Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Data yang rendah reliabilitasnya dan validitasnya, data yang kurang lengkap digugurkan atau dilengkapi dengan substitusi. Selanjutnya data yang telah lulus dalam seleksi itu lalu diatur dalam table, matriks dan lain sebagainya agar memudahkan pengolahan selanjutnya. Kalau mungkin pada penyusunan table itu dibuat table induk (master table). Jika table induk itu dapat dibuat, maka langkah-langkah selanjutnya akan lebih mudah dikerjakan, karena perhitungan-peritungan dan analisi dapat dilakukan berdasarkan tabel induk itu.[25]
Menganalisa data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Penelitian harus memastikan kerangka dan pola analisis mana yang akan digunakan, apakah analisis statistic ataukah analisis non statistic. Penelitian ini tergantung pada jenis data yang dikumpulkan. Analistik statistic dengan data kuantitatif atau data yang dikuantifikasikan, yaitu data dalam bentuk bilangan. Sedangkan analisis nonstatistik sesuai dengan data deskriptif atau data tekstular. Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya dan karenaitu juga disebut juga alalisis isi.

BAB III
KESIMPULAN

Sebagaimana penelaahan proses sosial lainnya, kajian sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Pengumpulan data dan metode yang digunakan antara lain dengan data sejarah, analisis komparatif lintas budaya, observasi, survey, dan lain sebagainya. Analisis Sejarah adalah Untuk mengerti persoalan yang dihadapi manusia saat ini, kita harus mngetahui sejarah masa silam. Meskipun terkadang metode ini tidak selalu dapat menjawab persoalan yang dihadapi karena agama tidak sama nilai maupun kepentingannya untuk setiap tempat dan waktu
Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan menelusuri sumber di masa lampau sebelim tercampuri tradisi lain. Pendekatan tersebut didasarkan kepada personal historis dan perkembangan kebudayaan umat manusia. Pendekatan yang didasarkan atas s[i]ejarah personal, berusaha menelusuri awal perkemabangan tokoh keagamaan secara individual, untuk menemukan sumber-sumber dan jejak perkembangan perilaku keagamaan sebagai hasil dialog dengan dunia sekitarnya.
Analisis Lintas Budaya. Dengan membandingkan pola-pola sosioreligius dibeberapa daerah kebudayaan, sosiolog dapat memperoleh gambaran mengenai korelasi unsur budaya tertentu atau kondisi sosio kultural secara umum. Observasi Partisipatif. Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang dalam konteks religious. Hal itu dapat dilakukan dengan terus terang, artinya orang yang dobservasi itu boleh mengetahui bahwa mereka sedang dipelajari.:
Riset Survey. Peneliti menyusun kuesioner, melakukan interview dengan sampel dari sustu populasi. Sampel dan populasi bias berupa oganisasi keagamaan atau penduduk suatu kota atau desa

DAFTAR PUSTAKA

Arif Syamsuddin. 2007. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Jakarta: Gema Insani Pers.
Hendropuspito. 1983. Sosiologi Agama. Jakarta: Kanisius.
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2006. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
Nata Abuddin. 2003. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


[1] Kelompok 4, Mata kuliah Sosiologi Agama dengan judul makalah “Metode Sosiologi dalam Kajian Agama”. Makalah ini dipresentasikan pada tanggal 2 April 2012 oleh,
Anita                          (1110015000015)
Reni Febriani            (1110015000025)
Misbahudin              (1110015000125)
[2] Lihatlah Roucek dan Waren, Sociology. An Introduction. Dikutip dari buku Sosiologi Suatu Pengantar oleh Soerjono Soekanto.
[3] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Raja  Grafindo Persada, 2006), Hlm., 43.
[4] Makalah Sosiologi Agama Kelompok 4 dengan beranggotakan Anita (1110015000015), Reni Febriani (1110015000025), dan Misbahudin (1110015000). Makalah ini disusun sebagai prasyarat ketuntasan Mata Kuliah Sosiologi Agama dan dipresentasikan pada hari Senin tanggal 2 April 2012.
[5] Lihat taufik Abdullah, Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), Hlm.105.
[6] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2003), Hlm. 46, 47.
[8] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2003), Hlm. 47.
[11] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2003), Hlm. 125.
[12] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2003), Hlm. 125.
[13] Wardi Bachtiar. Sosiologi Klasik dari Comte hingga Parsons (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2006), Hlm. 41
[14] Syamsuddin Arif, Orientalisme dan Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), Hlm. 8.
[15] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2003), Hlm. 125.
[17] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2003), Hlm. 49.
[18] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2003), Hlm. 128, 129.
[21] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2003), Hlm. 125.
[22] [22] http://hzeinentangilmupengetahuan.blogspot.com/2010/10/sosiologi-agama.html. Artikel ini diakses pada tanggal 1 April 2012.
[23] Lihat Mari Singarimbun
[24] Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X, (Jakarta:Gelora Aksara Pratama: 2006), Hlm., 12.
[25] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2003), Hlm. 141.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar