FILSUF
ALAM DAN PERSEPSI TENTANG TAKDIR PRA SOCRATES
oleh, Anita
Filsuf
Alam dari Yunani
Thales beranggapan
sumber segala sesuatu adalah air. Anaximander mengatakan zat yang merupakan
sumber segala benda pastilah benda yang berbeda dari yang diciptakannya. Zat
tersebut tak mungkin biasa seperti air. Anaximenes mengatakan sumber dari
segala sesuatu pastilah udara atau uap. Parmenides beranggapan segala sesuatu
yang ada pasti telah selalu ada. Segala sesuatu bukan berasal dari sesuatu yang
lain. Dia tidak mempercayai sesuatu meskipun telah melihatnya. Menurutnya indra
tak dapat memberi gambaran seperti akal. Dia adalah seorang rasionalis.
Heraclitus beranggapan
bahwa perubahan terus menerus atau aliran sesungguhnya merupakan ciri alam yang
paling mendasar. Segala sesuatu terus mengalir dan mengalami perubahan.
Persepsi indera mengenai kesaksian perubahan tersebut juga dapat dipercaya.
Dunia menurutnya dicirikan dengan kebalikan. Seseorang tidak pernah merasa
kenyang ketika tidak pernah merasa kelaparan. Dia mengatakan Tuhan atau Dewa
dibalik itu semua. Ada semacam akal universal yang menuntun segala sesuatu
terjadi di alam. Heraclitus melihat satu entitas atau kesatuan. Sesuatu ini
yang menjadi sumber segala sesuatu yang disebut logos.
Empedocles
mengetengahkan perdebatan Parmenides dan Heraclitus. Empedocles menyetujui
pendapat Parmenides dan Heraclitus dalam satu hal, namun menyalahkan penegasan
mereka dalam hal lain. Empedocles menyimpulkan bahwa gagasan mengenai satu zat
dasar itulah yang harus ditolak. Sumber alam tidak mungkin satu unsur saja.
Empedocles mengatakan bahwa alam terdiri dari empat unsur yaitu tanah, udara,
api, dan air. Semua benda merupakan campuran dari keempat unsur ini dengan
beragam komposisi. Dia meyakinkan bahwa tidak ada yang berubah. Yang ada unsur-unsur
tersebut tergabung maupun terpisah. Empedocles juga meyakini bahwa penggerak bersatunya
atau terpisahnya unsur tersebut adalah “cinta” dan “perselisihan”. Dia
selanjutnya membedakan zat dan kekuatan yang mengiringinya.
Anaxagoras berpendapat
bahwa alam diciptakan dari partikel-partikel yang sangat kecil yang tidak dapat
dilihat mata dan jumlahnya tak terhingga. Dia menyatakan bahwa ada sesuatu dari
segala sesuatu. Dia menyebut kekuatan sebagai pikiran (nous) yang menciptakan
segala sesuatu.
Democritus (460-370
SEB) setuju dengan filsuf sebelumnya bahwa perubahan alam tidak mungkin
disebabkan kenyataan bahwa segala sesuatu sungguh-sungguh berubah. Segala
sesuatu menurutnya berasal dari balok-balok yang tak terlihat yang sangat
kecil, yang masing-masing kekal dan abadi. Inilah yang disebut sebagai atom. Atom berarti tak dapat dipotong atau dibagi lagi.
Democritus percaya
bahwa alam terdiri dari atom-atom
yang jumlahnya tak terhingga dan beragam. Dengan berbagai bentuk yang berbeda,
mereka dapat menyatu menjadi berbagai bentuk yang berlainan. Atom juga berbentuk padat dan kedap.
Mereka mempunyai kait dan matakait sehingga dapat disambung-sambungkan untuk
menyusun bentuk apa saja. Sambungan-sambungan itu nanti dapat dilepas lagi
sehingga bentuk-bentuk baru dapat disusun dari balok-balok yang sama.
Menurutnya sesuatu
tidak mungkin berasal dari ketiadaan. Dia juga tidak mempercayai adanya
kekuatan atau “jiwa” yang dapat ikut campur dalam proses alam. Dia seorang
materialis yang tidak mempercayai apapun kecuali benda material. Menurutnya
tidak ada “desain” yang disengaja dalam gerakan atom. Sesuatu terjadi secara “mekanis”. Segala sesuatu yang terjadi
mempunyai penyebab alamiah, yaitu penyebab yang menyatu dengan benda itu
sendiri. Menurut dia, jiwa tersusun dari atom-atom jiwa yang sangat halus dan
bulat. Jika seseorang meninggal, atom-atom jiwa terbang ke segenap penjuru, dan
selanjutnya dapat menjadi bagian dari formasi jiwa yang baru.
Jiwa manusia menurutnya
tidaklah kekal. Dia setuju dengan Heraclitus bahwa segala sesuatu di alam ini
mengalir sebab bentuk-bentuk itu datang dan pergi. Namun dibalik semua itu ada
benda yang kekal dan abadi yang tidak mengalir, inilah yang disebut atom. Dia
juga tidak mau menerima bahwa ada kekuatan spiritual dalam kehidupan seperti
Empedocles dan Anaxagoras.
Orang
Yunani Mengenai Takdir
Orang Yunani kuno
adalah seorang fatalisme. Fatalisme adalah kepercayaan bahwa apapun yang
terjadi telah ditentukan. Oleh karena itu orang Yunani ingin mengetahui sesuatu
yang belum terjadi pada dirinya melalui peramal. Selama berabad-abad orang
Yunani percaya bahwa bintang dapat menceritakan sesuatu tentang bumi. Orang
Yunani percaya Pythia menjadi juru bicara Dewa Peramal yaitu Apollo.
Takdir dipercaya bukan
hanya terkait kehidupan individu, melainkan sejarah juga. Mereka percaya bahwa
keberuntungan dalam perang dapat diubah oleh campur tangan para Dewa. Namun
tokoh sejarah Yunani, Herodotus (482-424 SEB) dan Thucydides (460-400 SEB)
mencari penjelasan ilmiah tentang ini. Mereka meragukan bahwa balas dendam para
Dewa dapat menyebabkan kekalahan perang.
Orang Yunani juga
percaya penyakit juga merupakan campur tangan ilahi. Sebaliknya para Dewa dapat
membuat orang kembali sehat jika memberi persembahan yang layak. Ilmu
pengobatan Yunani kemudian berkembang dan bangkit mencari penjelasan ilmiah
mengenai penyakit. Tokoh yang terkenal dalam hal ini adalah Hippocrates (460
SEB). Menurutnya pelindung penting dalam melawan penyakit adalah sikap tidak
berlebihan dan gaya hidup sehat. Kesehatan adalah kondisi alamiah. Jika
penyakit datang, itu merupakan tanda bahwa alam telah melenceng dari jalurnya
dikarenakan ketidakseimbangan fisik dan mental. Jalan menuju kesehatan tiap
orang adalah melalui sikap moderat, keselarasan, dan “jiwa yang sehat didalam
badan yang sehat”. Hippocrates juga merumuskan etika medis, yaitu segala
sesuatu yang tidak boleh dilakukan ahli medis misalnya memberikan racun kepada
seorang yang sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar