Senin, 15 Juli 2013

Pemikiran Aristoteles

Intisari Pemikiran Aristoteles
oleh, Anita

Aristoteles (384-322 SEB), adalah murid Plato selama hampir 20 tahun. Dia bukan penduduk asli Athena, dia dilahirkan di Macedonia dan datang ke Academy Plato saat usia Plato 61 tahun. Ayah Aristoteles adalah seorang dokter yang cukup disegani. Aristoteles tertarik pada telaah tentang alam. Oleh karena itu selain sebagai filsuf besar terakhir Yunani, dia juga merupakan ahli biologi besar Eropa yang pertama.
Disaat Plato sangat sibuk dengan bentuk-bentuk yang kekal, Aristoteles justru menyibukkan diri dengan perubahan alam. Aristoteles menelaah katak dan ikan, aneka bunga dan pohon. Sementara Plato menggunakan akalnya, Aristoteles menggunakan perasaannya juga. Sebagaimana diketahui Plato merupakan penyair dan ahli mitologi, sedangakan Aristoteles menulis beberapa ensiklopedi. Catatan dunia kuno mengabarkan tulisan Aristoteles berjumlah 170 judul, dan 47 judul yang dilestarkan. Buku-buku tersebut sekedar berisi catatan kuliah.
Aristoteles berjasa dalam menciptakan terminology yang masih digunakan ilmuwan hingga saat ini. Dia juga merupakan organisator ulung yang mendirikan dan mengklasifikasian berbagai ilmu. i Aristoteles juga tercatat sebagai orang yang mendirikan disiplin Logika sebagai ilmu. Dalam ilmu pengetahuan banyak hal yang tidak disepakati Aristoteles dengan gurunya. Aristoteles bahwak menganggap Plato menjungkirbalikkan banyak hal. Dia setuju dengan Plato bahwa kuda-kuda “berubah” dan bahwa tidak ada kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bentuk nyata dari kuda itu kekal dan abadi. Tapi ide kuda itu adalah konsep yang dibentuk manusia setelah melihat sejumlah kuda tertentu. Kuda “ide” karenanya tidak mempunyai eksistensi sendiri.
Bagi Aristoteles kuda “ide” atau “bentuk” tercipta dari ciri-ciri kuda yang mendefinisikan apa yang kini kita sebut “spesies” kuda,. Ide-ide mengenai kuda ada di dalam kuda itu sendiri, inilah yang menjadi ciri khas dari kuda tersebut. Aristoteles juga tidak setuju bahwa ayam “ide” ada sebelum adanya “ayam nyata”. Yang Aristoteles maksudkan sebagai ayam ide sebagai ciri khas ayam itu sendiri misalnya bertelur. Ayam “nyata” dan ayam “ide” karenanya tidak dapat dipisahkan sebagaimana tubuh dan jiwa.
Tingkat realitas tertinggi dalam teori Plato adalah sesuatu yang dipikirkan oleh akal manusia. Sedangkan menurut Aristoteles, tingkat realitas tertinggi adalah sesuatu yang dilihat dengan indra. Aristoteles juga berpendapat bahwa benda-benda yang berada dalam jiwa manusia itu semacam cerminan objek-objek alam. Maka alam adalah dunia yang nyata. Menurutnya Plato terperangkap dalam gambaran mitologis dunia yang didalamnya imajinasi manusia disamakan dengan dunia nyata.
Aristoteles mengemukakan bahwa tidak ada sesuatupun di dalam kesadaran yang belum pernah dialami oleh indra. Menurut Aristoteles, Plato menggandakan benda-benda ketika mengatakan bahwa tidak ada sesuatu di dunia alam ini yang sebelumnya tidak lebih dahulu ada di dunia ide. Aristoteles berpendapat bahwa seluruh pemikiran dan gagasan masuk ke dalam kesadaran melalui apa yang pernah didengar dan dilihat. Namun manusia menurutnya  juga memiliki akal bawaan.
Manusia tidak memiliki ide bawaan melainkan mempunyai kemampuan untuk mengorganisasikan seluruh kesan indrawi dalam kategori-kategori dan kelompok. Dengan cara ini, konsep batu, konsep manusia, dan konsep tanaman timbul. Aristoteles tidak menyangkal bahwa manusia mampunyai akal bawaan. Sebaliknya justru akal inilah pembeda antara manusia dan makhluk lainnya. Namun akal manusia tidak sama sekali kosong sampai dirinya mengalami sesuatu. Oleh karena itu menurutnya manusia tidak memiliki ide bawaan.
Realitas terdiri dari berbagai benda terpisah yang menciptakan suatu kesatuan antara bentuk dan substansi. “Substansi” adalah bahan untuk membuat benda-benda, sedangkan “bentuk” atau “aksiden” adalah ciri khas masing-masing benda. Contohnya bentuk ayam yang selalu berkotek serta bertelur. Bentuk seekor ayam itu merupakan ciri khas dari spesies itu atau dapat disebut hakekatnya. Jika ayam mati, maka dia takkan berkotek lagi, dan bentuknya tak ada lagi. Salah satu yang tinggal adalah “substansi” ayam itu. Substansi selalu menyimpan potensi untuk mewujudkan suatu bentuk tertentu. Substansi selalu berusaha untuk mewujudkan potensi bawaan. Setiap perubahan alam merupakan perubahan substansi dari yang “potensial” menjadi “aktual”.
Sebagai contoh, seorang pematung yang melihat sebuah marmer untuk dibentuk sebuah kuda. Si pematung telah mengetahui bahwa marmer berpotensi membentuk seekor kuda. Sama halnya dengan Aristoteles yang percaya bahwa segala sesuatu di alam ini mempunyai potensi untuk menjadikannya nyata, atau mencapai satu bentuk tertentu. Demikian juga sebutir telur ayam memiliki potensi menjadi seekor ayam, namun tidak semua telur ayam dapat menjadi ayam. Seperti juga telur ayam tadi ketika menetas tidak dapat menjadi bebek. Karena potensi tersebut tidak ada dalam bentuk ayam. “Bentuk” dari sesuatu, karenanya menunjukkan batasan dan juga potensinya.
Ketika Aristoteles membicarakan “substansi” dan “bentuk atau aksiden” dari benda-benda, dia tidak hanya mengacu pada organisme hidup, sebagaimana “bentuk” batu adalah jatuh ke tanah. Selain itu, Aristoteles memiliki pandangan mengenai hubungan sebab akibat di alam. Sebab yang dimaksudkan adalah bagaimana hal itu dapat terjadi. Aristoteles berkeyakinan bahwa ada sebab-sebab yang berbeda di alam. Sebab-sebab tersebut berjumlah empat, dan ada sebab terakhir dari alam ini.
Contoh dalam hal ini adalah proses terjadinya hujan. Sebab pertama dari hal ini adalah “sebab material”, yaitu uap atau awan ada disana ketika udara mendingin. Sebab kedua adalah “sebab efisien”, yaitu uap air yang mendingin. Sebab ketiga adalah “sebab formal” yaitu “bentuk” atau sifat-sifat air adalah jatuh ke bumi. Menurut Aristoteles “sebab terakhir” hujan adalah karena tanaman dan binatang membutuhkan air hujan untuk tumbuh dan berkembang. Aristoteles memberikan pada air hujan itu suatu tugas-kehidupan, atau tujuan. Aristoteles percaya bahwa ada tujuan di balik segala sesuatu di alam ini. Tuhan menciptakan dunia sebagaimana adanya agar seluruh makhluknya dapat hidup di dalamnya.
Perbedaan antara “bentuk” dan “substansi” memainkan peranan penting dalam penjelasan Aristoteles tentang cara memandang benda-benda di dunia. Ketika manusia melihat benda-benda, maka dia akan menggolongkannya dalam berbagai kategori atau kelompok. Sebagai contoh kuda-kuda tidak percis sama, namun mereka mempunyai sesuatu yang sama, yaitu “bentuk kuda”. Semua yang membedakan atau bersifat individual, termasuk di dalamnya “substansi” kuda itu. Selain contoh tersebut, manusia juga membedakan benda-benda yang terbuat dari batu ataupun dari karet. Manusia juga membedakan antara makhluk hidup dan benda mati. Selanjutnya dari makhliuk hidup dibedakan lagi antara tumbuhan, hewan, dan manusia. Aristoteles ingin membuktikan bahwa segala sesuatu di alam termasuk dalam kategori dan subkategori yang berbeda-beda.
Aristoteles adalah seorang organisator yang ingin menjernihkan konsep-konsep manusia. Dalam logika Aristoteles, terdapat premis, “semua makhluk hidup akan mati” (premis pertama), “Anita adalah makhluk hidup” (premis kedua), maka kesimpulannya “Anita akan mati”. Namun hubungan antara kelompok-kelompok benda tidak selalu jelas, maka harus dijelaskan konsep-konsepnya. Misalnya adalah pertanyaan “Apakah bayi tikus menyusu pada induknya seperti anak domba dan anak kucing?” ini dapat dikelompokkan karena tikus, domba, dan kucing tidak bertelur melainkan melahirkan. Binatang yang melahirkan anak hidup disebut mamalia, dan mamalia adalah binatang yang menyusu pada induknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bayi tikus menyusu pada induknya.
Ketika Aristoteles menjelaskan tentang kehidupan, pertama-tama dia menyatakan bahwa segala sesuatu di alam ini terbagi menjadi dua kategori utama. Di satu pihak ada benda mati yang tidak mempunyai potensi untuk berubah selain dari pengaruh luar. Sedangkan yang kedua adalah benda hidup yang mempunyai potensi untuk berubah dan terbagi menjadi dua kategori, yaitu tanaman dan makhluk. Makhluk dapat dibagi menjadi dua subkategori yaitu binatang dan manusia. Dalam kategori ini terdapat dua perbedaan antara benda mati dan benda hidup sebagaimana perbedaan antara tanaman dan binatang. Aristoteles membagi fenomena alam ke dalam berbagai kategori, kriterianya adalah ciri objek itu atau secara lebih khusus apa yang dilakukan atau apa yang dapat dilakukannya.
Semua benda hidup; tanaman, hewan, dan manusia memiliki kemampuan untuk menyerap makanan, tumbuh, dan berkembang biak. Semua makhluk hidup; hewan dan manusia memiliki kemampuan mengenali keadaan di sekeliling dan bergerak. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk berpikir atau mengatur persepsi mereka ke dalam kategori dan golongan. Oleh karena itu tidak ada batasan tegas dalam alam ini. Terdapat transisi sedikit demi sedikit dari tanaman sederhana ke tanaman yang lebih rumit. Di puncak tangga ini ada manusia yang menjalani kehidupan alam sepenuhnya. Menurut Aristoteles, manusia memiliki akal ilahi.
Tuhan pasti yang memulai semua gerakan di dunia alam ini. Oleh karena itu, Tuhan berada di puncak tangga alam. Aristoteles juga mengatakan bahwa benda-benda langit bergerak secara teratur karena digerakkan oleh tangga tertinggi itu. Aristoteles menyebut Tuhan juga sebagai penggerak pertama. Penggerak pertama itu tidak bergerak namun ia merupakan “sebab formal” dari gerakan benda-benda di angkasa dan semua gerakan pada alam ini.
Aristoteles juga menyebut “bentuk” manusia terdiri dari jiwa, yang mempunyai bagian yang menyerupai tanaman, bagian binatang, dan bagian rasional. Dengan demikian manusia dapat mencapai kebahagiaan dengan memanfaatkan seluruh kemampuan dan kecakapannya. Aristoteles menyatakan ada tiga bentuk kebahagiaan; yang pertama adalah hidup senang dan nikmat. Yang kedua menjadi warga Negara yang bebas dan bertanggung jawab. Yang ketiga adalah ahli pikir atau filsuf. Ketiga kriteria itu menurutnya harus hadir dalam waktu bersamaan dan dalam bentuk yang seimbang. Aristoteles juga mendukung jalan tengah, yaitu manusia tidak boleh bersifat gegabah maupun pengecut melainkan tetap berani dalam mengambil keputusan. Aristoteles banyak terpengaruh pengobatan Yunani; hanya dengan menjaga kesehatan dan kesederhanaan sajalah manusia dapat mencapai hidup bahagia atau “selaras”.
Manusia menurut Aristoteles adalah hewan yang berpolitik. Tanpa masyarakat sekeliling, manusia bukanlah manusia yang sejati. Bentuk tertinggi persahabatan manusia terdapat dalam Negara. Aristoteles mengemukakan tiga konstitusi yang baik. Pertama, monarki atau kerajaan dengan satu kepala Negara. Agar bentuk konstitusi ini dapat berjalan dengan baik, ia tidak boleh melenceng  dari tirani. Bentuk konstitusi yang baik lainnya adalah aristokrasi, yang didalamnaya ada sekelompok besar atau kecil, pemimpin. Bentuk konstitusi ini tidak boleh melenceng dari oligarki. Yang ketiga adalah polity atau demokrasi yang memiliki keburukan dapat dengan cepat menjadi pemerintahan oleh kawanan (mob rule).

Terhadap wanita, Aristoteles memandang secara negatif, dia menyebut wanita memiliki kelemahan dalam beberapa hal. Dalam reproduksi, wanita bersikap pasif dan represif, sementara pria aktif dan produktif. Dia percaya bahwa seluruh sifat anak terkumpul lengkap dengan sperma pria. Wanita adalah ladang yang menerima atau menumbukan benih sementara pria yang menanam. Dalam bahasanya, pria menyediakan “bentuk” dan wanita menyumbangkan “substansi”. Pandangan Aristoteles mengenai wanita ini yang kemudian diadopsi bangsa Eropa pada abad pertengahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar