Senin, 15 Juli 2013

Filsuf Alam

FILSUF ALAM DAN PERSEPSI TENTANG TAKDIR PRA SOCRATES
oleh, Anita

Filsuf Alam dari Yunani
Thales beranggapan sumber segala sesuatu adalah air. Anaximander mengatakan zat yang merupakan sumber segala benda pastilah benda yang berbeda dari yang diciptakannya. Zat tersebut tak mungkin biasa seperti air. Anaximenes mengatakan sumber dari segala sesuatu pastilah udara atau uap. Parmenides beranggapan segala sesuatu yang ada pasti telah selalu ada. Segala sesuatu bukan berasal dari sesuatu yang lain. Dia tidak mempercayai sesuatu meskipun telah melihatnya. Menurutnya indra tak dapat memberi gambaran seperti akal. Dia adalah seorang rasionalis.
Heraclitus beranggapan bahwa perubahan terus menerus atau aliran sesungguhnya merupakan ciri alam yang paling mendasar. Segala sesuatu terus mengalir dan mengalami perubahan. Persepsi indera mengenai kesaksian perubahan tersebut juga dapat dipercaya. Dunia menurutnya dicirikan dengan kebalikan. Seseorang tidak pernah merasa kenyang ketika tidak pernah merasa kelaparan. Dia mengatakan Tuhan atau Dewa dibalik itu semua. Ada semacam akal universal yang menuntun segala sesuatu terjadi di alam. Heraclitus melihat satu entitas atau kesatuan. Sesuatu ini yang menjadi sumber segala sesuatu yang disebut logos.
Empedocles mengetengahkan perdebatan Parmenides dan Heraclitus. Empedocles menyetujui pendapat Parmenides dan Heraclitus dalam satu hal, namun menyalahkan penegasan mereka dalam hal lain. Empedocles menyimpulkan bahwa gagasan mengenai satu zat dasar itulah yang harus ditolak. Sumber alam tidak mungkin satu unsur saja. Empedocles mengatakan bahwa alam terdiri dari empat unsur yaitu tanah, udara, api, dan air. Semua benda merupakan campuran dari keempat unsur ini dengan beragam komposisi. Dia meyakinkan bahwa tidak ada yang berubah. Yang ada unsur-unsur tersebut tergabung maupun terpisah. Empedocles juga meyakini bahwa penggerak bersatunya atau terpisahnya unsur tersebut adalah “cinta” dan “perselisihan”. Dia selanjutnya membedakan zat dan kekuatan yang mengiringinya.
Anaxagoras berpendapat bahwa alam diciptakan dari partikel-partikel yang sangat kecil yang tidak dapat dilihat mata dan jumlahnya tak terhingga. Dia menyatakan bahwa ada sesuatu dari segala sesuatu. Dia menyebut kekuatan sebagai pikiran (nous) yang menciptakan segala sesuatu.  
Democritus (460-370 SEB) setuju dengan filsuf sebelumnya bahwa perubahan alam tidak mungkin disebabkan kenyataan bahwa segala sesuatu sungguh-sungguh berubah. Segala sesuatu menurutnya berasal dari balok-balok yang tak terlihat yang sangat kecil, yang masing-masing kekal dan abadi. Inilah yang disebut sebagai atom. Atom berarti tak dapat dipotong atau dibagi lagi.
Democritus percaya bahwa alam terdiri dari atom-atom yang jumlahnya tak terhingga dan beragam. Dengan berbagai bentuk yang berbeda, mereka dapat menyatu menjadi berbagai bentuk yang berlainan. Atom juga berbentuk padat dan kedap. Mereka mempunyai kait dan matakait sehingga dapat disambung-sambungkan untuk menyusun bentuk apa saja. Sambungan-sambungan itu nanti dapat dilepas lagi sehingga bentuk-bentuk baru dapat disusun dari balok-balok yang sama.
Menurutnya sesuatu tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Dia juga tidak mempercayai adanya kekuatan atau “jiwa” yang dapat ikut campur dalam proses alam. Dia seorang materialis yang tidak mempercayai apapun kecuali benda material. Menurutnya tidak ada “desain” yang disengaja dalam gerakan atom. Sesuatu terjadi secara “mekanis”. Segala sesuatu yang terjadi mempunyai penyebab alamiah, yaitu penyebab yang menyatu dengan benda itu sendiri. Menurut dia, jiwa tersusun dari atom-atom jiwa yang sangat halus dan bulat. Jika seseorang meninggal, atom-atom jiwa terbang ke segenap penjuru, dan selanjutnya dapat menjadi bagian dari formasi jiwa yang baru.
Jiwa manusia menurutnya tidaklah kekal. Dia setuju dengan Heraclitus bahwa segala sesuatu di alam ini mengalir sebab bentuk-bentuk itu datang dan pergi. Namun dibalik semua itu ada benda yang kekal dan abadi yang tidak mengalir, inilah yang disebut atom. Dia juga tidak mau menerima bahwa ada kekuatan spiritual dalam kehidupan seperti Empedocles dan Anaxagoras.

Orang Yunani Mengenai Takdir
Orang Yunani kuno adalah seorang fatalisme. Fatalisme adalah kepercayaan bahwa apapun yang terjadi telah ditentukan. Oleh karena itu orang Yunani ingin mengetahui sesuatu yang belum terjadi pada dirinya melalui peramal. Selama berabad-abad orang Yunani percaya bahwa bintang dapat menceritakan sesuatu tentang bumi. Orang Yunani percaya Pythia menjadi juru bicara Dewa Peramal yaitu Apollo.
Takdir dipercaya bukan hanya terkait kehidupan individu, melainkan sejarah juga. Mereka percaya bahwa keberuntungan dalam perang dapat diubah oleh campur tangan para Dewa. Namun tokoh sejarah Yunani, Herodotus (482-424 SEB) dan Thucydides (460-400 SEB) mencari penjelasan ilmiah tentang ini. Mereka meragukan bahwa balas dendam para Dewa dapat menyebabkan kekalahan perang.

Orang Yunani juga percaya penyakit juga merupakan campur tangan ilahi. Sebaliknya para Dewa dapat membuat orang kembali sehat jika memberi persembahan yang layak. Ilmu pengobatan Yunani kemudian berkembang dan bangkit mencari penjelasan ilmiah mengenai penyakit. Tokoh yang terkenal dalam hal ini adalah Hippocrates (460 SEB). Menurutnya pelindung penting dalam melawan penyakit adalah sikap tidak berlebihan dan gaya hidup sehat. Kesehatan adalah kondisi alamiah. Jika penyakit datang, itu merupakan tanda bahwa alam telah melenceng dari jalurnya dikarenakan ketidakseimbangan fisik dan mental. Jalan menuju kesehatan tiap orang adalah melalui sikap moderat, keselarasan, dan “jiwa yang sehat didalam badan yang sehat”. Hippocrates juga merumuskan etika medis, yaitu segala sesuatu yang tidak boleh dilakukan ahli medis misalnya memberikan racun kepada seorang yang sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar