TEORI
KOMUNIKASI MANUSIA
MAKALAH

Diajukan sebagai syarat ketuntasan
Mata Kuliah Bahasa dan Kebudayaan
Disusun oleh,
Anita (1110015000015)
Reni Febriani (1110015000025)
Anas Fuad (1110015000013)
PRODI
SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI JURUSAN P.IPS
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Manusia sebagai realitas sosial apabila di hubungkan dengan paradigma
sosial wawasannya sangat luas. Paradigma realitas sosial adalah melihat
gambaran yang mendasar mengenai realitas sosial menurut kaca mata ilmu sosial.
Tingkatan kenyataan itu ada empat yaitu: Tingkat individual, Tingkat antar
pribadi (interpersonal), Tingkat struktur social, tingkat budaya. Teori
kebudayaan adalah usaha konseptual untuk memahami bagaimana manusia menggunakan
kebudayaan untuk melangsungkan kehidupannya dalam kelompok, mempertahankan
kehidupannya melalui penggarapan lingkungan alam dan memelihara keseimbangannya
dengan dunia supranatural.
Hakekatnya prinsip fenomenologi berkenaan dengan pemahaman tentang
bagaimana keseharian, dunia intersubyektif (dunia kehidupan). Fenomenologi
bertujuan mengetahui bagaimana kita menginterpretasikan tindakan sosial kita
dan orang lain sebagai sebuah yang bermakna (dimaknai) dan untuk merekonstruksi
kembali turunan makna (makna yang digunakan saat berikutnya) dari tindakan yang
bermakna pada komunikasi intersubjektif individu dalam dunia kehidupan sosial.
Fenomenologi menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam
kesadaran, dalam kognitif dan dalam tindakan-tindakan perseptual. Untuk
Melakukan pemahaman terhadap fenomena melalui fenomenologi, mempertimbangkan
mengetahui dua aspek penting yang biasa disebut dengan “logos”nya fenomenologi,
yakni ‘intentionality’ dan ‘bracketing’.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah penulis kemukakan diatas, tujuan penulis menulis makalah ini adalah
sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah teori komunikasi manusia?
2.
Apa dan bagaimanakah teori realitas sosial manusia?
3.
Bagaimanakah teori kebudayaan manusia?
4.
Bagaimanakah teori pengalaman manusia?
5.
Bagaimahakah teori interpretasi manusia?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan,
tujuan penulis menulis makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Mengetahui bagaimana teori komunikasi manusia.
2.
Mengetahui penjelasan teori realitas sosial manusia.
3.
Mengetahui penjelasan teori kebudayaan manusia.
4.
Mengetahui penjelasan teori pengalaman manusia.
5.
Mengetahui penjelasan teori interpretasi manusia.
BAB II
TEORI KOMUNIKASI MANUSIA
A.
Teori Realitas Sosial
Manusia sebagai realitas sosial apabila di hubungkan dengan paradigma
sosial wawasannya sangat luas. Paradigma realitas sosial adalah melihat
gambaran yang mendasar mengenai realitas sosial menurut kaca mata ilmu sosial.
Tingkatan kenyataan itu ada empat yaitu:
1.
Tingkat
individual:
Tingkat ini
menempatkan individu sebagai pusat perhatian untuk analisa. Analisa ini di bagi menjadi dua bagian yaitu tingkat perilaku (behavioral) dan tingkat subjektif.
Teori dasar dasar psikologi (sosial) yang mengkaji tingkat individu meliputi :
a.
Teori
stimulus respons ini sebenarnya adalah teori Stimulus – Organisme – Respons
(S-O-R) karena di akui adanya organisme antara stimulus dan respons. Tokoh
teori ini adalah Watson yang menyatakan bahwa objektivitas perilaku individu
hanya berlaku pada perilaku yang Nampak (overt).
Setiap perilaku pada hakikatnya merupakan tangapan (respon) terhadap rangsang
(stimulus) karena itu rangsang mempengaruhi tingkah laku atau bahkan menentukan
tingkah laku. Intervensi organisme terhadap
stimulus rangsang, individu ini memiliki potensi berupa kognisi sosial,
persepsi sosial, nilai dan konsep.
b.
Teori sikap
adalah kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau menghadapi
suatu rangsangan tertentu .
c.
Teori peran
adalah beranggapan peranan seseorang itu merupakan hasil interaksi dari diri (self) dengan posisi (status dalam
masyarakat) dan dengan peran (menyakut norma dan nilai) dalam teori ini yang
terpenting adalah actor (pelaku) dan
target (sasaran) yang punya hubungan dengan aktor.
d.
Teori medan
(field-theory) adalah berangapan
bahwa kehidupan merupakan penentu dari perilaku seseorang kehidupan ini
merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungannya.
e.
Teori yang
mengkaji individu adalah psikoanalisa dari Freud yang membedakan tiga sistem dalam hidup psikis yaitu id, ego, dan
superego. Istilah ini di kenal sebagai
tiga “instansi “ yang menandai hidup psikis.[1]
2.
Tingkat
antar pribadi (interpersonal):
Tingkat ini
meliputi interaksi antar individu dengan semua arti yang berhubungan dengan
kerjasama, konflik, adaptasi, negoisasi komunikasi simbolis dan hal lain yang
menpunyai arti hubungan. tingkatan ini banyak di pelajari ahli sosiologi
(interaksionisme simbolik). Teori ini di pelopori oleh George Herbert Mead
(1863-1931) seorang professor dari Chicago. Teori ini mempunyai implikasi sosial dan mempunyai ciri pemahaman khusus
tentang perspektif. Teori ini muncul sebagai pandangan atas ”realitas sosial”. teori ini banyak memperhatikan dimensi subjektif dimana
kenyataan sosialnya yang muncul dari interaksi di lihat sebagai kenyataan yang
di bangun dan bersifat simbolis, inilah yang membedakan kenyataan sosial dengan
kenyataan fisik objektif.
Teori ini
memperhatikan dinamika interaksi tatap muka, saling kebergantungan yang erat
antara konsep diri individu dengan kelompok kecil, negoisasi mengenai norma
bersama dan peran individu , tetapi konsep pokoknya di uraikan melalui
pengertian “self”, ”mind”, ”society” dan “action”. Diri (self) adalah nyata suatu proses sebagaimana objek sosial yang lain, diri (self) sebagai objek sosial terbentuk melalui interaksi dalam keluarga. “mind” (pikiran) adalah suatu kesadaran
untuk memudahkan pemahaman.[2]
3.
Tingkat
struktur sosial
Tingkat ini
bersifat abstrak analisanya di tunjukan pada pola tindakan, jaringan interaksi
yang teratur dan seragam dalam waktu dan ruang, posisi sosial dan peran sosial.
tingkat ini dapat pula menyangkut institusi sosial dan masyarakat secara umum / keseluruhan. [3]
4.
Tingkat
budaya
Tingkat
budaya dalam hal kenyataan sosial maksudnya meliputi arti simbol, norma ,dan pandangan hidup umumnya yang dimiliki oleh suatu anggota
masyarakat. Sedangkan tingkat budaya itu sendiri memiliki arti melihat realitas
sosial menurut perspektif budaya. Dan istilah Kebudayaan yaitu terdiri dari
produk – produk tindakan dan interaksi manusia termasuk karya cipta manusia
berupa materi atau non materi. Kebudayaan non materi adalah keseluruhan
kompleks yang meliputi pengertian, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan
dan kemampuan-kemampuan dan tatacara lainnya
yang diperoleh manusia sebagai seorang anggota masyarakat. Menurut Sorokin
bahwa kesatuan organis dari gajala budaya dan tingkat sosio-budaya dianalisa terpisah dari tingkah individu. [4]
B.
Teori Kebudayaan
Teori kebudayaan adalah usaha konseptual untuk memahami bagaimana manusia
menggunakan kebudayaan untuk melangsungkan kehidupannya dalam kelompok,
mempertahankan kehidupannya melalui penggarapan lingkungan alam dan memelihara
keseimbangannya dengan dunia supranatural. Gagasan kebudayaan, baik sebagai
sistem kognitif maupun sebagai sistem struktural, bertolak dari anggapan bahwa
kebudayaan adalah sistem mental yang mengandung semua hal yang harus diketahui
individu agar dapat berperilaku dan bertindak sedemikian rupa sehingga dapat
diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga masyarakatnya.
C.
Teori Pengalaman dan Teori Interpretasi ( Phenomenology dan Hermeneutic)
1.
Teori
Pengalaman (Phenomenology)
Hakekatnya
prinsip fenomenologi berkenaan dengan pemahaman tentang bagaimana keseharian,
yaitu dunia intersubyektif (dunia kehidupan). Fenomenologi bertujuan mengetahui
bagaimana kita menginterpretasikan tindakan sosial kita dan orang lain sebagai
sebuah yang bermakna (dimaknai) dan untuk merekonstruksi kembali turunan makna
(makna yang digunakan saat berikutnya) dari tindakan yang bermakna pada
komunikasi intersubjektif individu dalam dunia kehidupan sosial. (Rini
Sudarmanti, 2005). Dalam fenomenologi, setiap individu secara sadar mengalami
sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada yang pada kemudian menjadi pengalaman yang
senantiasa akan dikonstruksi menjadi bahan untuk sebuah tindakan yang beramakna
dalam kehidupan sosialnya. Manakala berbicara sesuatu yang dikonstruksi, tidak
terlepas dari interpretasi pengalaman di dalam waktu sebelumnya. Interpretasi
itu sendiri berjalan dengan ketersediaan dari pengetahuan yang dimiliki. Namun
demikian, sebagai mana proses interpretasi, harus diperhatikan kemampuan
menangkap lebih jauh atau melihat sesuatu lebih jauh (seeing beyond) dalam fenomena yang sedang dikonstruksi itu.
Fenomenologi
menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran, dalam
kognitif dan dalam tindakan-tindakan perseptual. Fenomenolog mencari pemahaman
seseorang dalam membangun makna dan konsep kunci yang intersubyektif. Karena
itu, menurut Kuswarno “…penelitian fenomenologis harus berupaya untuk
menjelaskan makna pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau
gejala…”.[5]
2.
Teori
Interpretrasi (Hermeneutic)
Hermeneutika adalah suatu usaha interpretasi yang memperhitungkan
konteks kata-kata dan bahkan konteks budaya pemikiran. Dalam situasi
kontemporer, kita hanya sering menganalisis masyarakat manusia dari titik
pandang data statistik, informasi non personal; menganalisis dari titik pandang
ekonomik dan teknikal. Hal ini brbahaya karena pribadi manusia menjadi
kehilangan kaitan dan hubungannya dengan arti yang lebih dalam dari
eksistensinya, bahkan kehilangan makna kehidupan spiritualnya. Perlu dicatat
bahwa kebudayaan manusia lebih dari seluruh jumlah data.[6]
Menurut Friedrich August Wolf, hermeneutika merupakan
ilmu tentang aturuan-aturan untuk mengenali makna tanda-tanda. Sedangkan tujuan
hermeneutika adalah menangkap fikiran-fikiran seseorang yang tertulis atau yang
diucapkan sebagaimana orang tersebut menghendaki untuk ditangkapnya. Dengan
ini, Wolf merancangkan hermeneutika yang praktis, faktual, dan bersifat
regional, yakni setiap objek (sejarah, hukum, teologi, karya sastra, dan
sebagainya) mempunyai aturan sendiri.[7]
Menurut Friedrich Schleiermecher dan Wilhem Dilthey
terminologi hermeneutika digunakan dalam usaha mencari sebuah teori pengetahuan
bagi kajian data dimana para budayawan bekerja dalam wilayah itu-seperti teks,
tanda dan pelbagai bentuk simbol, ritual, imaji, contoh seni yang indah dan
dapat digunakan-singkat kata, produk-produk serupa itu merupakan kepintaran
manusia dari kerja alam.[8]
Sebagai
salah seorang tokoh filsafat yang memusatkan perhatiannya pada hermeneutika,
Paul Ricoeur berpandangan bahwa hermeneutika merupakan suatu teori mengenai
aturan-aturan penafsiran terhadap suatu teks atau sekumpulan tanda maupun
simbol yang dipandangnya atau dikelompokkan sebagai teks juga. Ricoeur
menganggap bahwa tidak ada pengetahuan langsung tentang diri sendiri, oleh
sebab itu pengetahuan tentang diri sesungguhnya hanya diperoleh melalui
kegiatan penafsiran. Melalui kegiatan ini, setiap hal yang melekat pada diri
(yang bisa dianggap sebagai teks) harus dicari makna yang sesungguhnya/objektif
agar dapat diperoleh suatu kebenaran (pengetahuan) yang hakiki tentang diri
tersebut. [9]
Hermeneutika
bertujuan untuk menggali makna yang terdapat pada teks dan simbol dengan cara
menggali tanpa henti makna-makna yang tersembunyi ataupun yang belum diketahui
dalam suatu teks. Penggalian tanpa henti harus dilakukan mengingat interpretasi
dalam teks bukanlah merupakan interpretasi yang bersifat mutlak dan tunggal,
melainkan temporer dan multi interpretasi. Dengan demikian, tidak ada kebenaran
mutlak dan tunggal dalam masalah interpretasi atas teks karena interpretasi
harus selalu kontekstual dan tidak selalu harus tunggal. Dalam pengertian
kontekstual, seorang interpreter dituntut untuk menerapkan hermeneutika yang
kritis agar selalu kontekstual. Dalam konteks ini, barangkali interpreter perlu
menyadari bahwa sebuah pemahaman dan interpretasi teks pada dasarnya bersifat
dinamis. Sementara itu, dalam pengertian bahwa makna hasil dari interpretasi
tidak selalu tunggal mengandung pengertian bahwa suatu teks akan memiliki makna
yang berbeda ketika dihubungkan dengan konteks yang lainnya, sehingga akan
membuat pengkayaan interpretasi dan makna.[10]
Hermeneutika
tidak dimaksudkan untuk mencari kesamaan antara maksud pembuat pesan dan
penafsir. Melainkan menginterpretasi makna dan pesan seobjektif mungkin sesuai
dengan yang diinginkan teks yang dikaitan dengan konteks. Seleksi atas hal-hal
di luar teks harus selalu berada dalam petunjuk teks. Suatu interpretasi harus
selalu berpijak pada teks. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses
penafsiran selalu merupakan dialog antara teks dan penafsir.[11]
Sebagaimana diketahui, hermeneutika pada awalnya
merupakan sebuah metode penafsiran kitab suci bibel sebagai keraguan dari
kemurnian teks yang ada pada kitab suci tersebut. Hermeneutika dapat digunakan
untuk menafsirkan karya sastra, namun akan berbahaya jika digunakan untuk
sebagai metode untuk menafsirkan kitab suci yang sudah memiliki cara penafsiran
sendiri. Karena penggunaan hermeneutika akan mengakibatkan ketidaksakralan teks
dalam kitab suci tersebut serta menjadikan penafsiran yang relatif yang akan
mengakibatkan kitab suci tersebut tidak berbeda dengan teks lainnya.
BAB III
KESIMPULAN
Manusia
sebagai realitas sosial apabila di hubungkan dengan paradigma sosial wawasannya
sangat luas. Paradigma realitas sosial adalah melihat gambaran yang mendasar
mengenai realitas sosial menurut kaca mata ilmu sosial. Tingkatan kenyataan itu
ada empat yaitu: Tingkat individual, Tingkat antar pribadi (interpersonal),
Tingkat struktur sosial, tingkat
budaya. Teori kebudayaan adalah usaha konseptual untuk memahami bagaimana
manusia menggunakan kebudayaan untuk melangsungkan kehidupannya dalam kelompok,
mempertahankan kehidupannya melalui penggarapan lingkungan alam dan memelihara
keseimbangannya dengan dunia supranatural.
Hakekatnya
prinsip fenomenologi berkenaan dengan pemahaman tentang bagaimana keseharian,
dunia intersubyektif (dunia kehidupan). Fenomenologi bertujuan mengetahui
bagaimana kita menginterpretasikan tindakan sosial kita dan orang lain sebagai
sebuah yang bermakna (dimaknai) dan untuk merekonstruksi kembali turunan makna
(makna yang digunakan saat berikutnya) dari tindakan yang bermakna pada
komunikasi intersubjektif individu dalam dunia kehidupan sosial. Fenomenologi
menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran, dalam
kognitif dan dalam tindakan-tindakan perseptual. Untuk Melakukan pemahaman
terhadap fenomena melalui fenomenologi, mempertimbangkan mengetahui dua aspek
penting yang biasa disebut dengan “logos”nya fenomenologi, yakni
‘intentionality’ dan ‘bracketing’.
Hermeneutika
bertujuan untuk menggali makna yang terdapat pada teks dan simbol dengan cara
menggali tanpa henti makna-makna yang tersembunyi ataupun yang belum diketahui
dalam suatu teks. Penggalian tanpa henti harus dilakukan mengingat interpretasi
dalam teks bukanlah merupakan interpretasi yang bersifat mutlak dan tunggal,
melainkan temporer dan multi interpretasi. Dengan demikian, tidak ada kebenaran
mutlak dan tunggal dalam masalah interpretasi atas teks karena interpretasi
harus selalu kontekstual dan tidak selalu harus tunggal.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Bachtiar. “Konsep Kebudayaan Dewasa Ini: Seputar pertanyaan mengenai kontruksi budaya, esensialisme dan
kekuasaan”. Makalah Pengantar Ceramah Umum di Program S3 FIB UI September 2008.
Arif, Syamsuddin. 2007. Orientalis
dan Diabolisme Pemikiran. Jakarta: Gema Insani.
Haryatmoko, 2000, Hermeneutika Paul Riceour, dalam majalah
BASIS, edisi 05-06 tahun ke 49 Mei-Juni 2000, Yogyakarta: Kanisius.
Howard, Roy J. 2001. Hermeneutika;
Wacana analisis, psikososial, dan ontologis. Terj. Kusmana dan M. S.
Nasrullah. Bandung: Nuansa.
Poespoprodjo. 2004. Hermeneutika.
Bandung: Pustaka Setia.
Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik; Sebuah Metode Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.
[1]
http://kuliahsosial.blogspot.com/2010/07/teori-komunikasi-manusia.html
[2]
http://kuliahsosial.blogspot.com/2010/07/teori-komunikasi-manusia.html
[3]
http://kuliahsosial.blogspot.com/2010/07/teori-komunikasi-manusia.html
[4]
http://kuliahsosial.blogspot.com/2010/07/teori-komunikasi-manusia.html
[5]
http://kuliahsosial.blogspot.com/2010/07/teori-komunikasi-manusia.html
[6] W. Poespoprojo, Hermeneutika, (Bandung:
Pustaka Setia, 2004), Hlm. 5.
[7] W. Poespoprojo, Hermeneutika,
(Bandung: Pustaka Setia, 2004), Hlm. 21, 22.
[8] Roy J Howard, Hermeneutika;
Wacana analitis, psikososial, dan ontologis, (Bandung: Nuansa, 2001), Hlm. 23
dan 24.
[9] Haryatmoko, Hermeneutika Paul Riceour, dalam majalah BASIS, edisi 05-06
tahun ke 49 Mei-Juni 2000, (Yogyakarta: Kanisius, 2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar