"Jika kau tidak
mencintai Indonesia, pergi saja dari negara ini, dan buatlah negara
sendiri niscaya kau tak mendapatkan tempat di bumi ini!"
Saya hanya tersenyum simpul mendengar ungkapan ini dari seorang teman.
Baiklah, sedikit saya klarifikasi. Hmm, sebenarnya pendapat ini diucapkan karna saya menolak kebudayaan Indonesia yg bertentangan dg syariat. Saya juga tidak habis fikir mengapa bisa dihubung-hubungkan saya meninggalkan negara dan bumi ini.
^.^ Saya berkesimpulan pasti karna dia tahu latar belakang saya yg memang berusaha mewujudkan kembali Daulah Khilafah yg merupakan suatu hal yg dianggap utopis, khayalan, ngawur, dll.
Dalam konteks kebudayaan, saya tidak pernah menolak tentang gagasan keIndonesiaan dg upaya pelestarian adat istiadat yg terkandung d dalamnya. Lagi-lagi saya menekankan bahwa tidak ada yang salah dg adat istiadat dan bahkan perlu dipertahankan jika memang tidak bertentangan dg syariat.
Yang pasti adat istiadat harus bersandar pada Syara, dan Syara bersandar pada Al-Quran.
Sebagai seorang muslim yang telah mengikrarkan diri dg kalimat Laa Ilaha Illallah, haruslah menjadikan Syara sbg tolak ukur perbuatannya. Bukan disandarkan pada adat istiadat yang ada di daerahnya. Contoh, seorang perempuan Pamali malam-malam meninggalkan rumah. Lho, dalam hal ini memang benar hal ini akan mendatangkan Mudharat, dalam Islam seorang perempuan memang diharamkan berpergian sehari semalam tanpa ditemani mahrom.
Yang lucunya, kenapa harus bersandarkan pada kata Pamali, bukan pada kaidah halal haram?
Atau, contoh lain ada berbagai adat istiadat lain yg bertentangan dg Syara tetapi diperbolehkan o adat istiadat tidak membuat kita mengesampingkan hukum syara dan mengedepankan adat istiadat,. Contoh, dalam hal berpakaian,.
Jika kita memahami penyebaran Syariat Islam di Nusantara pasti kita mendapati para pendakwah Islam yang Insya Allah selalu dirahmati Allah menyebarkan Islam dg sangat brilliant. Berawal dari penyebaran pada daerah-daerah pesisir dan pada akhirnya berkembang ke seluruh Nusantara. Subhanallah, dalam penyebaran dg jalan damai tersebut tidak menjadikan sinkritisme sbg landasannya. Dalam penyebarannya tetap hanya mengalkulturasikan kebudayaan itu, secara perlahan-lahan.
Contohnya penyebaran yg dilakukan Walisanga (saya sngaja memberikan contoh ini karna ke-sembilan wali ini sgt berpengaruh besar dan familiar) tidak mencampurkan ajaran Islam dg kebudayaan Hindu, Budha, animisme dan dinamisme di Pulau Jawa dengan ajaran sentral dalam Islam. Yang dilakukan justru secara kreatif menjadikan kebudayaan itu sebagai uslub dalam berdakwah. Kita dapat menjadikan wayang kulit sbg contoh..
Jika kita mengamati penyebaran Islam di suku baduy, Banten akan kita dapati suatu kondisi dimana Islam dijadikan landasan akidah namun mereka masih percaya kepada hal-hal yang menjurus ke arah syirik. :)) Nah, dalam kasus suku Baduy kita harus mengetahui bahwa memang ada dakwah Islam yang belum selesai disana.
Sedangkan saat ini, dimana dengan mudah kita dapat mempelajari ilmu agama secara mudahnya, Apakah kita masih menganggap bahwa dakwah kepada kita belum selesai? sehingga dengan mudahnya kita menganggap ada salah satu hukum syara yang kita kelak dalam penerapannya karena kita belum tahu apa hukumnya..
:)) hehe, kita kemana saja sejak lahir? mengapa tidak mempelajarinya? padahal menuntut ilmu fardhu ain merupakan suatu kewajiban.
Jika ditanya apakah saya tidak mencintai Indonesia, dg lugas saya akan menjawab bahwa saya sangat mencintai Nusantara. Sebuah penyatuan dari berbagai kebudayaan yang bersatu bukan dalam satu bendera, namun dalam kesatuan kebudayaan Melayu.
Menyatu dalam ikatan akidah Islam,. Berbagai adat istiadat didalamnya, perbedaan didalamnya, dari ke-7 unsur kebudayaan itu.
Misalnya, saya sebagai orang Betawi dan Melayu Jambi dengan berbagai adat istiadat didalamnya. Jika kita memaknai adat istiadat hanya sekedar kesenian, hal itu merupakan sesuatu yg sangat naif. Pada akhirnya kita hanya melestarikan unsur itu. Ada tradisi yang lain, yang berupa tradisi lisan yang tidak bertentangan dg Syara kita tinggalkan. Contoh, ada dalam budaya Betawi (meski bukan hanya ada dalam betawi saja) yang melarang perawan berdua-duaan dg laki-laki bukan mahrom sering diabaikan. Hal itu terkait dg norma kesopanan dan kesusilaan dalam adat istiadat.
Ada ratusan contoh lainnya dari ke-7 unsur kebudayaan itu yang pada akhirnya lenyap, menyisakan pelestarian unsur kebudayaan yg berupa fisik., misal bangunan, alat-alat kesenian, tradisi dalam pernikahan, dll.
Padahal kebudayaan saya tekankan kembalhj bukan hanya dalam unsur kesenian saja. Memang benar, pelestarian kesenian itu sangat diperlukan sebagai identitas. Tetapi apakah identitas kebudayaan hanya dalam bentuk itu saja? sementara kita meninggalkan bahkan menghapus tradisi yg baik?.
Subhanallah, kebudayaan Melayu berhasil menyatukan 18 ribu pulau di Nusantara, lalu mengapa Aqidah Islam yang notabene pernah menyatukan 2 per 3 dunia dianggap sebagai suatu hal yang bersifat khayalan u diterapkan?
Jika kita membangkitkan kembali ummat dalam satu kepemimpinan dalam daulah Khilafah, kita tidak akan menjadikan Indonesia sebagai negara, namun sebagai salah satu propinsi dalam daulah. Kebudayaan kita tidak lagi hanya tercatat dari Sabang sampai Merauke, Melainkan dari Maroko hingga Merauke,. Sangat luas kan? Salah satu manfaatnya, kita tak perlu lagi membayar visa dengan US$ untuk ibadah haji, atau sekedar berziarah dan bertamasya ke Turki. :))
Jika ditanya bagaimana caranya kembali menerapkan daulah Khilafah dalam multikultur ini? Saya dan semuanya akan menjawab, Mari kita diskusi dengan mendalam, kita jelajahi fikrah dan thariqah Rasulullah secara bersama-sama,! dan jika kita semua sudah setuju, mari kita berjuang bersama
Jika ada yang keliru, dapat disampaikan. Kita tidak harus menjadikan kesalahan orang didalam struktur sebagai alasan kita menolak hal ini. Mari kita duduk bersama, mendiskusikan kembali agar ibadah yang kita tidak bisa kerjakan dalam darul kufr ini bisa terlaksana dalam Daulah Khilafah. Sistem Islam yang sempurna akan diterapkan, akidah kita akan terjaga, perekonomian kita bebas riba 100 %, pendidikan u anak dan cucu kita terjamin, Kehidupan sosial kita damai dan harmonis, pergaulan kita terjaga dengan baik sehingga tidak sulit kita menahan pandangan kecuali pada istri dan suami kita, politik kita bebas dari kebusukan, dan lain sebagainya. Apakah kita tidak menginginkan kondisi ini? Apakah kita tidak merindukan penerapan Islam kaaffah ini? Apakah kita hanya akan masa bodoh, apatis dg segala permasalahan yg tidak bisa diselesaikan akibat tidak menerapkan Syariat di bumi ini? Apakah ada penerapan syariat yang kaaffah selain dalam Khilafah?
Wallahu 'alam bi As-shawab
Saya hanya tersenyum simpul mendengar ungkapan ini dari seorang teman.
Baiklah, sedikit saya klarifikasi. Hmm, sebenarnya pendapat ini diucapkan karna saya menolak kebudayaan Indonesia yg bertentangan dg syariat. Saya juga tidak habis fikir mengapa bisa dihubung-hubungkan saya meninggalkan negara dan bumi ini.
^.^ Saya berkesimpulan pasti karna dia tahu latar belakang saya yg memang berusaha mewujudkan kembali Daulah Khilafah yg merupakan suatu hal yg dianggap utopis, khayalan, ngawur, dll.
Dalam konteks kebudayaan, saya tidak pernah menolak tentang gagasan keIndonesiaan dg upaya pelestarian adat istiadat yg terkandung d dalamnya. Lagi-lagi saya menekankan bahwa tidak ada yang salah dg adat istiadat dan bahkan perlu dipertahankan jika memang tidak bertentangan dg syariat.
Yang pasti adat istiadat harus bersandar pada Syara, dan Syara bersandar pada Al-Quran.
Sebagai seorang muslim yang telah mengikrarkan diri dg kalimat Laa Ilaha Illallah, haruslah menjadikan Syara sbg tolak ukur perbuatannya. Bukan disandarkan pada adat istiadat yang ada di daerahnya. Contoh, seorang perempuan Pamali malam-malam meninggalkan rumah. Lho, dalam hal ini memang benar hal ini akan mendatangkan Mudharat, dalam Islam seorang perempuan memang diharamkan berpergian sehari semalam tanpa ditemani mahrom.
Yang lucunya, kenapa harus bersandarkan pada kata Pamali, bukan pada kaidah halal haram?
Atau, contoh lain ada berbagai adat istiadat lain yg bertentangan dg Syara tetapi diperbolehkan o adat istiadat tidak membuat kita mengesampingkan hukum syara dan mengedepankan adat istiadat,. Contoh, dalam hal berpakaian,.
Jika kita memahami penyebaran Syariat Islam di Nusantara pasti kita mendapati para pendakwah Islam yang Insya Allah selalu dirahmati Allah menyebarkan Islam dg sangat brilliant. Berawal dari penyebaran pada daerah-daerah pesisir dan pada akhirnya berkembang ke seluruh Nusantara. Subhanallah, dalam penyebaran dg jalan damai tersebut tidak menjadikan sinkritisme sbg landasannya. Dalam penyebarannya tetap hanya mengalkulturasikan kebudayaan itu, secara perlahan-lahan.
Contohnya penyebaran yg dilakukan Walisanga (saya sngaja memberikan contoh ini karna ke-sembilan wali ini sgt berpengaruh besar dan familiar) tidak mencampurkan ajaran Islam dg kebudayaan Hindu, Budha, animisme dan dinamisme di Pulau Jawa dengan ajaran sentral dalam Islam. Yang dilakukan justru secara kreatif menjadikan kebudayaan itu sebagai uslub dalam berdakwah. Kita dapat menjadikan wayang kulit sbg contoh..
Jika kita mengamati penyebaran Islam di suku baduy, Banten akan kita dapati suatu kondisi dimana Islam dijadikan landasan akidah namun mereka masih percaya kepada hal-hal yang menjurus ke arah syirik. :)) Nah, dalam kasus suku Baduy kita harus mengetahui bahwa memang ada dakwah Islam yang belum selesai disana.
Sedangkan saat ini, dimana dengan mudah kita dapat mempelajari ilmu agama secara mudahnya, Apakah kita masih menganggap bahwa dakwah kepada kita belum selesai? sehingga dengan mudahnya kita menganggap ada salah satu hukum syara yang kita kelak dalam penerapannya karena kita belum tahu apa hukumnya..
:)) hehe, kita kemana saja sejak lahir? mengapa tidak mempelajarinya? padahal menuntut ilmu fardhu ain merupakan suatu kewajiban.
Jika ditanya apakah saya tidak mencintai Indonesia, dg lugas saya akan menjawab bahwa saya sangat mencintai Nusantara. Sebuah penyatuan dari berbagai kebudayaan yang bersatu bukan dalam satu bendera, namun dalam kesatuan kebudayaan Melayu.
Menyatu dalam ikatan akidah Islam,. Berbagai adat istiadat didalamnya, perbedaan didalamnya, dari ke-7 unsur kebudayaan itu.
Misalnya, saya sebagai orang Betawi dan Melayu Jambi dengan berbagai adat istiadat didalamnya. Jika kita memaknai adat istiadat hanya sekedar kesenian, hal itu merupakan sesuatu yg sangat naif. Pada akhirnya kita hanya melestarikan unsur itu. Ada tradisi yang lain, yang berupa tradisi lisan yang tidak bertentangan dg Syara kita tinggalkan. Contoh, ada dalam budaya Betawi (meski bukan hanya ada dalam betawi saja) yang melarang perawan berdua-duaan dg laki-laki bukan mahrom sering diabaikan. Hal itu terkait dg norma kesopanan dan kesusilaan dalam adat istiadat.
Ada ratusan contoh lainnya dari ke-7 unsur kebudayaan itu yang pada akhirnya lenyap, menyisakan pelestarian unsur kebudayaan yg berupa fisik., misal bangunan, alat-alat kesenian, tradisi dalam pernikahan, dll.
Padahal kebudayaan saya tekankan kembalhj bukan hanya dalam unsur kesenian saja. Memang benar, pelestarian kesenian itu sangat diperlukan sebagai identitas. Tetapi apakah identitas kebudayaan hanya dalam bentuk itu saja? sementara kita meninggalkan bahkan menghapus tradisi yg baik?.
Subhanallah, kebudayaan Melayu berhasil menyatukan 18 ribu pulau di Nusantara, lalu mengapa Aqidah Islam yang notabene pernah menyatukan 2 per 3 dunia dianggap sebagai suatu hal yang bersifat khayalan u diterapkan?
Jika kita membangkitkan kembali ummat dalam satu kepemimpinan dalam daulah Khilafah, kita tidak akan menjadikan Indonesia sebagai negara, namun sebagai salah satu propinsi dalam daulah. Kebudayaan kita tidak lagi hanya tercatat dari Sabang sampai Merauke, Melainkan dari Maroko hingga Merauke,. Sangat luas kan? Salah satu manfaatnya, kita tak perlu lagi membayar visa dengan US$ untuk ibadah haji, atau sekedar berziarah dan bertamasya ke Turki. :))
Jika ditanya bagaimana caranya kembali menerapkan daulah Khilafah dalam multikultur ini? Saya dan semuanya akan menjawab, Mari kita diskusi dengan mendalam, kita jelajahi fikrah dan thariqah Rasulullah secara bersama-sama,! dan jika kita semua sudah setuju, mari kita berjuang bersama
Jika ada yang keliru, dapat disampaikan. Kita tidak harus menjadikan kesalahan orang didalam struktur sebagai alasan kita menolak hal ini. Mari kita duduk bersama, mendiskusikan kembali agar ibadah yang kita tidak bisa kerjakan dalam darul kufr ini bisa terlaksana dalam Daulah Khilafah. Sistem Islam yang sempurna akan diterapkan, akidah kita akan terjaga, perekonomian kita bebas riba 100 %, pendidikan u anak dan cucu kita terjamin, Kehidupan sosial kita damai dan harmonis, pergaulan kita terjaga dengan baik sehingga tidak sulit kita menahan pandangan kecuali pada istri dan suami kita, politik kita bebas dari kebusukan, dan lain sebagainya. Apakah kita tidak menginginkan kondisi ini? Apakah kita tidak merindukan penerapan Islam kaaffah ini? Apakah kita hanya akan masa bodoh, apatis dg segala permasalahan yg tidak bisa diselesaikan akibat tidak menerapkan Syariat di bumi ini? Apakah ada penerapan syariat yang kaaffah selain dalam Khilafah?
Wallahu 'alam bi As-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar