Selasa, 23 Juli 2013

Kapita Selekta Sosiologi

TATANAN SOSIAL

MAKALAH



Makalah ini disusun sebagai syarat ketuntasan mata kuliah Kapita Selekta Sosiologi


oleh,
Anita (1110015000015)
Yustia Umamah (1110015000007)
Maya Rizki F      (1110015000)



PROGRAM STUDI SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (P.IPS)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu lingkungan sosial di mana individu-individunya saling berinteraksi atas dasar status dan peranan sosial yang diatur oleh seperangkat norma dan nilai diistilahkan dengan tatanan sosial atau keteraturan sosial. Pada saat kita berbicara tentang tatanan sosial, ada beberapa konsep penting yang perlu didiskusikan, yaitu tentang: struktur sosial yang terdiri atas status sosial, peranan sosial, institusi atau lembaga sosial, pengendalian sosial, dan sebagainya. Struktur sosial secara etimologis berarti susunan masyarakat.  Struktur Sosial secara definitif merupakan skema penempatan nilai-nilai sosial-budaya dan organ-organ masyarakat pada posisi yang dianggap sesuai, demi berfungsinya organisme masyarakat sebagai suatu keseluruhan, dan demi kepentingan masing-masing bagian. 

Dalam sosiologi, terdapat dua pendekatan dalam mengkaji struktur sosial. Pertama dengan analisa fungsionalisme struktural, dan Kedua dengan analisa konflik. Teori fungsionalisme struktural memusatkan perhatian pada keteraturan sosial yang berjalan secara lambat dan teratur. Norma dan nilai dalam masyarakat merupakan landasan dasarnya. Sebaliknya teori konflik melihat keteraturan sosial tidak lain akibat manipulasi dan kontrol doninan dan memandang perubahan sosial terjadi secara cepat dan menurut cara yang teratur. Pada akhirnya kelompok yang disubordinatkan akan menggulingkan kelompok yang semula dominan.

Dalam analisa teori fungsionalisme struktural, masyarakat dinyatakan sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak dapat berfungsi tanpa hubungan yang lain.  Sedangkan dalam analisa teori konflik masyarakat dinilai sebagai sistem sosial yang terdiri bagian-bagian yang memiliki berbagai kepentingan berbeda dan bagian-bagian tersebut saling berupaya mendominasi untuk melanggengkan kepentingannya. 

Dalam makalah ini penulis tidak bermaksud membandingkan atau melegitimasi kebenaran salah satu teori dalam sosioolgi tersebut. Penulis hanya akan menjadikan satu dari dua teori besar tersebut sebagai pisau analisis terhadap konsep tatanan atau keteraturan sosial dalam masyarakat.  Teori tersebut adalah fungsionalisme struktural Talcott Parsons dan Robert K. Merton.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud tatanan sosial dalam masyarakat?
2. Bagaimana prasyarat terbentuknya tatanan sosial dalam masyarakat?
3. Bagaimana penjelasan mengenai prasyarat terbentuknya tatanan sosial dalam masyarakat beserta analisisnya?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui definisi tatanan sosial dalam masyarakat.
2. Mengetahui prasyarat terbentuknya tatanan sosial dalam masyarakat
3. Mengetahui penjelasan mengenai prasyarat terbentuknya tatanan sosial dalam masyarakat beserta analisisnya.


BAB II
TATANAN SOSIAL (SOCIAL ORDER)

Manusia hidup dalam suatu lingkungan sosial yang tidak terbentuk dengan sendirinya. Atas dasar pemenuhan kebutuhan, manusia membentuk lingkungan sosial tertentu, di mana individu-individu saling berinteraksi atas dasar status dan peranan sosialnya yang diatur oleh seperangkat norma dan nilai. Suatu lingkungan sosial di mana individu-individunya saling berinteraksi atas dasar status dan peranan sosial yang diatur oleh seperangkat norma dan nilai diistilahkan dengan tatanan sosial (social order).  
Lingkungan sosial tersebut mempunyai sejumlah prasyarat yang menjadikannya dapat terus berjalan dan bertahan. Prasyarat tersebut adalah struktur sosial, status sosial, peranan sosial, institusi atau lembaga sosial, serta pengendalian sosial. 

A. Struktur Sosial
Struktur sosial adalah salah satu elemen tatanan sosial. Struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.  Struktur sosial dapat pula dipahami sebagai suatu bangunan sosial yang terdiri dari berbagai unsur pembentuk masyarakat. Unsur-unsur ini saling berhubungan satu dengan yang lain secara fungsional. Dimensi struktural ada dua macam, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal melihat masyarakat secara bertingkat, sedangkan dimensi horizontal biasa disebut diferensiasi atau pengelompokan sosial.   Terdapat beberapa definisi tentang struktur sosial, yang dirumuskan oleh para ahli, antara lain:

1. George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola perilakunya.
2. George C. Homans: struktur sosial merupakan hal yang memiliki hubungan erat dengan perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari.
3. William Kornblum: struktur sosial adalah susunan yang dapat terjadi karena adanya pengulangan pola perilaku undividu.
4. Soerjono Soekanto: struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial. 
5. Koentjaraningrat: struktur sosial adalah kerangka yang dapat menggambarkan kaitan berbagai unsur dalam masyarakat. 
6. Robert K. Merton: struktur sosial adalah seperangkat hubungan sosial yang terorganisir, yang dengan berbagai macam cara melibatkan anggota masyarakat atau kelompok didalamnya. 

Analisa dalam teori fungsional menyatakan bahwa setiap masyarakat terdiri atas struktur yang saling berhubungan dan memiliki fungsi masing-masing. Ketika salah satu bagian tidak menjalankan fungsinya dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap fungsi bagian lainnya. Sebaliknya, ketika seluruh bagian telah melaksanakan fungsinya dengan baik, maka keteraturan akan diperoleh karena bagian-bagian tersebut telah berjalan secara seimbang (Equilibrium).

Menurut Rocher, sebagaimana dikutip Ritzer mengartikan fungsi sebagai segala kegiatan yang diarahkan kepada memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari sebuah sistem.  Keempat fungsi ini hanyalah sebuah pisau analisis dalam teori Parsons mengenai fungsionalisme struktural. Karena pada kenyataannya fungsi ini tidak secara nyata muncul dalam masyarakat.  Masyarakat akan berjalan sesuai dengan tatanan ketika menjalankan keempat fungsi, yang meliputi;

1. Adaptasi (Adaptation). Masyarakat sebagaimana individu harus menyesuaikan lingkungan dengan dirinya, serta menyesuaikan lingkungan dengan dirinya. Sistem ini selanjutnya diadopsi oleh organisme biologis sebagai unit terkecil.
2. Pencapaian tujuan (Goal attainment). Sistem harus mampu menentukan tujuannya dan mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Sisitem ini selanjutnya dijalankan oleh sistem kepribadian.
3. Integrasi (Integration). Masyarakat harus mampu mengatur hubungan antar komponennya agar dapat berfungsi secara maksimal. Sistem ini selanjutnya dilaksanakan oleh sistem sosial.
4. Pemeliharaan pola-pola atau (Latency). Masyarakat harus mampu mempertahankan, memperbaiki, dan memperbaharui setiap pola yang telah dirumuskan. Sistem ini selanjutnya dilakanakan oleh sistem kultur atau kebudayaan. 

Tidak seperti Parsons yang menilai setiap fungsi bernilai positif, Merton menyatakan bahwa setiap struktur, adat, gagasan, kepercayaan, dan sebagainya dapat memiliki fungsi negatif.  Merton menambahkan bahwa struktur mungkin bersifat disfungsional untuk sistem secara keseluruhan, namun demikian struktur itu terus bertahan hidup (ada). Sebagai contohnya adalah diskriminasi.  Merton menghubungkan antara kultur, struktur, dan anomie. Kultur adalah seperangkat nilai normatif yang terorganisir, yang menentukan perilaku bersama anggota masyarakat atau anggota kelompok. Anomie terjadi bila ada keterputusan hubungan antara norma kultural dan tujuan dengan kapasitas yang terstruktur secara sosial dari anggota kelompok untuk bertindak sesuai tujuan nilai kultur. Menurutnya, kultur menghendaki tipe perilaku tertentu yang justru dicegah oleh struktur sosial. 

B. Status Sosial
Secara etimologi, status berarti keadaan atau kedudukan (orang, badan, dan sebagainya) dalam hubungan dengan masyarakat di sekelilingnya.  Merton menyatakan bahwa status berarti suatu posisi dalam struktur sosial yang disertai dengan hak dan kewajibannya. Dengan demikian status merupakan pencerminan hak dan kewajiban dalam tingkah laku manusia.  Cara-cara memperoleh status atau kedudukan adalah sebagai berikut:

1. Ascribed status. Status yang diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan atau perbedaan antarindividu yang dibawa sejak lahir.
2. Achieved status. Status yang memerlukan kualitas tertentu yang harus diraih melalui persaingan dan usaha pribadi.
3. Assigned status. Status yang diperoleh melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain atas jasa-jasa tertentu. 

Setiap individu yang memiliki banyak status yang disebut status-set. Dalam kehidupan masyarakat selalu ada benturan-benturan atau pertentangan yang dialami seseorang, sehubungan dengan status yang dimilikinya. Hal ini disebut konflik status.
1. Konflik status individual. Dirasakan oleh orang yang bersangkutan dalam batinnya sendiri. Contohnya seorang perempuan harus memilih antara bekerja atau menjadi ibu rumah tangga.
2. Konflik status antarkelompok. Terjadi antara kelompok yang satu dengan yang lainnya. Contohnya peraturan yang dikeluarkan oleh suatu instansi sering bertentangan dengan peraturan instansi lain.
3. Konflik status antarindividu. Terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Contohnya seorang istri bertengkar dengan suaminya mengenai pengasuhan anak.  

C. Peranan Sosial
Selain konsep status sosial, di dalam struktur sosial terdapat juga konsep peranan sosial. Menurut Merton sebagaimana dikutip Raho menyatakan bahwa peran berarti pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat yang mempunyai status tertentu.  Konsep peranan sosial mengacu pada pengertian tentang serangkaian hak dan tugas yang didefinisikan secara kultural. Sehingga dengan demikian perilaku individu dilihat sebagai sesuatu yang penting atau tidak penting dalam hubungannya dengan status. Secara sederhana dapat dikatakan perbedaan antara status dan peran adalah bahwa kita memiliki status dan kita memerankan peran sosial. 

Peranan adalah perilaku yang diharapkan sehubungan dengan status yang dimiliki. Role performance adalah perilaku aktual seseorang sehubungan dengan statusnya. individu mempunyai banyak peranan yang disebut role-set Dalam kehidupan nyata sering kali terjadi gap antara apa yang seseorang seharusnya lakukan dengan apa yang seseorang lakukan. Satu status tertentu mungkin mempunyai aneka ragam peranan yang harus dimainkan. Hal inilah yang disebut dengan role set. Contohnya Anda sebagai kepala keluarga tidak hanya berperan sebagai pemimpin bagi anggota keluarga Anda, melainkan juga berperan sebagai pencari nafkah, wakil keluarga Anda dalam kegiatan-kegiatan sosial di kampung, dan lain-lain.  

Merton menganalisa mekanisme sosial yang mengintegrasikan peran-peran yang banyak itu sehingga tidak terjadi konflik. Merton memusatkan analisanya pada struktur sosial dan menyelidiki elemen-elemen fungsional dan elemen-elemen disfungsional. Elemen-elemen yang fungsional berarti elemen-elemen yang menghindari terjadinya ketidak-stabilan potensial (integrasi) di dalam diri orang yang mempunyai banyak peran. Sedangkan elemen disfungsional adalah elemen-elemen yang secara tidak sadar menciptakan ketidakstabilan (konflik) dalam diri orang yang mempunyai banyak peran itu. 

Merton menyebutkan empat mekanisme yang dapat menguraikan konflik peranan. Yaitu; Pertama, intensitas keterlibatan dalam peran yang berbeda-beda, Kedua, Orang-orang yang terlibat dalam Role-set bisa saja bersaing satu sama lain untuk memperoleh kekuasaan. Ketiga, peran itu cukup terisolir sehingga sulit diamati oleh orang-ornag yang berada dalam role set. Keempat, tingkat konflik yang dialami oleh anggota-anggota dalam role set bisa diamati. 

D. Lembaga Kemasyarakatan atau Institusi Sosial (Social Institution)
Secara individual, manusia tidak dapat mengembangkan akal pikirannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain. Maka dari itu, manusia bersifat makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan tempat atau lingkungan masyarakat yang teratur. Maka dari itu keteraturan dibuat sebagai pedoman. Pedoman tersebut lazim dinamakan dengan kaedah. Kaedah-kaedah ini merupakan pedoman atau patokan tentang bagaimana berperilaku secara pantas, atau bagaimana berperilaku sebagaimana yang diharapkan.

Kaedah-kaedah tersebut mengatur hubungan pribadi maupun hubungan antara manusia di suatu masyarakat. Kaedah-kaedaah tersebut dibuat untuk di ketahui, dipahami dan ditaati oleh warga masyarakat. Apabila kaedah-kaedah tersebut diketahui, dipahami dan ditaati oleh suatu masyarakat, maka kaedah-kaedah tersebut telah melembaga. Dengan kata lain pelembagaan merupakan suatu proses, dimana kaedah-kaedah tertentu diketahui, dipahami, dan ditaati sebagaimana mestinya. Apabila kaedah tersebut dijalankan, maka kaedah tadi sebagai pedoman untuk mengatur kebutuhan pokok manusia. Himpunan kaedah-kaedah yang mengatur kebutuhan pokok manusia disebut “lembaga sosial”. 

Lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan langsung dari istilah Social-institution. Akan tetapi hingga kini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia apa yang dengan tepat dapat menggambarkan isi social-institution tersebut. Ada yang mempergunakan istilah pranata-sosial, tetapi social-institution menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur prilaku warga masyarakat. Misalnya Koentjarangirat  mengatakan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Definisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan. 

Istilah lain yang diusulkan adalah bangunan sosial yang mungkin merupakan terjemahan dari istilah sociale-Gedible (bahasa Jerman), yang lebih jelas menggambarkan bentuk dan susunan sosial institution tersebut. Tepat-tidaknya istilah-istilah tersebut diatas, tidak dipersoalkan di sini. Digunakan istilah lembaga masyarakat, lebih menunjuk pada suatu bentuk, sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Namun disamping itu kadang-kadang juga dipakai istilah lembaga sosial.  

Menurut Parsons, semua lembaga adalah baik dalam dirinya atau berfungsi secara baik terhadap masyarakat. Namun Merton menyatakan bahwa ada hal-hal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dia menambahkan bahwa tidak semua institusi berfungsi bagi semua kelompok. Fungsi-fungsi yang tampak adalah konsekuensi-konsekuensi atau akibat-akibat yang orang harapkan dari suatu tindakan sosial. Sedangkan fungsi-fungsi yang tak tampak adalah konsekuensi atau akibat yang tidak diharapkan.

1. Ciri dan Karakter 
Menurut J.P Gillin di dalam karyanya yang berjudul "Ciri-ciri Umum Lembaga Sosial" (General Features of Social Institution) sebagaimana dikutip Soerjono Soekanto menguraikan sebagai berikut: 
a. Lembaga sosial adalah organisasi pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. Ia terdiri atas kebiasaan-kebiasaan, tata kelakukan, dan unsur-unsur kebudayaan lain yang tergabung dalam suatu unit yang fungsional.
b. Lembaga sosial juga dicirikan oleh suatu tingkat kekekalan tertentu. Oleh karena lembaga sosial merupakan himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok, maka sudah sewajarnya apabila terus dipelihara dan dibakukan.
c. Lembaga sosial memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu. Lembaga pendidikan sudah pasti memiliki beberapa tujuan.
d. Terdapat alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga sosial. 
e. Lembaga sosial biasanya juga ditandai oleh lambang-lambang atau simbol-simbol tertentu. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambar tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
f. Lembaga sosial memiliki tradisi tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan tujuan, tata tertib dan lain-lain. 

2. Fungsi Lembaga Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, lembaga sosial memiliki fungsi sebagai berikut: 
a. Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bersikap atau bertingkah laku dalam menghadapi masalah-masalah yang muncul atau berkembang di lingkungan masyarakat, termasuk yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan.
b. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan
c. Memberikan pengarahan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, yaitu sistem pengawasan masyarakat terhadap anggota-anggotanya.

3. Tipe-tipe Lembaga Sosial (Lembaga Kemasyarakatan) 
a. Dari Sudut perkembangannya:
1) Crescive institution adalah institusi yang tidak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat.
2) Enacted institution yaitu institusi yang sengaja dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentuDari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat:
3) Basic institution adalah lembaga sosial yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankann tata tertib dalam masyarakat,. Misalnya keluarga, sekolah dan lain-lain.
4) Subsidiary institustion adalah lembaga sosial yang sifatnya kurang penting, misalnya kegiatan rekreasi.
b. Dari sudut penerimaan masyarakat:
1) Approved social sanctioned institution adalah lembaga sosial yang diterima masyarakat. Misalnya perusahaan dagang, sekolah, dan lain-lain.
2) Unscanctioned institution adalah lembaga sosial yang ditolak oleh masyarakat, misalnya kelompok penjahat.
c. Dari sudut faktor penyebarannya:
1) General institution adalah lembaga sosial yang dikenal dan dianut hampir oleh semua masyarakat di dunia. Misalnya, agama
2) Restricted institution adalah lembaga sosial yang dianut oleh masyarakat misalnya, agama Islam, Kristen, dan lain-lain.
d. Dari sudut fungsinya:
1) Operative institution adalah lembaga sosial yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, misalnya lembaga industri.
2) Regulative instituions adalah lembaga sosial yang bertugas mengawasi adat istiadat yang tidak menjadi bagian lembaga mutlak itu sendiri. Misalnya kejaksaan dan pengadilan. 

4. Jenis-jenis lembaga sosial
a. Lembaga keluarga 
Lembaga keluarga, yaitu lembaga yang berfungsi memenuhi kebutuhan keluarga dan kekerabatan seperti pelamaran, perkawinan, dan lain-lain.
b. Lembaga Pendidikan 
Lembaga pendidikan, yaitu lembaga yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan akan penerangan, pendidikan, dan informasi agar setiap orang menjadi anggota yang berguna bagi masyarakat.
c. Lembaga Politik 
Lembaga politik adalah lembaga yang tujuannya menyatukan kelompok besar manusia dalam masyarakat  pada suatu negara.
d. Lembaga Agama
Lembaga Agama adalah lembaga yang fungsinya mengatur kehidupan manusia dalam kaitannya dengan kehidupan keagamaan.
e. Lembaga Ekonomi 
Lembaga ekonomi adalah lembaga yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam hal mata percarian hidup, baik dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi.

E. Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan 
1. Norma-norma Masyarakat
Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma masyarakat tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun, lama-kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu didalam jual-beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi lama-kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya, dimana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual. Norma-norma yang ada didalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang terkuat daya ikatnya. Pada terakhir, umumnya anggota-anggota masyarakat pada tidak berani melanggarnya. Untuk dapat memebdakan kekuatan yang mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian, yaitu:

a. Cara  (Usage)
b. Kebiasaan   (Folkways)
c. Tata kelakuan (Mores), dan
d. Adat-istiadat (custom).

Masing-masing pengertian di atas mempunyai dasar yang sama yaitu merupakan norma-norma kemsyarakatan yang memberikan petunjuk bagi perilaku seseorang yang hidup di dalam suatu masyarakat. Setiap pengertian di atas, mempunyai kekuatan yang berbeda karena setiap tingkatan menunjuk pada kekuatan memaksa yang lebih besar supaya menaati norma. Cara (Usage) menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Norma ini mempunyai kekuatan yang sangat lemah bila dibandingkan dengan kebiasaan (folkways). Kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.

Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tak akan mengakibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk minum pada waktu bertemu. Kebiasaan (folkways) mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh, kebiasaan memberi hormat kepada orang yang lebih tua. Apabila perbuatan tadi tidak dilakukan, maka akan dianggap suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Menurut Maclver  dan Page, kebiasaan merupakam perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja. Akan tetapi bahkan diterima sebagai norma-norma pengatur, maka disebutkan kebiasaan tadi sebagai mores dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan, di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di pihak lain melarangnya, sehingga secara langsung merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Tata kelakuan sangat penting, karena: 

a. Tata Kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu.
b. Tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya.
c. Tata kelakuan menjaga solidaritas antar anggota masyarakat.
Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakt, dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi costum atau adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat, akan menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan. 

Norma-norma diatas, setelah mengalami suatu proses pada akhirnya menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah-satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud ialah, sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat adanya proses termaksud di atas, dibedakan antara lembaga kemasyarakatan sebagai peraturan (operative social institutions). Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur prilaku orang-orang, misalnya lembaga perkawinan mengatur antara hubungan wanita dan pria. 

Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai yang sungguh-sungguh berlaku, apabila norma-norma sepenuhnya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Prilaku perseorangan yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan. Paksaan hukum di dalam pelaksanaan lembaga kemasyarakatan yang berlaku sebagai peraturan tidak selalu di gunakan. Sebaliknya, tekanan di utamakan pada paksaan masyarakat. Pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlaku sungguh-sungguh faktor paksaan tergantung dari pertimbangan-pertimbangan kesejahteraan, gotong royong, kerja sama dan sebagainya. Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga (institutionalizated), apabila norma tersebut telah diketahui, dipahami atau dimengerti, ditaati, dan dihargai.

2. Sistem Pengendalian Sosial (Social Control)
Menurut Joseph S.Roucek sebagaimana dikutip Soekanto menyatakan bahwa di dalam percakapan sehari-hari, sistem pengendalian sosial atau social control seringkali diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparaturnya. Memang ada benarnya bahwa pengendalian sosial adalah suatu pengawasan terhadap jalannya pemrintahan. Akan tetapi arti sesungguhnya pengendalian sosial jauh lebih luas, karena pada pengertian bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.

Masalah conformity dan deviation, berhubungan erat dengan social control. Conformity berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat, dengan cara mengindahkan kaidah dan nilai-nilai masyarakat. Sebaliknya, deviation adalah penyimpangan terhadap kaidah-kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat. Sebagaimana diuraikan dimuka, kaidah timbul dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang dengan masyrakat. Diadakannya kaidah serta lain-lain peraturan dalam masyarkat dengan maksud supaya conformity warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam masyrakat yang bersangkutan. Dalam masyarakat yang homogen dan tradisonal, conformity warga masyarakat adalah kuat. 


BAB III
KESIMPULAN

Suatu lingkungan sosial di mana individu-individunya saling berinteraksi atas dasar status dan peranan sosial yang diatur oleh seperangkat norma dan nilai diistilahkan dengan tatanan sosial (social order). Lingkungan sosial tersebut mempunyai sejumlah prasyarat yang menjadikannya dapat terus berjalan dan bertahan. Prasyarat tersebut adalah struktur sosial, peranan sosial, institusi atau lembaga sosial, serta pengendalian sosial.

Struktur sosial adalah salah satu elemen tatanan sosial. Struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Struktur sosial terbentuk berdasarkan status dan peranan sosial dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan status adalah pencerminan hak dan kewajiban dalam tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan peranan sosial adalah perilaku yang diharapkan sehubungan dengan status yang dimiliki.

Secara individual, manusia tidak dapat mengembangkan akal pikirannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain. Maka dari itu, manusia bersifat makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan tempat atau lingkungan masyarakat  yang teratur. Maka dari itu keteraturan dibuat sebagai pedoman, yang mana pedoman tersebut lazim dinamakan dengan kaedah. Kaedah-kaedah ini merupakan pedoman atau patokan tentang bagaimana berperilaku secara pantas, atau bagaimana berperilaku sebagaimana yang diharapkan.   

Kaedah-kaedah tersebut mengatur hubungan pribadi maupun hubungan antara manusia di suatu masyarakat. Kaedah-kaedaah tersebut dibuat untuk di ketahui, difahami dan ditaati oleh warga masyarakat. Apabila kaedah-kaedah tersebut diketahui, difahami dan ditaati oleh suatu masyarakat, maka kaedah-kaedah tersebut telah melembaga. Dengan kata lain pelembagaan merupakan suatu proses, dimana kaedah-kaedah tertentu diketahui, difahami, dan ditaati sebagaimana mestinya. Apabila kaedah tersebut dijalankan, maka kaedah tadi sebagai pedoman untuk mengatur kebutuhan pokok manusia. Himpunan kaedah-kaedah yang mengatur kebutuhan pokok manusia disebut “lembaga sosial”.


DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nurul. Sosiologi dan Politik. 
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern, cet. 6. Jakarta: Prenada Media Group.
Setiadi, M. Elly dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
________________. Memperkenalkan Sosiologi edisi baru.

Tien Optin. Modul Sosiologi BAB Tatanan Sosial. http://ssidwi23.blogspot.com/2012/04/tatanan-sosial.html
Robin Pangihutan, dkk. Tatanan Sosial dan Pengendalian Sosial. http://sosiologihukum-untar2.blogspot.com/2010/04/tatanan-sosial-dan-pengendalian-sosial.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar