Gender dalam Perspektif Agama dan Budaya, adalah judul Seminar Nasional pada hari rabu, 27 Juni 2012 pukul 10.00 sampai 12.00 WIB. Seminar ini adalah salah satu rangkaian acara Konvensi Nasional Gender 2012 yang bertempat di Smesco Exhibition and Convention Hall Jakarta. Konvensi Nasional ini merupakan acara tahunan yang telah terselenggara 8 kali sejak tahun tahun 2005. Acara ini diselenggarakan atas kerjasama Mitragender dan Inersia sebagai kelanjutan program Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan masa pemerintahan Indonesia Jilid 1. Menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak saat itu, Sri Redjeki Sumaryoto menjadi ketua presidium Mitragender Summit ini.
Mitragender atau Masyarakat Peduli Kesetaraan
dan Keadilan Gender sendiri adalah perkumpulan masyarakat yang berjuang untuk
meletakkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam konstribusinya
kepada bangsa dan negara. Mitragender memiliki tiga program, yaitu peningkatan
kapasitas kaum perempuan melalui pelatihan keterampilan di bidang organisasi
dan protokoler, pelatihan kerja, pengembangan data base perempuan dan jaringan
organisasi.
Seminar ini dilaksanakan untuk mencari solusi
atas permasalahan gender di Indonesia. Hadir sebagai narasumber utama yaitu
Prof. Dr. Nazaruddin Umar (Wakil Menteri Agama RI), H.M Busro (Komisi VIII DPR
RI), dan Henri Shalahuddin, M.A (peneliti Majelis Intelektual dan Ulama Muda
Indonesia). Seminar ini sedikit mengalami kendala disaat pemakalah pertama Prof.
Dr. Nazaruddin Umar dan H.M Busro terlambat ke lokasi. Akhirnya Henri
Shalahuddin menjadi pembicara pertama seminar yang dimoderatori Prof. Dr Aida
Vitalaya, M.Sc.
Sebagai peneliti MIUMI yang kritis terhadap
Rancangan Undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender, Henri Shalahuddin
memaparkan berbagai definisi feminis dan gender yang bertentangan dengan Islam.
Menurutnya, dari berbagai definisi istilah gender sendiri selalu berubah-ubah.
Awalnya istilah gender digunakan hanya untuk membedakan jenis kelamin biologis
antara perempuan dan laki-laki. Namun beberapa puluh tahun belakangan ini makna
gender mengalami perubahan bukan lagi perbedaan jenis kelamin biologis,
melainkan jenis kelamin sosial.
Menurutnya, pengesahan RUU KKG ini hanya akan
menimbulkan permasalahan baru bagi perempuan Indonesia. Beliau juga memaparkan
bukti bahwa perempuan Indonesia tidak mengalami diskriminasi sosial seperti
perempuan di Barat. Pengadopsian RUU KKG ini menjadi sebuah Undang-undang hanya
seperti upaya politik. Beberapa pasal membuktikan bahwa pengarusutamaan gender
akan menyebabkan perempuan Indonesia meninggalkan rumah tangganya secara penuh.
Padahal Islam tidak melarang perempuan untuk keluar rumah jika tetap
memperhatikan peran utamanya sebagai pengatur rumah tangga. Yang benar untuk
konsep di Indonesia bukanlah kesetaraan gender, melainkan sebuah keserasian
gender.
Peserta seminar yang terdiri dari 7 Provinsi
dan 27 kabupaten seluruh Indonesia ini merupakan aktivis gender dari berbagai
wilayah di Indonesia. Mereka menyayangkan pemaparan dari Henri Shalahuddin yang
jauh dari perjuangan pembebasan penindasan perempuan Indonesia. Bahkan
kekecewaan ini berlanjut ketika moderator memberikan kesempatan 5 orang penanya
untuk bertanya. Namun karena wakil menteri agama dan perwakilan DPR telah tiba,
pertanyaan hanya diperkenankan kepada 1 orang penanya. Pertanyaanyang
disampaikan oleh perserta-pun lebih banyak menyudutkan posisi Henri Shalahuddin
yang dinggap bias gender.
Setelah tiba, wakil menteri agama Prof. Dr.
Nazaruddin Umar langsung memberikan apresiasi terhadap para peserta. Beliau
menyatakan bahwa apa yang telah ibu-ibu lakukan merupakan suatu hal yang benar
dan bermartabat. Berbagai budaya Islam di Arab sesungguhnyalah yang menjadikan
perempuan dalam Islam terdiskriminasi. Budaya Arab yang patriarki
menjadikan perempuan tidak dapat berkembang karena terdapat larangan untuk
beraktivitas diluar rumah. Bukti sejarahpun menunjukkan bahwa penafsiran
terhadap ayat suci yang salah menjadikan perempuan ini mengalami diskriminasi.
Ini adalah salah satu permasalahan yang membuah
perempuan tidak dapat menjadi seorang pemimpin. Menurutnya Nabi Muhammad Saw
mencontohkan kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga. Khadijah dapat menjadi
kepala rumah tangga karena beliaulah yang mencari nafkah. Kesimpulan atas
pemaparannya adalah bahwa ajaran Islam yang murni tidak memposisikan perempuan
sebagai kelas kedua melainkan sederajat dan setara dengan laki-laki. Oleh
karena itu diperlukan pembedaan antara ajaran Islam murni yang memihak kepemimpinan
perempuan dan budaya Arab yang tidak memihak kepentingan perempuan.
Dalam hal ini akhirnya kita perlu menerjemahkan ayat sesuai konteks budaya
Indonesia. Selanjutnya diperlukan konsep gender yang sesuai dengan
kebudayaan Indonesia, yaitu gender equity, bukan gender equality karna makna
gender equality terlalu kuantitatif.
Pembicara lainnya sebagai perwakilan komisi 8
DPR RI H.M Busro menyatakan bahwa RUU kesetaraan dan keadilan gender ini masih
sangat mentah dan memerlukan berbagai pihak untuk menyempurnakannya. Berbagai
issue yang selama ini berkembang hanya menjadikan RUU KKG ini terhambat untuk
dikaji. Beberapa pihak juga secara salah menunjukkan keburukan RUU ini saja
hingga penolakan dari masyarakat akhirnya berkembang.
Seminar ini ditutup dengan kesimpulan
moderator. Menurut Prof. Dr. Aida Vitayaia, perbedaan pendapat dalam diskusi
merupakan suatu hal yang lumrah. Yang terpenting adalah menurutnya adalah kita
semua harus menganalisis konsep keadilan dan kesetaraan gender ini dengan
seksama sehingga pada akhirnya perempuan mampu memperoleh haknya.
Gender Summit 2012 yang berlangsung 26-30 Juni
ini 2012 itu diikuti sekitar 300 perserta dari seluruh Indonesia dan diisi
kegiatan studi kebijakan dengan pembicara para pejabat eselon I dari sejumlah
departemen, dialog dengan prestasi perempuan bidang politik dan pendidikan
Indonesia. Juga serangkaian kegiatan (Konvensi Nasional Gender 2012, Gender
& Women Expo 2012, Festival Perempuan dalam Media 2012, Anugerah Mitragender 2012 & Launching Direktori
Gender dan Pemberdayaan Perempuan 2012).


Tidak ada komentar:
Posting Komentar