Selasa, 23 Juli 2013

Sosiologi Pedesaan

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Isu mengenai lingkungan hidup semakin sering terdengar ketika geliat modernisasi semakin mengudara. Lingkungan hidup sebagai tempat tinggal manusia menjadi korban ulah manusia yang melakukan perubahan tanpa memperhatikan aspek jangka panjang. Manusia sebagai makluk berbudaya melakukan eksploitasi alam besar-besaran dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup. Hingga akhirnya semboyan mengenai penyelamatan lingkungan kian gencar dilakukan oleh para pelaku pemerhati lingkungan. Berbagai upaya dilakukan agar dapat  menyelaraskan diri dengan alam. Studi-pun gencar dilakukan dengan berbagai pendekatan ekologi.

Ekologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup dengan lingkungannya. Pendekatan ekologi banyak dilakukan oleh masyarakat yang menganut sistem organik, yaitu masyarakat pedesaan. Hal ini menurut Durkheim disebabkan masyarakat pedesaan lebih peka terhadap alam karena ketergantungan terhadap alam masih sangat tinggi. Masyarakat pedesaan berupaya selalu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Hal inilah yang disebut sebagai adaptasi. Adaptasi tidak serta merta hadir dalam diri individu, melainkan memerlukan proses yang berlangsung lama secara bertahap. Adaptasi pada dasarnya selalu dikaitkan dengan teori evolusi yang dikemukakan Charles Darwin. Menurutnya makhluk hidup mengalami seleksi alam hingga menjadi makhluk sempurna seperti sekarang. 

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan, maka perumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud adaptasi dan bentuk adaptasi dalam masyarakat?
2. Apakah yang dimaksud ekologi dan pola adaptasi masyarakat terhadap ekologi?
3. Begaimana contoh pola adaptasi masyarakat terhadap ekologi?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian adaptasi dan bentuk adaptasi dalam masyarakat.
2. Mengetahui  pengertian ekologi dan pola adaptasi masyarakat terhadap ekologi.
3. Mengetahui contoh pola adaptasi masyarakat terhadap ekologi.


BAB II
BENTUK ADAPTASI MASYARAKAT DAN POLA EKOLOGI

A. Pengertian Adaptasi Masyarakat
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, adaptasi adalah penyesuaian diri dengan lingkungan, pekerjaan, dan sebagainya.  Sesuai definisi ini, adaptasi dapat diartikan sebagai penyesuaian diri sebagaimana dikemukakan para ahli, yaitu:

1. W. A. Gerungan menyebutkan bahwa penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastis).
2. Menurut Soeharto Heerdjan, penyesuaian diri adalah usaha atau tingkah laku untuk mengatasi hambatan. 
3. Menurut Mustofa Fahmi, penyesuaian diri merupakan proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuan seseorang agar terjadi hubungan yang lebih sesuai
antara dirinya dan lingkungannya. 
4. Menurut Schmeider penyesuian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang (adaptation). Yaitu;1) Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), 2) Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity) dan 3) Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery). 

Tiga pandangan yang dikemukakan Scmeider tersebut sama-sama memaknai penyesuaian diri, akan tetapi sesuai dengan istilah dan konsep masing-masing memiliki pendekatan yang berbeda-beda.  Pada dasarnya ada beberapa cara penyesuaian diri yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara penyesuaian bentuk organ tubuh, penyesuaian kerja organ tubuh, dan tingkah laku dalam menanggapi perubahan lingkungan. 

Dalam kamus The Penguin Dictionary of Sociology, Adaptasi yang dalam bahasa Inggris disebut adaptation merujuk pada teori evolusi masyarakat yang dikemukakan Claude Henry Saint Simon, Auguste Comte, Herbert Spencer dan kebanyakan sosiolog dan antropolog fungsionalis. Mereka menyebut diri sebagai neo-evolusionisme Darwin dan mengaitkan seleksi alam dan adaptasi sebagai bagian dari ilmu biologi. 

“… Functionalism used an organismic model of society and found in Darwinian evolutionary theory an explanation of how organisms changed and survived that appeared compatible with its own assumptions. The starting point was the adaptation of societies to their environments. Environments included both the natural world and other social systems. Changes in society, deriving from whatever source, provided the basic material of evolution. Those changes which increased a society's adaptive capacity, measured by its long-run survival, were selected and became institutionalized, following the principle of the survival of the fittest…” 

Para fungsionalis menggunakan model organismik masyarakat yang ditemukan pada teori evolusi Darwin. Dalam teori ini terdapat penjelasan tentang perubahan organisme yang muncul secara kompatibel dengan asumsi sendiri. Titik awal perubahan ini adalah adaptasi masyarakat dengan lingkungan mereka. Lingkungan yang dimaksud adalah alam dan sistem sosial. Perubahan dalam masyarakat dapat berasal dari sumber apa pun, asalkan tetap berupa evolusi. Berbagai perubahan untuk meningkatkan kapasitas adaptif suatu masyarakat diukur dengan kelangsungan hidup jangka panjangnya, kemudian dipilih dan dilembagakan, mengikuti prinsip survival of the fittest.  

Adaptasi masyarakat dapat diartikan sebagai proses penyesuaian diri yang dilakukan sekelompok orang yang mempunyai tujuan bersama untuk dapat berkesuaian dengan kondisi lingkungannya.  Lingkungan tersebut dapat berupa alam tempat hidupnya yang memiliki peran besar dalam keberlangsungan hidupnya. Penyesuaian masyarakat terhadap lingkungan sosial global dapat ditandai dengan perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat atau respon terhadap kebudayaan global yang masuk ke dalam budaya lokalnya. Penyesuaian tersebut dipandang secara positif maupun negative, tergantung pada keterbukaan masyarakat terhadap teknologi, informasi dan komunikasi yang berkembang.

Untuk dapat menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, masyarakat yang mempergunakan pikiran, perasaan, dan kehendaknya. Selain itu, dalam menyerasikan diri dengan lingkungan-lingkungan tersebut manusia senantiasa hidup dengan sesamanya untuk menyempurnakan dan memperluas sikap dan tindakannya agar tercapai kedamaian dengan lingkungannya. Dengan demikian menurut Soerjono Soekanto, suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif, karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan dan untuk bertahan. 

B. Bentuk Adaptasi Masyarakat
Pada dasarnya ada dua bentuk adaptasi yang dilakukan oleh manusia, diantaranya yaitu:
1. Adaptasi morfologi, yaitu suatu penyesuaian diri manusia yang dilihat dari bentuk luar dan susunan tubuh manusia. 
2. Adaptasi fisiologi, yaitu penyesuaian diri yang berlangsung dalam tubuh manusia. Menggigil karena kedinginan dan berkeringat pada waktu panas merupakan contoh adaptasi secara fisiologi. Olahragawan yang hendak bertanding di pegunungan (dataran tinggi) kadar oksigennya agak rendah bila dibandingkan dengan dataran rendah memerlukan waktu untuk adaptasi fisiologi pernafasan dan peredaran darah untuk dapat bertanding degan baik. Salah satu bentuk adaptasi manusia terhadap berbagai faktor lingkungan yang menarik adalah penggunaan perubahan yang teratur secara periodik, beberapa faktor lingkungan fisik sebagai isyarat untuk mengatur suatu aktivitas. Dengan demikian, manusia dapat merencanakan daur hidup agar dapat memanfaatkan kondisi lingkungan yang menguntungkan untuk kelangsungan hidup. Cahaya, suhu, dan air merupakan faktor-faktor yang secara ekologis sangat penting di darat, sedangkan dilaut, cahaya, suhu dan salinitas atau kadar garam amat penting. 

Roy Ellen membagi tahapan adaptasi dalam 4 tipe, yaitu:
1. Tahapan phylogenetic yang bekerja melalui adaptasi genetik individu lewat seleksi alam, 
2. Modifikasi fisik dari phenotype atau ciri-ciri fisik, 
3. Proses belajar, dan 
4. Modifikasi kultural atau budaya.  

Modifikasi kultural atau budaya bagi Ellen menjadi tingkat teratas bagi manusia, dimana adaptasi budaya dan transmisi informasi dikatakannya sebagai pemberi karakter spesifik yang dominan. Manusia dilahirkan dengan kapasitas untuk belajar seperangkat sosial dan kaidah-kaidah budaya yang tidak terbatas.  

Dasar pembagian ke-4 tipe adaptasi diatas, berdasarkan atas laju kecepatan mereka untuk dapat bekerja secara efektif. Seperti adaptasi phylogenetik, dibatasi oleh tingkatan bagaimana populasi dapat bereproduksi dan berkembangbiak. Modifikasi fisik bekerja lebih cepat, akan tetapi tetap tergantung pada perubahan somatik dan akomodasi yang dihubungkan dengan pertumbuhan fisik dan reorganisasi dari tubuh. Sedangkan proses belajar, tergantung dari koordinasi sensor motor yang ada dalam pusat sistem syaraf. Disini ada proses uji coba, dimana terdapat variasi dalam waktu proses belajar yang ditentukan oleh macam-macam permasalahan yang dapat terselesaikan. Adaptasi kultural proses bekerjanya dianggap lebih cepat dibandingkan ke-3 proses diatas karena ia dianggap bekerja melalui daya tahan hidup populasi dimana masing-masing komuniti mempunyai daya tahan yang berbeda berdasarkan perasaan akan resiko, respon kesadaran, dan kesempatan. Sifat-sifat budaya mempunyai koefisiensi seleksi, variasi, perbedaan kematian-kelahiran, dan sifat budaya yang bekerja dalam sistem biologi. 

Disisi lain, Robert K. Merton menyatakan bahwa bentuk adaptasi selalu dapat dikaitkan dengan perilaku menyimpang dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini adaptasi diartikan sebagai penyesuaian diri terhadap lingkungan soaial. Menurut Merton, penyimpangan pada masyarakat terjadi ketika terjadi bentuk adaptasi selain dari nomor pertama dari penjelasan di bawah ini. 
1. Komformitas, adalah perilaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut atau cara konvensional dan melembaga.
2. Inovasi, adalah perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan oleh masyarakat, tetapi memakai cara yang dilarang oleh masyarakat.
3. Ritualisme, adalah perilaku yang telah meninggalkan tujuan budaya, tetapi masih tetap berpegang pada cara-cara yang telah digariskan oleh masyarakat.
4. Retretisme, (pengasingan diri), adalah perilaku yang meninggalkan, baik tujuan konvensional maupun cara pencapaiannya.
5. Rebellion (pemberontakan), adalah penarikan diri dari tujuan dan cara-cara konvensional yang disertai dengan upaya untuk melembagakan tujuan dan cara baru. 

C. Pengertian Ekologi
Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia, ekologi merupakan cabang biologi yang mempelajari hubungan antara makhluk dan lingkungannya.  Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh ahli biologi Jerman, yaitu Ernst Haeckel (1834-1919). Ekologi berasal dari bahasa Yunani; oikos, artinya rumah atau tempat tinggal dan logos, artinya ilmu. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.

Menurut Odum dan Cox, ekologi adalah suatu studi yang mempelajari struktur dan fungsi ekosistem atau alam dimana manusia adalah bagian dari alam.  Struktur mencirikan keadaan sistem tersebut. Fungsi menggambarkan hubungan sebab akibatnya. Jadi pokok utama ekologi adalah mencari pengertian bagaimana fungsi organisme di alam.  Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.

Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan antar makhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat hidupnya atau lingkungannya. Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik. Para ahli ekologi mempelajari hal berikut.

1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.
2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang menyebabkannya.
3. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

D. Adaptasi Masyarakat dan Pola Ekologi
Menurut Buttel dan Beck, secara aksiologis, ekologi manusia diperkaya oleh munculnya fenomena risk society  dalam sistem etika dan estetika peradaban modern. Sistem masyarakat beresiko terbentuk sebagai akibat penggunaan teknologi dan gaya hidup modern yang serba “short cut”, eksploitatif terhadap sumberdaya alam, serta serba instan tanpa mengindahkan dampaknya pada generasi mendatang. Munculnya sistem sosial modern yang unsustainable telah menumbuhkan dan menguatkan perhatian para scholars pada eco ethics beraliran etika ekosentrisme (sebagai pengganti aliran antroposentrisme) bagi kehidupan sosial kemasyarakatan masa depan. Realitas ini dijelaskan dengan baik oleh para ahli sosiologi lingkungan yang memiliki perhatian besar terhadap persoalan ekologi manusia. Hingga titik ini, ekologi manusia telah menjadi ajang perseteruan akademik para penganut arus-arus 
utama pemikiran yang seringkali berseberangan satu sama lain. 

Disatu sisi manusialah yang sebenarnya merusak keseluruhan alam yang telah berjalan dalam prinsip makrokosmos dan mikrokosmos. Pada awal tahun 70-an, ketika lingkungan yang menjadi objek kajian utama ekologi telah mengalami perubahan negatif, manusia berbondong-bondong mendekati pendekatan ekologi dalam pembangunan. Hal ini terlihat pada pembangunan pada masyarakat perkotaan. Menurut Durkheim, masyarakat desa yang menganut sistem masyarakat organis lebih peka terhadap ekologi. Dalam hal ini kita dapat melihat pola adaptasi masyarakat yang dianggap primitif di Indonesia, yaitu mayarakat Baduy. 

E. Bentuk Adaptasi dan Pola Ekologi Masyarakat Studi Kasus Masyarakat Pesisir: Desa Sungai Rawa di Kabupaten Siak-Propinsi Riau 
1. Karakteristik masyarakat Pesisir
Secara umum, masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir pantai terdiri atas kelompok masyarakat yang menggantungkan sumber penghidupannya secara langsung atau tidak langsung dari sumber daya pantai/laut dan kelompok masyarakat yang sama sekali tidak tergantung dari sumber daya yang ada di laut/pantai. Sebagai contoh untuk kelompok yang terakhir adalah kelompok masyarakat yang tinggal di desa pantai (Desa Sungai Rawa di Kabupaten Siak-Propinsi Riau) yang melakukan penangkapan ikan di kawasan Danau Pulau Besar dan Danau bawah yang terdapat di hulu Sungai Rawa.

Pada kelompok yang menggantungkan sumber penghidupannya dari sumber daya laut/pantai berdasarkan lokasi kegiatannya dapat dibedakan dua kelompok yaitu kelompok nelayan yang melakukan kegiatan di laut lepas (off-shore) dan di laut dengan jarak relatif dekat dari pantai (in-shore) atau di kawasan pantai itu sendiri (“daratan”).  Berdasarkan kegiatannya, dapat dibedakan antara kelompok yang melakukan kegiatan penangkapan ikan (fish capture) dan yang melakukan usaha budi daya (marine/fish culture).

Kelompok nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas, dapat melakukannya secara berpindah-pindah pada berbagai lokasi tergantung dari musim dan keberadaan/migrasi ikan. Nelayan yang tinggal di pantai di Sulawesi Selatan, misalnya melakukan penangkapan ikan di Perairan Masalembo, Selat antara kalimantan dan Sulawesi, atau bahkan ke perairan di perbatasan antara Indonesia dan Australia. Nelayan di pantai-pantai Pulau jawa, melakukan penangkapan ikan di Laut jawa atau kawasan lain di Indonesia Timur, dsb.

Kelompok nelayan yang melakukan kegiatan di sekitar pantai, biasanya tidak melakukan migrasi yang intensif seperti nelayan laut lepas. Sumberdaya yang ada di sekitar pantai menjadi sumber penghidupan yang utama. Migrasi yang di lakukan biasanya dengan berpindah tempat tinggal dari suatu pantai ke pantai lain dengan tetap melakukan kegiatan penangkapan ikan di sekitar pantai.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelompok nelayan/masyarakat seperti ini, misalnya adalah penangkapan ikan di sekitar pantai dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang tidak terlalu “canggih” seperti jaring dengan ukuran “kecil” atau kail, atau menggunakan jaring yang ditarik dari tepi pantai seperti di pantai Timur Pangandaran.  Contoh lain adalah kelompok masyarakat yang menggantungkan sumber penghidupan dengan melakukan penangkapan/pengumpulan nener bandeng untuk dijual kepada para pemilik tambak seperti yang dilakukan oleh penduduk Pulau Kapoposang dan daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan atau di propinsi lainnya; penangkap udang di sekitar hutan mangrove seperti yang dilakukan oleh beberapa transmigran di Kecamatan Wasile-Halmahera Tengah; penangkap ikan di kawasan terumbu karang seperti di kawasan terumbu karang Taka Bone Rate atau Bunaken; pengumpul kerang-kerangan di sekitar pantai Teluk Jakarta; penangkap ikan dengan menggunakan bagan tancap atau terapung yang umumnya dilakukan oleh nelayan Bugis di berbagai kawasan pantai di Indonesia seperti di Teluk Jakarta atau di Teluk Wasile-Halmahera Tengah; penangkap ikan/udang dengan menggunakan perangkap bubu yang dipasang di tepi-tepi pantai (memanfaatkan pasang surut) di berbagai daerah di Indonesia;  penangkap ikan yang memanfaatkan rumpon (rompong) di Sulawesi Selatan.

Termasuk kedalam kelompok masyarakat yang memanfaatkan sumber daya sekitar pantai atau di daratan adalah kelompok-kelompok masyarakat/nelayan yang mengembangkan usaha budidaya seperti budidaya rumput laut di Cilaut Eureun, Kabupaten Garut,  pembuatan garam di pantai-pantai kawasan Cirebon atau Madura, atau usaha budidaya perikanan tambak yang secara tradisional banyak dilakukan oleh masyarakat nelayan di tepi pantai.

2. Beberapa contoh adaptasi yang berkaitan dengan tempat tinggal
Adaptasi yang dilakukan masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir pantai dan menggantungkan sumber penghidupannya dari sumber daya yang ada, menunjukkan adanya keragaman. Di berbagai daerah di Sumatera dan Sulawesi, misalnya terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang mengembangkan cara hidup dengan bertempat tinggal di perahu yang sekaligus berfungsi sebagai alat dalam kegiatan penangkapan ikan. Contohnya adalah beberapa kelompok masyarakat Suku Bajo atau Suku Laut yang secara tradisional hidup berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah lain (nomaden) dan tinggal/hidup di atas perahu.

Contoh lain yang menunjukkan bagaimana masyarakat yang tinggal di tepi pantai mengadaptasikan dirinya, berkaitan dengan permukiman/tempat tinggal mereka, adalah pola permukiman kelompok masyarakat Kampung Laut di kawasan Sagara Anakan atau daerah-daerah lain yang mengembangkan dan membangun rumah-rumah mereka  di atas tiang-tiang pancang yang relatif tinggi yang menyesuaikan kepada pasang surut laut yang terjadi secara reguler.

Selain kedua contoh di atas, pada banyak kasus, pertumbuhan penduduk yang tinggi mendorong penduduk di kawasan pantai untuk merambah/membuka kawasan hutan ,mangrove atau “menciptakan” lahan-lahan baru yang dapat digunakan sebagai lokasi permukiman dan, terutama, sebagai lahan usaha. Sebagai contoh, di beberapa tempat seperti di kawasan pantai Kabupaten Bekasi, masyarakat dengan sengaja membuat jebakan-jebakan sedimen lumpur di pantai untuk mendapatkan lahan baru atau memperluas lahan yang sudah ada untuk kepentingan kegiatan tambak. Sejalan dengan munculnya lahan-lahan baru (“tanah timbul”), mereka juga mengembangkan permukimannya. Upaya seperti ini dilakukan oleh masyarakat sebagai respon atas semakin terbatasnya lahan yang mereka miliki/kuasai.


BAB III
KESIMPULAN

Ekologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup dengan lingkungannya. Pendekatan ekologi banyak dilakukan oleh masyarakat yang menganut sistem organik, yaitu masyarakat pedesaan. Hal ini menurut Durkheim disebabkan masyarakat pedesaan lebih peka terhadap alam karena ketergantungan terhadap alam masih sangat tinggi. Masyarakat pedesaan berupaya selalu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Hal inilah yang disebut sebagai adaptasi. Adaptasi tidak serta merta hadir dalam diri individu, melainkan memerlukan proses yang berlangsung lama secara bertahap. Adaptasi pada dasarnya selalu dikaitkan dengan teori evolusi yang dikemukakan Charles Darwin. Menurutnya makhluk hidup mengalami seleksi alam hingga menjadi makhluk sempurna seperti sekarang. 

Disatu sisi manusialah yang sebenarnya merusak keseluruhan alam yang telah berjalan dalam prinsip makrokosmos dan mikrokosmos. Pada awal tahun 70-an, ketika lingkungan yang menjadi objek kajian utama ekologi telah mengalami perubahan negatif, manusia berbondong-bondong mendekati pendekatan ekologi dalam pembangunan. Hal ini terlihat pada pembangunan pada masyarakat perkotaan. Menurut Durkheim, masyarakat desa yang menganut sistem masyarakat organis lebih peka terhadap ekologi.


DAFTAR PUSTAKA

Kamus
Nicholas Abercrombie Stephen Hill dan Bryan S. Turner, The Penguin Dictionary of Sociology, (Kanada: Penguin Books, 1994), hal. 155.
Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 10.

Buku
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejla Permasalahan Sosial. Jakarta: kencana Prenada media Grup. 2011.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu pengantar. Jakarta: Rajawali Press. 2006.

Sumber Internet
http://thedreaming89.blogspot.com/2012/11/pola-adaptasi-ekologi.html Chandra kirana
http://sangayuudara.wordpress.com/2011/10/21/konsep-stress-dan-adaptasi/
http://id.shvoong.com/social-sciences/counseling/2134814-pengertian-penyesuaian-diri-menurut-para/#ixzz2TDDcHBag
http://mamka-blog.blogspot.com/2012/01/pengertian-adaptasi.html
http://bentukadaptasilingkungan.blogspot.com/2011/04/bentuk-adaptasi-lingkungan.html
http://etnobudaya.net/2008/01/28/adaptasi-dalam-anthropologi/
http://serbamakalah.blogspot.com/2013/03/perilaku-menyimpang.html
http://thedreaming89.blogspot.com/2012/11/pola-adaptasi-ekologi.html
http://Proses%20Adaptasi%20Manusia%20di%20Lingkungan%20Pesisir%20_%20ngurahadisanjaya.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar