Minggu, 21 Oktober 2012

ARP 1



sang bulan, mencuri sinar agar terang-benderang.
sekali lagi sinar itu bukanlah datang darinya.

Elok bintang bertebaran di angkasa luas.
jumlahnya milyaran, bahkan hipotesanya jumlah mereka melebihi manusia bumi.

bulan selalu tersenyum karna bintang2 selalu berkedip menunjukkan pesonanya.
Dulu sempat terfikir oleh bulan untuk keluar dari orbit. Menjelajah sang waktu, menghampiri bintang yang cahayanya berkilauan.
namun bulan selalu berfikir, bintang adalah sumber cahaya yang bila didekati hanya membakar apa yang dimiliki bulan.

#Jadilah bulan meninggalkan obsesi semunya, dan tersenyum kembali memantulkan cahaya dari para bintang yang bersinar.
Pikirnya dia hanyalah batu terbang yang tiada berdaya.

namun suatu masa terlihat banyak bintang mendekat, mengarungi sang waktu. menjelajah semesta, merubah diri menjadi bulan baru.

Tapi bulan tiada tertarik, menurutnya obsesi itu hanya tipuan, bintang adalah bintang yang terang benderang hanya untuk membakar.


cukuplah bulan untuk melayang, menuruti obsesi Sang Kholik untuk menangkap asteroid yang singgah di dekatnya.

Jadilah ia terluka,
tapi bulan tetaplah bulan yang selalu tersenyum pada tuannya.

dalam hati dia berfikir, suatu hari akan muncul asteroid yang berukuran besar. Menyatu atas pedoman pencipta. Menemani bulan dalam petualangannya bersama sang waktu meski tanpa sinar yang mempesona namun mambakar..

Rabu, 03 Oktober 2012

Tan Malaka, antara diri seorang Muslim dan seorang Nasionalis kiri

Ketahuilah, bahwa sejarah merupakan rentetan peristiwa yang dapat diungkapkan atau disembunyikan rezim yang berkuasa.

Beberapa kalangan mungkin saja secara sengaja menghilangkan peran dan perjuangan Tan Malaka dalam pentas perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Sutan Ibrahim atau yang biasa dikenal dengan sebutan Datuk Tan Malaka merupakan salah satu pahlawan Nasional asal tanah minang. Karena hidup dalam tanah minang, tidak mengherankan jika masa kecil Tan Malaka selalu diisi dengan pelajaran agama Islam yang kuat. Tan Malaka kecil telah menampakkan kecerdasannya sebagai seorang Muslim. Terbukti dalam usia yang relatif muda beliau telah mampu manjadi penghafal Al Qur'an.

Tan Malaka hidup dalam lingkungan keluarga yang agamis dengan tidak menjadikan adat sebagai landasan kehidupan. Sebagaimana diketahui, pada masa itu terdapat perpecahan yang berujung perang antara kaum adat yang menjadikan adat sebagai penopang kehidupan dan kaum agamis yang menjadikan adat berada di bawah syariat Islam. Kaum agamis tersebut yang akhirnya melakukan perlawanan terhadap kolonialis Belanda, namun harus berhadapan terlebih dahulu dengan kaum adat yang merupakan antek-anteknya.

Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Inilah prinsip hidup kebanyakan masyarakat minang termasuk keluarga Tan Malaka. Prinsip ini melandasi setiap sendi kehidupan masyarakat pada syariat Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan Hadits. Prinsip ini juga meletakkan adat istiadat yang berlaku secara turun-temurun dalam masyarakat minang dibawah syariat yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

Seperti inilah kehidupan kecil Tan Malaka yang selalu diisi dengan pengajaran dan pembelajaran akan penerapan syariat Islam. Selanjutnya ketika dewasa Tan Malaka memperoleh kesempatan lebih untuk menggali ilmu di luar negeri. Pada masa itu seperti Soekarno dan Hatta, Tan Malaka dapat meneruskan sekolah di Belanda. Seperti tokoh perjuangan kemerdekaan kebanyakan, pembelajaran disana tidak menjadikan Tan Malaka terlena dan membutakan matanya untuk tidak melawan kolonialis Belanda yang saat itu masih menjajah Indonesia.

Tan Malaka banyak belajar mengenai materialisme dialektika Karl Marx selama belajar di Belanda. Sehingga dapat dikatakan bahwa dia sangat menguasai teori-teori Karl Marx mengenai kelas sosial.


lanjutt nanti yaa!! mau kuliah dulu






Apa penyebabnya? "keluh warga"


Hasil wawancara sekilas dengan beberapa warga Dusun Babakan kecamatan Kabandungan kabupaten Sukabumi Jawa Barat

Beberapa hari ini warga setempat selalu mengeluhkan ketersediaan air tanah di daerahnya. Cukup miris, mengingat daerah ini berada di kaki gunung salak dengan curah hujan yang cukup tinggi. Selain itu, kawasan ini masih sangat asri dengan jarak yang cukup dekat pada kawasan Taman Nasional Gunung Halimun.

Memang benar, sudah hampir satu bulan kawasan ini tidak diguyur oleh air hujan. Tetapi keadaan ini biasanya tidak membawa efek yang fatal terhadap persediaan air tanah warga. Seorang warga mengatakan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya kemarau selama 7 bulan-pun tidak menjadikan pasokan air berkurang secara drastis, tetapi sangat aneh pada tahun ini keadaan ini terjadi pada daerah mereka. warga tersebut juga menyatakan bahwa kemungkinan besar peristiwa ini diakibatkan aktivitas pengeboran yang sangat tinggi yang dilakukan PLTP Cevron beberapa kilometer dari lokasi tersebut.

Sebagaimana diketahui, PLTP Cevron resmi memiliki kontrak selama puluhan tahun untuk mengekplorasi gas alam di sekitar pegunungan Salak Jawa Barat. Kontrak tersebut bukanlah perkara main-main karena Cevron dianggap satu-satunya pihak yang dapat melakukan kegiatan ini. Cevron juga dianggap memiliki jasa yang besar terhadap pasokan listrik Jawa dan Bali. Dengan jalinan kerjasama dengan Indonesia Power, Cevron memiliki wewenang untuk memanfaatkan sumber daya alam kawasan pegunungan Salak yang masih aktif.

Saya tidak memiliki bukti ilmiah bahwa dugaan warga terhadap eksploitasi alam oleh PLTP Cevron benar atau tidaknya.

Yang anehnya adalah warga sangat sepakat bahwa memang benar eksplorasi gas alam ini yang menjadi biang keladinya. Dengan sedikit emosi warga menambahkan bahwa bukan permasalahan kekurangan air saja yang mereka keluhkan, melainkan akhir-akhir ini warga juga sering merasakan gempa yang diakibatkan tingginya aktivitas pengeboran gas alam.

Sebagaimana diketahui, menurut BMKG Sukabumi gempa cukup besar yang terjadi akhir-akhir ini bukanlah disebabkan aktivitas vulkanik gunung salak. Keadaan kawah masih normal dan menunjukkan bahwa tidak ada aktivitas yang meningkat dari pegunungan salak Jawa Barat.

#Sekarang, yang saya tanyakan mengapa bisa terjadi hal seperti ini?
Apakah musibah berturut-turut yang menimpa warga Kabandungan Sukabumi benar-benar atas kehendak-Nya? Atau,, apakah memang benar dugaan warga selama ini yang menyatakan bahwa gunung Salak telah kembali aktif dan hal tersebut diakibatkan aktivitas pengeboran gas yang tinggi PLTP Cevron?
Lalu jika benar,, dimanakah posisi pemerintah Indonesia?

Allahu 'alam..

Ahh,, saya akan masukkan sedikit syair Iqbal tentang peran manusia yang diamanahkan sebagai khalifah di muka bumi.. :))

"engkaulah pengawal terpercaya bagi rahasia azali
dan bagi Penguasa alam ini
engkaulah tangan kanan dan kiri
engkaulah dibentuk dari debu
namun kau tegakkan dunia
dan kau lestarikan bangsa manusia"

CC..

manusia dapat menjadi pengislah dan manusia dapat menjadi perusak..

Rabu, 26 September 2012


SUMBER – SUMBER DAN LINGKUNGAN ANTROPOLOGI KESEHATAN[1]

A.           Bidang Lama dan Baru Antropologi Kesehatan
Pada masa kini, para ahli antropologi yang mempunyai minat tersebut bekerja di fakultas-fakultas kedoketeran, sekolah perawat, dan di bidang kesehatan masyarakat, di rumah-rumah sakit dan depatemen-departemen kesehatan, serta di jurusan-jurusan antropologi pada universitas umum. Mereka melakukan penelitian dalam topik–topik seperti manusia, anatomi, pediatri, epidemologi, kesehatan jiwa, penyalahgunaan obat, definisi mengenai sehat dan penyakit, latihan petugas kesehatan, birokrasi medis, pengaturan dan pelaksanaan rumah sakit, hubungan dokter pasien dan proses memperkenalkan sistem kesehatan ilmiah kepada masyarakat-masyarakat yang semula hanya mengenal sistem kesehatan tradisional. Para ahli antropologi tersebut umumnya disebut sebagai ahli antropologi kesehatan dan lapangan yang di wakilinya adalah sub disiplin baru antropologi, yakni “antropologi kesehatan”[2]
   Dari jenis aktifitas yang mereka lakukan, nampak bahwa bidang tersebut meliputi sejumlah perspektif dan pusat perhatian. Secara konseptual, semuanya itu dapat di ajarkan dalam satu kontinuum, dengan ujung yang satu di sebut kutub biologi sedangkan ujung lainnya di sebut kutub sosial budaya kearah kutub biologi terdapat ahli-ahli antropologi yang pokok perhatianya adalah tentang pertumbuhan dan perkembangan manusia, peranan penyakit dalam evolusi manusia dan paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba). Ahli-ahli antropologi yang memiliki minat tersbut memiliki kesamaan perhatian dengan ahli-ahli genetika, anatomi, serologi, biokimia dan sejenisnya.
Kearah kutub sosial budaya terdapat ahli-ahli antropologi dengan pokok perhatian pada sistem medis tradisional (etnosmedisin) masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka, tingkahlaku sakit, hubungan antara dokter pasien serta dinamika dari usaha meperkenalkan pelayanan kesehatan Barat kepada masyarakat-masyarakat tradisional. Dengan demikian ahli-ahli antropologi tersebut nampak mempunyai perhatian yang tupang tindih dengan ahli-ahli sosiologi, para pendidik kesehatan, pada perawatan spesialis-spesialis ahli kesehatan masyarakat dalam pendidikan dan administrasi kesehatan, serta sarjana-sarjana ilmu perilaku lain yang bekerja dalam bidang “modernisasi” di pertengaahan kontinum yang berminat pada epidemiologi dan ekologi budaya. Mereka mungkin mempunyai minat yang hampir sama dengan semua ahli tersebut di atas, namun hubungan mereka terutama lebih dekat dengan ahli-ahli epidemiologi kesehatan, ahli-ahli ekologi serta kelompok baru yang di kenal sebagai ahli geografi kesehatan.[3]
Secara singkat antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosiobudaya dari tigkahlaku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi keduanya di sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Kesulitan para ahli antropologi kesehatan adalah menemukan akar dari disiplin ilmu modern ini. Pada akhirnya membuat para ahli menyimpulkan bahwa akar dari antropologi kesehatan adalah sebagai berikut.
1.             Antropologi fisik
Lama sebelum ada ahli-ahli antropologi kesehatan “Budaya”, ahli-ahli antropologi fisik belajar dan melakukan penelitian di sekolah-sekolah kedokteran, biasanya pada jurusan anatomi. Dapat di pastikan bahwa ahli-ahli antropologi fisik adalah ahli antropologi kesehatan, karena perhatian mereka pada biologi manusia sejajar dan tumpang tindih dengan banyak lapangan perhatian para dokter. Nyatanya sejumlah besar antropologi fisik adalah dokter. Baik dalam hal lapangan perhatian maupun dalam hubungan-hubunganya, ahli-ahli antropologi fisik dimasa lalu seperti halnya di masa kini juga memberikan banyak perhatian pada topik-topik yang mempunyai kepentingan medis. Hasan dan Prasad (1959) menyusun daftar lapangan studi tersebut, yang meliputi nutrisi dan pertumbuhan, serta korelasi antara bentuk tubuh dengan variasi yang luas dari penyakit-penyakit, misalnya radang pada persendian tulang (arthiritis) tukak lambung (ulcer) kurang darah (anemia) dan penyakit diabetes.
Selama beberapa dasawarsa, ahli antropologi fisik disibukkan dengan kedokteran forensik. Dalam pengembangan usaha pencegahan penyakit, para ahli antropologi fisik telah memberi sumbangan dalam penelitian mengenai penemuan kelompok-kelompok penduduk yang memiliki resiko tinggi, yakni orang-orang yang tubuhnya mengandung sel sabit dan pembawa penyakit kuning (hepatitis).[4]
2.             Etnomedisin
Sub bagian antropologi kesehatan yang kini di sebut sebgai “etnomedisin “ yakni kepercayaan dan  praktek-praktek yang berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka konseptual kedokteran modern (Hughes 1968:99) tetapi merupakan urutan langsung dari awal perhatian ahli-ahli antropologi mengenai sistem medis non-Barat. Sejak awal penelitian mereka para ahli antropologi secara rutin mengumpulkan data mengenai kepercayaan dalam pengobatan pada penduduk yang mereka teliti. [5]
Dalam buku Rivers yang berjudul Medicine, Magic, and Religion (Rifers 1942) tertangkap pesan bahwa ide mengenai pengobatan asli adalah pranata0pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata-pranata umumnya, dan bahwa praktek-praktek pengobatan asli adalah rasional bila dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat (Lihat Wellin 1977: 49). Dengan demikian akhirnya para ahli antropologi menangkap bahwa etnomedisin  menjadi bagian spesialisasi bagi antropologi kesehatan.[6]
3.             Studi-studi tentang kebudayaan dan kepribadian.
Kecuali berbagai studi tentang etnomedisin yang terutama dilakukan sebagai bagian dari penelitian mengenai kelompok (tribe) sebagian besar publikasi antropologi yang menyangkut kesehatan sebelum tahun 1950 berkenaan dengan gejala psikologi dan psikiatri. Sejak pertengahan tahun 1930-an para ahli antropologi, psikiater dan ahli-ahli ilmu tingkah laku lainnya mulai mempertanyakan tentang kepribadian orang dewasa, atau sifat-sifat, dan lingkungan sosial budaya dimana tingkahlaku  itu terjadi.[7]
4.             Kesehatan masyarakat international
Meskipun Rokefeller Foundation telah sibuk dengan pekerjaan kesehatan masyarakat international sejak awal abad ini baru pada tahun 1942 pemerintah Amerika Serikat memprakarsai kerjasama program-program kesehatan dengan sejumlah pemerintah di negara Amerika latin, sebagai bagian dari program bantuan teknik yang lebih luas. Dengan berakhirnya perang dan dengan perpanjangan program-program bantuan teknik Amerika Serikat bagi afrika dan asia, maupun dengan tebentuknya World Helath Organization, maka program-program kesehatan masyakat utama yang bersifat bilateral dan multilateral di negara-negara sedang berkembang merupakan sebagian dari gambaran dunia.[8]
Petugas-petugas kesehatan yang bekerja dilingkungan yang bersifat lintas-budaya lebih cepat menemukan masalah daripada mereka yang bekerja dalam kebudayaan sendiri, dan khususnya mereka yang terlibat dalam klinik-klinik pengobatan melihat bahwa kesehatan dan penyakit bukan hanya merupakan gejala biologis, melainkan juga gejala sosial-budaya. Mereka segera manyadari bahwa kebutuhan kesehatan dari negara-negara berkembang tidaklah dapat dipenuhi sekedar memindahkan pelayanan kesehatan dari negara-negara industri.[9]
Dimensi teoritis dan terapan
Perkembangan perhatian antropologi terhadap masalah-masalah kesehatan dan penyakit sebagian bermotivasi teoritis karena kepercayaan dan praktek-praktek pengobatan merupakan kateogori utama dalam semua kebudayaan, suatu keterangan yang lengkap dari setiap kebudayaan menutut agar perhatian yang sama juga diberikan pada pranara-pranata kesehatan seperti halnya dengan pranata-pranata politik, ekonomi, sosial, religi dan sebagainya. Namun dalam pertumbuhanya perhatian para ahli antropologi dalam lapangan kesehatan dan penyakit, memiliki dimensi-dimensi praktis  juga banyak hasil penelitian telah “diterapkan”, dilaksanakan dalam kerjasama dengan petugas-petugas di berbagai program dan proyek kesehatan dengan tujuan akhir meningkatkan pelayanan kesehatan atau dalam rangka pemahaman terhadap komponen-komponennya sehubungan dengan timbulnya penyakit.[10]
Berdasarkan pemaparan ini, Menurut Foster dapat disimpulkan bahwa antropologi kesehatan adalah istilah yang digunakan oleh ahli-ahli antropologi untuk mendeskripsikan penelitian mereka yang tujuannya adalah definisi komprehensif dan interpretasi mengenai hubungan timbal balik biobudaya, antara tingkah laku manusia di masa lalu dan masa kini dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut. Dan partisipasi profesional mereka dalam program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-sosial-budaya dengan kesehatan, serta melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.[11]

B.            Antropologi Kesehatan dan Ekologi
1.             Ekosistem dan Sistem Sosial Budaya
Selama tahun–tahun terakhir, makin banyak ahli antropologi yang menaruh perhatian pada masalah–masalah kesehatan lingkungan biobudaya, yang paling baik dipelajari melalui apa yang disebut Bates sebagai “pandangan ekologis”. Tidak mengherankan bahwa pandangan ekologis ternyata cocok bagi ahli antropologi, karena dalam kenyataannya, pandangan itu merupakan lanjutan dari lingkungan dan komuniti biotiknya dalam pendekatan antropologi yang fundamental: yakni perhatian kepada sistemnya.
Suatu “sistem” menurut definisi kamus Webster edisi kedua, adalah “agregasi atau pengelompokan objek–objek yang dipersatukan oleh beberapa bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung, sekelompok unit yang berbeda, yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau oleh seni sehingga membentuk suatu keseluruhan yang integral, dan berfungsi, beroperasi atau bergerak dalam kesatuan. Dalam antropologi, sudah tentu yang dimaksud sebagai “keseluruhan integral” adalah suatu sistem sosial–budaya, atau dengan kata yang lebih umum, suatu kebudayaan. Dalam ekologi keseluruhan integral adalah suatu ekosistem “ suatu interaksi antara kelompok tanaman dan satwa dengan lingkungan non hidup mereka”.[12]
2.             Perhatian Ekologis dari Para Ahli Antropologi Kesehatan
Para ahli antropologi kesehatan, yang dari definisinya dapat disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkah lakunya, penyakit-penyakitya, dan cara–cara dimana tingkah laku dan penyakitnya mempengaruhi evolusi dan kebudayaan melalui proses umpan–balik. Dalam dunia masa kini, pendekatan ekologis adalah dasar bagi studi tentang masalah–masalah epidemiologi, cara–cara dimana tingkah laku individu dan kelompok menentukan derajat kesehatan dan timbulnya penyakit yang berbeda–beda dalam populasi yang berbeda–beda pula. Dalam studi ekologi, kita harus memulainya dengan lingkungan. Lingkungan dapat bersifat alamiah dan sosio-budaya. Dari lingkungan inilah tercipta penyakit dan nutrisi yang mempengaruhi hidup manusia.
3.             Paleopatologi
Ahli–ahli patologi, anatomi dan ahli–ahli antropologi fisik telah banyak belajar mengenai penyakit–penyakit dan luka–luka pada sesuatu yang dianggap manusia purba. Namun ada keterbatasan yang mungkin tidak akan pernah terkembatani, yang menghambatnya untuk mengetahui semua yang ingin diketahui. Pada umumnya, hanya penyakit–penyakit yang menunjukkan bukti–bukti yang nyata pada tulang saja yang dapat diidentifikasi. Berdasarkan hasil penelitian para ahli ini, dinyatakan bahwa manusia modern memiliki fisik lebih lemah daripada manusia yang dianggap purba. Anehnya pula ditemukan bahwa pada masa pertanianlah yang telah menambah jenis-jenis dan frekuensi penyakit pada manusia. Hal ini disebabkan sanitasi yang buruk dan kontak fisik dengan hewan ternak mereka.
4.             Penyakit dan Evolusi
Penyakit–penyakit infeksi telah merupakan faktor penting dalam evolusi manusia selama 2 juta tahun atau lebih, melalui mekanisme evolusi dari “proteksi genetik” maka nenek moyang kita dapat mengatasi ancaman–ancaman penyakit dalam kehidupan individu dan kelompok. Munculnya gen yang memberikan resistensi terhadap malaria dalam suatu populasi di Afrika barat adalah salah satu contoh yang dramatis dari proses evolusi tersebut. Gen tersebut disebut dengan sickle-cell anemia yang menurut livingstone disebabkan dengan perkembangan pertanian.[13]
5.             Makanan dan Evolusi
Dalam buku Foster disebutkan bahwa pada masa lampau manusia adalah herbivorus. Setelah tidak lagi memakan tumbuhan dan mulai mengenai pakan hewani, tubuh manusia mengalami perkembangan. Namun setelah terjadi ketergantungan terus-menerus terhadap nutrien sayuran, ketidakseimbangan nutrisi dapat mengarah kepada kekurangan asam amino yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan. Kebiasaan makan dan tradisi juga juga dapat menghasilkan tekanan selektif yang memberi kesempatan baik lebih banyak bagi lebih satu tipe gen dari satu tipe gen yang lain. [14]
6.             Epidemiologi
Bila kita mempelajari studi–studi epidemiologi pada masa kini maupun di masa lalu, patut kita catat karya ahli–ahli sosiologi kodokteran yang lebih banyak menjadikan bidang ini sebagai lapangan perhatian khusus mereka daripada ahli–ahli ilmu perilaku lainnya. Secara singkat epidemiologi berkenaan dengan distribusi dalam tempat dan prevalensi atau terjadinya penyakit, sebagaimana lingkungan alam atau lingkungan ciptaan manusia serta tingkah laku manusia.
Para ahli epidemiologi mempunyai tugas membuat korelasi-korelasi dalam hal insiden penyakit dalam hal menetapkan petunjuk tentang pola-pola penyebab penyakit yang kompleks, atau tentang kemungkinan-kemungkinan dalam pengawasan penyakit. Epidemiologi berorientasi pada usaha mncapai suatu tujuan, dalam arti tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan, mengurangi timbulnya semua ancaman kesehatan. Dalam sejarahnya keberhasilan epidemiologi patut dicatat dalam berbagai pencegahan penyakit, misalnya penyakit gondok perlu ditangani dengan pemberian yodium. Akhir praktis dari studi-studi epidemiologi dibuktikan dengan kenyataan bahwa ilmu ini merupakan landasan ilmiah bagi sebagian besar profesi kesehatan masyarakat.[15] 
7.             Misteri Kuru
Kuru, merupakan nama penyakit yang ditemukan pada penduduk Fore Selatan, di Dataran Tinggi Timur Papua Nugini. Penyakit furu menunjukkan karakteristik epidemiologis yang tidak lazim. Ditemukan bahwa penderitanya berpengaruh kuat pada garis keturunan. Dengan penyakit misterius ini, pada tahun 1957 Carleton Gajdusek meneliti masyarakat ini selama 10 bulan. Dalam penelitiannya dia menyatakan bahwa “...dibutuhkan mutasi yang dominan atau setengah dominan yang pasti telah timbul pada seorang individu, berabad-abad sebelum kelompok itu memiliki kemajuan yang demikian selektif, sehingga gen itu dapat menyebar pada ribuan keturunan dari sel pembawa pertamanya.
Dengan demikian kuru mempunyai ciri sebagai penyakit makhluk manusia pertama yang disebabkan oleh virus yang bekerja lamban. Furu sering didentikkan dengan praktek kanibalisme yang membudaya. Fraktek kanibalisme tersebut dipraktekkan dengan memasak otak wanita yang telah meninggal untuk dimakan oleh wanita lain yang merupakan keluarganya, dan sisanya dibagikan kepada anak-anaknya. Praktek kanibalisme ini kemudian dilarang keras, dan pada akhirnya penyebaran penyakit kuru mulai berkurang. Tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah bagaimana awal mula penyakit ini dapat menjangkiti warga Furu selatan dan bagaimana virus tersebut tersembunyi menjelang tahun 1910.[16]
8.             Ekologi dan Pembangunan
Kebalikan dengan gerakan ekologi Amerika akhir–akhir ini, bagi sebagian terbesar penduduk dunia, istilah “pembangunan” mempunyai konotasi yang positif. Mereka yakin bahwa melalui “pembangunanlah” maka pemanfaatan yang rasional atas sumber daya manusia dan fisik dapat diperoleh, kemiskinan dapat diberantas, pendidikan menjadi universal, penyakit dapat diatasi, dan standar kehidupan menjadi dapat diterima.
Pembangunan memang harus ada karena tidak ada alternatif lain bagi dunia yang semakin padat. Namun ada pembangunan yang baik, dan pembangunan yang buruk. Kebudayaan adalah sistem kkeseimbangan yang rumit yang tidak akan berubah begitu saja, sehingga inovasi yang dianggap baik oleh suatu bidang (misalnya pertanian) kemudian menimbulkan perubahan-perubahan kedua dan ketiga dibidang lain (misalnya kesehatan) yang dampaknya melebihi keuntungan yang diharapkan. Hampir selalu terdapat “konsekuensi-konsekuensi yang tak terduga pada inovasi yang terencana” beberapa diantaranya ada yang baik, namun banyak yang kemudian menjadi tidak diinginkan. DuBos menyatakan model “konsekuensi yang tak terduga” yang berorientasi budaya ini dengan istilah ekologi.
Hughes dan Hunter berpendapat bahwa setiap program yang merubah hubungan yang telah ada antara manusia dan lingkungannya, haruslah dilihat dari kerangka ekologi. Pembangunan yang sukses juga sering secara berarti menimbulkan penyakit-penyakit tertentu, menimbulkan masalah-masalah kesehatan yang sebelumnya tidak ada atau yang relatif lebih sedikit. Penyakit penghambat pembangunan; sehingga penyakit merupakan daya pendorong bagi timbulnya perkembangan layanan-layanan kesehatan.[17]
9.             Penyakit–penyakit Pembangunan
Tidak semua penyakit secara sama dipengaruhi oleh pembangunan, walaupun tampaknya semua keseimbangan penyakit, pada tingkatan tertentu, dipengaruhi oleh perubahan–perubahan akibat pembangunan. Memang ada beberapa penyakit yang prevalensinya telah amat luas tersebar melalui kegiatan–kegiatan pembangunan, sehingga Hughes dan Hunter menganjurkan penggunaan istilah “penyakit–penyakit pembangunan” atau dengan istilah lain yang serupa, penyakit–penyakit “iatrogenik” yang terjadi akibat pengobatan medis dan penyakit – penyakit “developo – genik”.
Penyebab-penyebab lahirnya “penyakit Pembangunan” adalah sebagai berikut.
a.              Pembangunan lembah sungai,
b.             Pembudidayaan tanah,
c.              Pembangunan jalan raya,
d.             Urbanisasi, dan
e.              Program-program kesehatan masyarakat.[18]

C.           Sistem Medis
1.             Sistem medis sebagai strategi adaptasi sosial-budaya
Dalam subbab ini, pemakalah akan memaparkan mengenai kerangka berfikir pranata sosio-budaya. Selain itu, penulis juga akan strategi adaptasi biologis yang dianggap melahirkan evolusi manusia, dan strategi adaptasi sosial-budaya yang melahirkan sistem medis, tingkah laku dan bentuk-bentuk kepercayaan yang berlandaskan budaya, yang timbul secara respon terhadap ancaman-ancaman yang disebabkan oleh penyakit.
Penyakit merupakan kondisi manusia yang dapat diramalkan; dan merupakan gejala biologis maupun kebudayaan yang bersifat universal. Dalam ketiadaan keterampilan untuk menyembuhkan, maka menghindar atau meninggalkan adalah perilaku adaptif, yang merupakan sejenis obat preventif, dimana “karantina” primitif mengurangi bahaya terkenanya individu-individu yang sehat oleh kuman-kuman atau virus yang menular. Seperti halnya pada hewan, individu yang mengidap penyakit infeksi menghadapkan rekan-rekannya pada epidemi penyakit.
Namun pada dasarnya manusia lebih sering berusaha menyembuhkan si sakit, daripada mengkarantinanya. Bentuk perhatian ini bukan semata-mata manusiawi, walaupun ada pada sebagian masyarakat merawat yang sakit, melainkan suatu bentuk tingkah laku adaptif baru yang didasari logika dan juga rasa kasih. Setiap individu memiliki perannya masing-masing dalam kehidupan. Ketika penyakit menyerang, peran tersebut akan tidak dapat dilakoninya. Oleh karena itulah diperlukan adanya perawatan pada penderita sakit. Hal ini dimaksudkan agar penderita dapat kembali pada perannya ketika telah sembuh.
Upaya penyembuhan ini akan menghasilkan waktu yang cukup banyak dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu masyarakat pada akhirnya menciptakan suatu strategi adaptasi baru dalam menghadapi penyakit. Strategi ini memaksa manusia untuk menaruh perhatian utama pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam usahanya untuk menanggulangi penyakit, manusia telah mengembangkan suatu kompleks luas dari pengetahuan, kepecayaan, teknik, peran, norma-norma nilai-nilai, ideologi, sikap, adat-istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang yang saling berkaitan dan membentuk satu sistem yang saling menguatkan dan saling membantu.(Saunders 1954:7) kompleks yang luas tersebut dan hal–hal lainnya yang kita anggap dapat dittambahkan pada daftar tersebut, membentuk suatu “sistem medis”.
Istilah tersebut mencangkup keseluruhan dari pengetahuan kesehatan, kepercayaan, keterampilan, dan praktek-praktek dari para anggota dari tiap kelompok. Istilah tersebut harus digunakan dalam artian komperehensif yang mencangkup seluruh aktivitas klinik, pranata-pranata formal dan informal serta segala aktivitas lain, yang betapapun menyimpangnya, berpengaruh terhadap derajat kesehatan kelompok tersebut dan meningkatkan berfungsinya mesyarakata secara optimal.[19]
2.             Teori penyakit dan sistem perawatan kesehatan
Untuk merumuskan satu konsep yang mengikuti seluruh sistem medis adalah suatu masalah tersendiri, sedangkan menganalisis dan mengkajinya adalah masalah lain. Maka dalam pelaksanaan, Foster mencari subsistem atau pranata-pranata ganda di dalam suatu sistem medis agar dapat menanganinya secara sistematis. Sistem medis dari semua kelompok setidaknya terpecah dalam dua kategori dasar, yaitu; suatu sistem “teori penyakit”dan “sistem perawatan kesehatan”.
Suatu sistem teori penyakit meliputi mengenai kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-citi sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain yang digunakan oleh para dokter. Sistem-sistem teori penyakit berkenaan dengan kausalitas, penjelasan yang diberikan oleh penduduk mengenai hilangnya kesehatan, dan penjelasan mengenai pelanggaran tabu mengenai pencurian jiwa orang mengenai keseimbangan antara unsur panas-dingin dalam tubuh atau kegagalan pertahanan immunologi organ manusia terhadap agen-agen patogen seperti kuman-kuman dan virus. Dengan demikian, suatu sistem teori bagian dari orientasi kognitif anggota-anggota kelompok tersebut.
Suatu sistem perawatan kesehatan adalah suatu pranata sosial yang melibatkan interaksi antara sejumlah orang, setidaknya pasien dan penyembuh. Fugsi yang terwujudkan dari suatu sistem perawatan kesehatan adalah untuk memobilisasi sumber-sumber daya si pasien, yakni keluarganya dan masyarakatnya, untuk menyertakan mereka untuk mengatasi masalah tersebut.












[1] Makalah ini disusun oleh, Anita (1110015000015), pada tanggal 25 Desember 2012                                        
[2] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 1.
[3] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 2.
[4] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 5.
[5] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 6.
[6] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 7.
[7] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 7.
[8] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 8.
[9] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 8.
[10] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 10.
[11] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 11.
[12] George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 13.
[13]  Lihat: George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 21-23.
[14] Lihat: George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 23-25.
[15] Lihat: George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 25-27.
[16] Lihat: George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 27-29.
[17] Lihat: George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 29-32.
[18] Penjelasan lengkap dapat lihat: Lihat: George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 32-38.
[19] Lihat: George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 41-45.

UNSUR-UNSUR POKOK PERENCANAAN PEMBANGUNAN[1]

A.          Pengertian Perencanaan Pembangunan
Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan. (Abdul Rahman, 1973) Sedangkan Pembangunan dalam bahasa Indonesia dimaknai dengan; Pertama, “berasal dari kata “bangunan” yang berkonotasi fisik. Dalam hal ini pembangunan bermakna membuat infrastruktur “bangunan-bangunan.” Kedua, “Pembangunan” berasal dari “bangun”, yang bermakna bangkit, aktif, tidak berdiam diri. Lawan dari “duduk”, pasif, diam, tetap, bahkan mundur.[2]
Sedangkan menurut Barat, pembangunan diambil dari istilah develop, developing, dan development. Develop bermakna:
1.             Grow or cause to grow and become larger or more advanced, dan
2.             Convert (land) to a new purpose, especially by constructing buildings.
Development bermakna;
1.             The process of developing or being developed. a specified state of growth or advancement.
2.             A new product or idea.
3.             An event constituting a new stage in a changing situation.
4.             An area of land with new buildings.
Developing country bermakna; poor agricultural country that is seeking to become more advanced economically and socially. [3]
Jadi pembangunan dalam pandangan Barat secara bahasa terangkum pada kata kunci: grow, advancement, new, larger, change (tumbuh, kemajuan, pembaruan, perluasan atau pembesaran, perubahan, dll). Dan lawan dari pembangunan menurut konsep Barat adalah; tetap, mundur, penyempitan, pengurangan, stabil, tidak berubah, dll. [4]
Dengan melihat definisi diatas, maka definisi perencanaan pembangunan menurut para ahli adalah sebagai berikut.
1.             Menurut Arthur W. Lewis (1965), Perencanaan pembangunan sebagai suatu kumpulan kebijaksanaan dan program pembangunan untuk merangsang masyarakat dan seasta untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia secara lebih produktif.
2.             Menurut M. L. Jhingan (1984), Perencanaan pembangunan pada dasarnya merupakan pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula.
3.             Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah suatu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, jangka menegah dan tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Dengan demikian perencanaan pembangunan merupakan cara atau teknik untuk mencapai tujuan pembangunan secara tepat, terarah, dan efisien sesuai dengan kondisi negara atau daerah bersangkutan.[5] Atau dapat juga disimpulkan perencanaan pembangunan merupakan suatu rencana pembangunan untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap (steady social economy growth).[6]
Ketika menelisik lebih dalam pada ajaran Islam, makna pembangunan tidaklah sesuai untuk menggambarkan sebuah kemajuan masyarakat. Pembangunan yang hanya mengedepankan aspek fisik hanya menjadi tolak ukur semu dalam sebuah kemajuan. Setidaknya konsep pembangunan dalam bahasa Arab modern memiliki tiga istilah, yaitu; Tanmiyyah (tumbuh, growth), Taghayyur (berubah, change), dan Taqaddum (maju, advance, forwardness). Ketika meletakkan standar pembangunan sesuai perspektif Barat, bangsa Indonesia akan kesulitan beranjak dari standar tersebut. Dan oleh karena itu, bangsa Indonesia harus meletakkan standar pembangunan dalam konsep yang benar, yaitu sesuai dalam perspektif Islam.
Pembangunan dalam pandangan Islam tercermin dalam al-Qur’an sebagai Ishlah (ุงุตู„ุญ-ูŠุตู„ุญ-ุงุตู„ุงุญ). Secara bahasa berarti “memperbaiki”, “reformasi pada yang lebih baik”, “mendamaikan agar menjadi baik dan sesuai”. Ishlah berhubungan dengan shalih, mushlih, yakni “baik”, jadi pembangunan dalam Islam berarti perbaikan mengacu pada al-Qur’an dan Sunnah. Islah dalam bahasa Indonesia sudah menyempit maknanya menjadi mendamaikan, meskipun sebenarnya “memperbaiki”. Baik tidak selalu bermakna bertambah, maju, bergerak, membangun, dll sebagaimana difahami dalam konsep pembangunan Barat.
Pembangunan dalam Islam utamanya ditujukan untuk membangun individu-individu yang baik, bukan warga negara yang baik semata. Individu yang baik, akan mengetahui mana yang perlu dibangun, ditambah, dikurangi, diprioritaskan. Sebab ia memahami adab. Pembangunan individu yang baik hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. Terutama pendidikan tinggi. Kemajuan kadangkala harus melihat kebelakang, pada zaman Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam sebagai tolak-ukur kemajuan dan bahkan zaman alastu untuk keselamatan ukhrawi. To move forward you must look backward, not to stay backward. [7]

B.            Unsur-unsur Pokok dalam Perencanaan Pembangunan
Dalam suatu perencanaan pembangunan menurut Barat terdapat beberapa unsur-unsur pokok. Unsur-unsur ini mungkin di telah atau di uraikan dalam satu atau beberapa bab bahkan mungkin dalam beberapa bagian dari suatu bab. Cara penyajiannya berbeda-beda antara rencana-rencana pembangunan berbagai negara.
Secara umum unsur-unsur pokok yang terdapat dalam perencanaan pembangunan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.             Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar perencanaan pembangunan. Sering juga disebut sebagai tujuan, arah, dan prioritas-prioritas pembangunan. Meliputi pula sebagai sasaran pembangunan. Unsur ini merupakan dasar daripada seluruh rencana, yang kemudiaan di tuangkan dalam unsur-unsur pokok perencanaan pembangunan lainnya. Salah satu hal yang penting dalam hal ini adalah, penetapan tujuan-tujuan rencana.
2.             Unsur pokok yang kedua adalah adanya kerangka rencana. Seringkali hal ini disebut juga sebagai kerangka makro rencana. Dalam kerangka ini dihubungkan berbagai varibael-variabel pembangunan (ekonomi) serta implikasi hubungan tersebut.
3.             Perkiraan sumber-sumber pembangunan merupakan unsur pokok dalam penyusunan rencana pembangunan. Khususnya adalah sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Seringkali hal ini merupakan bagian dari penelaahan kerangka makro rencana. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan merupakan keterbatasan yang strategis dalam usaha pembangunan deengan demikian perlu diperkirakan secara seksama.
4.             Unsur pokok yang lain dalam perencanaan pembangunan adalah uraian tentang rencana kebijaksanaan yang konsisten. Berbagai kebijaksanaan perlu dirumuskan dan kemudian dilaksanakan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan perencanaan pembangunan itu antara lain kebijaksanaan fiskal, kebijaksanaan penganggaran, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan harga serta berbagai kebijaksanaan sektoral lainnya. Kecuali itu juga penting kebijaksanaan pembangunan daerah-dareah.
5.             Unsur pokok kelima dari perencanaan pembangunan adalah program investasi. Program investasi ini dilakukan secara sektoral, misalnya dibidang pertanian, industri, pertambangan, pendidikan, perumahan, dan lain-lain. Penyusunan program investasi secara sektoral ini dilakukan bersamaan dengan penyusunan sasaran-sasaran rencana. Caranya ialah dengan merencanakan program-program investasi tersebut sampai dengan komponen unit kegiatan usaha yang terkecil yaitu proyek-proyek pembangunan.
6.             Unsur pokok yang terakhir dalam perencanaan pembangunan adalah administrasi pembangunan. Salah satu segi penting dalam proses perencanaan adalah pelaksanaanya, dan untuk ini diperlukan suatu administrasi negara yang mendukung usaha perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tersebut. Perencanaan penyempurnaan administrasi negara dan pembinaan sistem administrasi untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perlu direncanakan sebagai bagian integral dari rencana pembangunan itu sendiri. Dalam usaha tersebut  termasuk pula penelaahan terhadap mekanisme dan kelembagaan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Semua ini disebut administrasi pembangunan.[8]
Tidak semua perencanaan maupun rencana-rencana seperti diuraikan dalam bagian-bagian terdahulu adalah suatu perencanaan pembangunan. Ada beberapa hal yang membedakan suatu perencanaan pembangunan yaitu dipenuhinya dengan ciri-ciri tertentu. Ciri- ciri perencanaan suatu pembangunan adalah :
1.             Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang mantap. Hal ini dicerminkan dalam usaha pertumbuhan ekonomi yang positif.
2.             Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan per-kapita.
3.             Usaha untuk mengadakan perubahan struktur  ekonomi.
4.             Usaha perluasan kesepakatan kerja.
5.             Usaha pemerataan pembangunan, seringkali disebut sebagai distributive justice.
6.             Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.
7.             Usaha secara terus menerus menjaga stabilitas ekonomi.[9]
Adapun terdapat pula fungsi-fungsi suatu perencanaan pembangunan. Fungsi-fungsi perencanaan pembangunan adalah sebagai berikut:
1.             Dengan perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.
2.             Dengan perencanaan dapat dilakukan suatu perkiraan suatu potensi-potensi, prospek-prospek perkembangan, hambatan serta resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang.
3.             Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pemilihan yang tetbaik.
4.             Dengan perencaanaan dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya tujuan.
5.             Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan dan evaluasi.[10]

C.          Visi dan Misi Pembangunan
Visi pembangunan Indonesia adalah “Terwujudnya masyarakat yang tertib, sejuk, nyaman, unggul, dan maju.”[11] Sebuah visi yang cukup baik. Sedangkan misi pembangunan nasional adalah sebagai berikut;
1.             Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
2.             Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan; membangun infrastruktur yang maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
3.             Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
4.             Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelijen dan kontra-intelijen negara dalam penciptaan keamanan nasional; serta meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan semesta.
5.             Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi.
6.             Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
7.             Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
8.             Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional adalah memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang.[12]

D.           Prioritas dalam Pembangunan
Pedoman penyusunan RAPBN 2012 adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2012. Penyusunan RAPBN 2012 juga memperhatikan saran dan pendapat DPR-RI serta pertimbangan DPD-RI yang disampaikan dalam forum pembicaraan pendahuluan pada bulan Juni 2011 yang lalu.
Dalam RKP 2012, Pemerintah akan fokus dalam 11 prioritas pembangunan nasional. 11 prioritas tersebut adalah Reformasi dan Tata Kelola, Pendidikan, Kesehatan dan Kependudukan, Penanggulangan Kemiskinan, Ketahanan Pangan, Infrastruktur, Iklim Investasi dan Iklim Usaha, Energi, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik. “Terakhir adalah Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi”.Selain itu, RKP 2012 juga menambahkan tiga prioritas lainnya, yaitu bidang politik, hukum, dan keamanan; bidang perekonomian, dan bidang kesejahteraan.
Dengan tema dan prioritas pembangunan nasional RKP 2012 tersebut, kebijakan fiskal dalam RAPBN tahun 2012 diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu peningkatan kesejahteraan rakyat. Kesemua prioritas pembangunan nasional tersebut bertumpu pada empat pilar yang telah dicanangkan pemerintah, yakni  pro growth, pro job, pro poor serta pro environment.[13]

E.            Kebijakan dan Program Pembangunan
  Pemerintah harus menetapkan kebijaksanaan pembangunan yang tepat demi berhasilnya rencana pembangunan dan untuk menghindari kesulitan yang mungkin timbul dalam proses pelaksanaannya. Dalam hal ini Lewis mencatat unsur-unsur utama kebijakan pembangunan yang meliputi:
1.             Penyelidikan potensi pembangunan; survei sumberdaya nasional, penelitian ilmiah; penelitian pasar;
2.             Penyediaan prasarana yang memadai (air, listrik, transportasi dan telekomunikasi) apakah oleh badan usaha negara atau swasta;
3.             Penyediaan fasilitas latihan khusus dan juga pendidikan umum yang memadai untuk menyediakan ketrampilan yang diperlukan;
4.             Perbaikan landasan hukum bagi kegiatan perekonomian, khususnya peraturan yang berkaitan dengan hak atas tanah, perusahaan, dan transaksi ekonomi;
5.             Bantuan untuk menciptakan pasar yang lebih banyak dan dan lebih baik;
6.             Menemukan dan membantu pengusaha yang potensial, baik dalam negeri maupun luar negeri;
7.             Peningkatan pemanfaatan sumber daya secara lebih baik, baik swasta maupun negara. Keberhasilan perencanaan pembangunan dapat dinilai terutama dengan menguji berbagai usulan dari masing-masing unsur tersebut.
Kebijakan yang baik dapat membantu keberhasilan suatu perencanaan, tetapi dia tidak dapat menjamin keberhasilan. Karenanya, Lewis menyamakan perencanaan pembangunan dengan obat.Obat yang berada di tangan seorang praktisi yang baik dapat memberikan hasil yang manjur, tetapi masih mungkin terjadi bahwa pasien yang diharapkan hidup ternyata mati dan yang diharapkan mati ternyata hidup.[14]



[1] Makalah ini disusun oleh, Anita (1110015000015), dipresentasikan pada tanggal 27 September 2012.
[2] Definisi ini dikutip dari sebuah slide presentasi Muhammad Ishaq yang bertema “Konsep Islam tentang Kemajuan dan Pembangunan.” Slide ini dibuat berdasarkan sumber utama buku-buku Prof. Wan Muhammad Nor Wan Daud mengenai pembangunan menurut Syed Muhammad naquib al-Attas. 
[3] Muhammad Ishaq, Konsep Islam tentang kemajuan dan pembangunan. PIMPIN 2011.
[4] Muhammad Ishaq, Konsep Islam tentang kemajuan dan pembangunan. PIMPIN 2011.
[5]Pengertian perencanaan pembangunan diakses melalui internet http//cassiouvheyaa.wordpress.com pada tanggal 24 September 2012.
[6] Lihat. Materi Kuliah Sosiologi Pembangunan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan pendidikan IPS. Slide ini disusun oleh Syaripulloh, M.Sc.
[7] Muhammad Ishaq, Konsep Islam tentang Kemajuan dan Pembangunan. PIMPIN 2011.
[8] Bintoro Tjokroamidjojo, Perencanaan Pembangunan. (Jakarta: CV Haji Masagung, 1976), Hlm 45.
[9] Bintoro Tjokroamidjojo, Perencanaan Pembangunan. (Jakarta: CV Haji Masagung, 1976), Hlm 45.
[10] Ciri-ciri dan fungsi perencanaan pembangunan diakses melalui internet jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/81081624.pdf pada tanggal 24 September 2012
[11] Lihat kembali. Materi Kuliah Sosiologi Pembangunan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan pendidikan IPS. Slide ini disusun oleh Syaripulloh, M.Sc.
[12] Visi dan misi pembangunan diakses melalui internet http://dispenmaterikuliah.blogspot.com/2011/03/visi-dan-misi-pembangunan-nasional.htmlpada tanggal 23 september 2012
[13]Prioritas dalam pembangunan diakses melalui internet http://www.perbendaharaan.go.id/new/index.php?pilih=news&aksi=lihat&id=2688 pada tanggal 23 september 2012
[14]Kebijakan dalam pembangunan diakses melalui internet http://www.sylabus.web44.net/pembangunanfile/kuliah6.htmpada tanggal 23 september 2012