Minggu, 10 Juni 2012

Saya tak peduli dengan urusan nt dengan Allah

Hari selasa minggu lalu seperti biasanya, saya menjalani aktivitas rutin sebagai seorang mahasiswi. Berkutat dengan debu-debu Ciputat untuk berjalan dalam pencarian sebuah makna belajar. Hari selasa sangat menyenangkan bagi saya karena pada sore harinya saya akan ke pondok tercinta.
Perkuliahan awal seperti biasanya, saya menghadapi seorang dosen yang selalu mengulur waktu sesuka hatinya. Tapi sangat bodoh, justru hari ini sayalah yang mengaretkan waktu hampir satu jam untuk mengeprint beberapa tulisan. Pada akhirnya saya terlambat. Alhamdulillah dosen belum mengabsen dan menyatakan saya tidak boleh masuk ruangan. Pada akhirnya saya memilih duduk di barisan paling belakang untuk memperhatikan beberapa teman yang sedang presentasi.
Mata kuliah pertama saya hari ini adalah "Bahasa dan Kebudayaan". Saya tidak menyukai mata kuliah ini, disamping dosennya sedikit membosankan, mata kuliah ini juga tidak menarik minat saya sama sekali. Dengan malas saya membaca lembar demi lembar makalah teman saya yang sedang presentasi  Kali ini sang presentator adalah Reza, Ibnu, dan si Farhan (sang liberal). Mereka membawakan makalah mengenai hermeneutika (judul yang kontrofersial).
Saat presentasi, seperti biasanya Farhan memancing saya untuk membantah teori-teiri yang dikeluarkannya. Seperti biasanya juga, saya tidak akan tinggal diam atas opini ngawur khas orang liberal ini. Namun saya tidak terburu-buru mengambil langkah untuk membantahnya. Saya menunggu saat-saat terakhir saja. Agar puas mengemukakan opini.
Saya sangat suka dengan pendapat Reza mengenai hermeneutik. Dia mengutarakan apa yang ada dalam fikiran saya. Dia berusaha membantah metode penafsiran ini diterapkan pada Al Qur'an. Namun seperti biasanya Farhan tidak menerima begitu saja dan mengeluarkan jurus-jurus liberalnya yang membuat telinga saya memerah serta merasa panas. Susah cukup kesabaran saya menghadapi argumen sok ilmiahnya, saya pun membantah dengan tegas berbagai argumennya. Saat itu, bergantian dialah yang akhirnya sedikit marah.
Sebenarnya saya merasa lelah menanggapi orang ini. Tapi saya tidak dapat diam saja menghadapi orang yang jelas-jelas menghina Islam secara halus dengan sok ilmiah. Argumen saya cukup kuat dan akhirnya memancingnya mengatakan suatu hal yang bodoh. Yaitu menyobek-nyobek Al Qur'an.
Farhan jelas2 ingin membuktikan keliberalannya dengan menyobek-nyobek Al Qur'an,. Ah, saya masa bodoh untuk urusan dia dengan Allah,. kecuali jika dia menyobek-nyobek terlebih dahulu di depan mata saya, Amar ma'ruf dengan tangan akan segera dilaksanakan. Saya tidak habis fikir dengan orang ini. Padahal makalah yang dia buat kalau saya sobek-sobek juga dia akan sangat marah.
Saya sebenarnya lelah debat kusir dengan mereka di kelas.. jelas-jelas kami bertiga sudah memiliki framework masing-masing. Apa yang diperdebatkan di kelas hanya menjadi seperti upaya mempertahankan eksistensi diri di depan mahasiswa awam atau dosen yg membebek.. Jika yang dicari kalian adalah kebenaran bukan pembenaran, perdebatan sengit ini juaga tidak akan terjadi lagi. 

Yang pasti saya sangat kasihan pada Farhan, akibat salah pergaulan, lulusan Gontor ini menjadi seorang liberal. Naudzubillah pada akhirnya menjadi Harun Nasution.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar