FILSAFAT
ATHENA: SEPAK TERJANG KAUM SOPHIS DAN SOCRATES
oleh,
Anita
Dalam mitologi Yunani, “Hermes”
disebut sebagai utusan para Dewa. Kata Hermes kemudian meluas menjadi “Hermetic”
yang berarti tersembunyi atau tak terjangkau. Tindakan para filsuf alam menjauhkan
mereka dari mitologis dunia. Para filsuf alam itu disebut Pra-Socrates, sebab
mereka hidup sebelum Socrates. Socrates mewakili era baru, karena dia merupakan
filsuf besar pertama yang dilahirkan di Athena.
Setelah 450 SEB,
filsafat mengambil jalan baru. Sebelumnya para filsuf alam memusatkan perhatian
pada hakekat dunia fisik beleka. Namun saat itu di Athena minat dipusatkan pada
individu dan kedudukannya dalam masyarakat. Secara lambat laun demokrasi-pun
berkembang, dan hanya orang-orang yang berpendidikan yang dapat berpartisipasi
didalamnya. Menguasai seni berpidato adalah sebuah cara yang dianggap dapat
meyakinkan penduduk Yunani. Pada saat itu sekelompok guru dan filsuf
berkeliling dari koloni-koloni di Yunani dan berkumpul di Athena. Mereka
menamakan diri kaum Sophis.
Kata Sophis berarti seseorang yang
berpengetahuan dan bijaksana. Kaum Sophis mencari nafkah dengan mengajar
penduduk dengan imbalan uang. Persamaan kaum Sophis dan filsuf adalah mereka
sama-sama mengkritisi mitologi tradisional. Namun kaum sophis menolak spekulasi
filsafat yang dianggap tidak berguna. Mereka berpendapat bahwa meskipun ada
jawaban untuk pertanyaan filosofis, namun manusia tidak dapat mengetahui
kebenaran mengenai alam dan jagad raya. Dalam filsafat, pandangan seperti ini
disebut skeptisisme.
Kaum sophis menyibukkan
diri mereka dengan masalah manusia dan kedudukannya dalam masyarakat. Menurut
salah seorang dari kaum sophis, Protagoras (485-410 SEB), manusia adalah ukuran
segala sesuatu. Masalah benar atau salahnya suatu hal tergantung pada kebutuhan-kebutuhan
seseorang. Kaum sophis tidak mempercayai Dewa Yunani dan mengatakan bahwa
pertanyaan mengenai Dewa terlalu kompleks sedangkan hidup di dunia ini bergitu
singkat. Orang yang tidak mampu mengatakan secara tegas apakah Dewa atau
Tuhan itu ada dinamakan seorang agnostik.
Kaum sophis juga
mengemukakan bahwa kesopanan alamiah tidak dapat dipertahankan sebab kesopanan
alamiah bukanlah sifat bawaan lahir manusia. Kesopanan atau tidak merupakan
masalah aturan sosial. Kaum sophis kemudian menciptakan pergulatan sengit di
Athena dengan mengatakan bahwa tidak ada norma mutlak untuk menentukan apa yang
benar dan yang salah.
Kelahiran
dan Kematian Socrates
Socrates (470-399 SEB)
merupakan seorang filsuf yang tidak pernah menuliskan ajaran filsafatnya.
Pengetahuan tentang Socrates diperoleh dari Plato yang merupakan salah satu
muridnya. Plato menulis sejumlah Dialog, atau diskusi-diskusi yang
didramatisasi mengenai filsafat. Dia menempatkan Socrates sebagai tokoh utama
dan sebagai juru bicaranya. Socrates menghabiskan hidupnya di alun-alun dan di
pasar untuk berbicara dengan orang-orang yang ditemuinya. Dia mengatakan kepada
masyarakat bahwa “Pohon-pohon di Pedesaan tidak mengajarkan apa-apa
padaku”.
Socrates digambarkan
segagai seorang yang memuliki rupa yang tidak menarik. Meskipun begitu,
dikatakan bahwa batinnya sangat merasakan bahagia. Dia mengatakan, “Anda dapat
menemukan pada masa sekarang, Anda dapat menemukannya pada masa lampau, namun
Anda tidak akan menemukan padanannya”. Kata-kata ini bernilai misteri seperti
kehidupannya yang dipenuhi misteri.
Hakekat seni Socrates
terletak pada sifatnya yang tidak ingin menggurui orang lain. Dia selalu ingin
belajar dari orang-orang yang ditemui olehnya untuk diajak berdiskusi. Socrates
melakukan hal ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti tidak
mengetahui apapun. Dalam diskusi ini dia berhasil membuat penentangnya
menyadari kelemahan argumen mereka. Dan karena tersudut mereka menyadari apa
yang benar dan apa yang salah.
Socrates memiliki latar
belakang yang sedikit unik, ibunya merupakan seorang bidan. Latar belakang ini
berpengaruh pada aliran filsafatnya. Seperti seorang bidan, dia mengatakan
bahwa kedudukannya hanya sebagai pembantu dalam kelahiran, bukan sebagai yang
melahirkan. Menurutnya dia hanya membantu orang-orang “melahirkan” wawasan yang
benar, sebab pemahaman sejati menurutnya harus timbul dari dalam diri sendiri.
Setiap orang dapat menangkap kebenaran-kebenaran filosofis jika mereka mau
menggunakan akal mereka sendiri. Dengan berlagak bodoh, Socrates memaksa orang-orang
yang ditemui menggunakan akal sehat mereka. Inilah ironi Socrates yang memungkinkannya untuk
mengungkap kelemahan pikiran orang-orang yang diajaknya berdiskusi. Karena
perlakuannya tersebut, orang-orang menganggapnya sangat menjengkelkan, apalagi
di kalangan orang-orang yang memiliki kekuasaan. Socrates selanjutnya
mengatakan bahwa “Athena seperti kuda lembam dan akulah pengganggu yang
menyengatnya agar beringas”.
Socrates selalu mengatakan
bahwa dirinya selalu menyimpan “suara ilahi”. Dia melakukan protes terhadap
hukuman mati yang diterapkan pada orang-orang yang dianggap bersalah. Pada 399 SEB,
dia didakwa memperkenalkan Dewa-dewa baru dan merusak kaum muda serta tidak mempercayai
Dewa-dewa yang telah diterima dalam mitologi Yunani. Socrates kemudian didakwa
bersalah oleh lima ratus orang juri. Socrates menghargai hati nuraninya dan menyatakan
bahwa kebenaran lebih tinggi daripada nyawanya sendiri. Socrates tewas setelah
dipaksa meminum racun cemara.
Socrates hidup di masa
yang sama dengan kaum sophis. Bahkan generasi setelahnya yaitu Cicero mengatakan
bahwa “Socrates menurunkan filsafat dari langit, mengantarkan ke kota-kota,
memperkenalan ke rumah-rumah dan memaksanya untuk menelaah kehidupan etika,
kebaikan, dan kejahatan”. Namun Socrates berbeda dengan kaum sophis yaitu dia
tidak menganggap dirinya bijaksana dan pandai. Socrates menyebut dirinya
sebagai filsuf yang sesungguhnya berarti “orang yang mencintai kebijaksanaan”.
Seorang filsuf mengetahui bahwa dalam kenyataannya hanya sedikit yang
diketahuinya. Itulah sebabnya dia selalu berusaha untuk mengetahui kebenaran
yang sejati. Filsuf juga merupakan seseorang yang mengetahui bahwa ada banyak
hal yang tidak dipahaminya, dan dia merasa terganggu olehnya. Socrates
menyatakan bahwa “orang yang paling bijaksana adalah yang mengetahui bahwa dia
tidak tahu” dan “hanya satu yang aku tahu yaitu aku tidak tahu apa-apa”.
Socrates menuai
kontroversi karena dia seringkali mengajukan pertanyaan daripada sebuah
jawaban. Menurutnya pada dasarnya manusia sering dihadapkan pada sejumlah
pertanyaan sulit yang tidak dapat ditemukan jawabannya. Dalam hal ini terdapat
dua golongan manusia, yang pertama adalah golongan yang memperdaya diri bahwa
dia telah mengetahui jawaban atau yang kedua memilih diam atau menutup kepala
terhadap hal itu. Oleh karena itulah seorang filsuf merupakan seseorang yang
tidak mau menyerah dan terus berusaha tanpa kenal lelah mencari kebenaran.
Socrates merasa sangat penting untuk membuat landasan yang kuat dalam
pengetahuan. Dia percaya landasan ini terletak pada akal manusia. Oleh karena
itulah dia termasuk kedalam golongan rasionalis.
Socrates menyatakan
bahwa dia dituntun oleh suara batin ilahi dan bahwa “hati nurani” mengatakan
kepadanya apa yang benar. Dia mengatakan “orang yang telah mengetahui apa yang
baik akan berbuat baik”. Wawasan yang benar menurutnya akan menuntun pada
tindakan yang benar. Orang yang bertindak benar dapat menjadi seseorang yang
berbudi luhur. Seseorang melakukan kesalahan karena hal yang tidak
diketahuinya. Itulah sebabnya sangat penting untuk belajar.
Socrates juga mencari
definisi yang sesuai secara universal mengenai hakekat benar dan salah. Tidak
seperti kaum sophis, dia percaya kemampuan untuk membedakan benar dan salah terletak
pada akal manusia, bukan pada masyarakat seperti yang dikemukakan kaum sophis. Kemudian
Socrates juga menganggap bahwa tidak mungkin seseorang dapat bahagia jika
mereka menentang penilaian hati nurani mereka mengenai hal yang lebih baik.
Orang yang tahu apa yang benar akan bertindak benar karena mengikuti apa yang
dikatakan hatinya untuk bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar