Rabu, 17 Juli 2013

Organisasi Mahasiswa dan Pemira

ORGANISASI MAHASISWA DAN PEMILU RAYA SEBAGAI PENCERDASAN POLITIK MAHASISWA
oleh, Anita (1110015000015)[1]

“Beri aku 10 pemuda cinta tanah air akan ku goncangkan dunia” (Ir.Soekarno)

Pemuda dalam hal ini mahasiswa adalah sosok yang paling dinamis dan tidak dapat dipisahkan dari perjuangan bangsa. Pemuda selalu hadir untuk memberikan sumbangan yang bermakna bagi bangsa Indonesia. Ia selalu tampil untuk menyuarakan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan menentang segala bentuk ketidakadilan pada zamannya. Pemuda adalah penggerak utama sejarah Bangsa.

Mahasiswa dalam Kiprahnya di Kancah Perpolitikan Indonesia
Agent of change, agent of control, dan social force, gelar itulah yang sering nobatkan kepada mahasiswa yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Sebagai agent of change atau agen perubahan, mahasiswa sebagai pemuda memiliki jiwa tangguh untuk melakukan perubahan. Sebagaimana yang telah diketahui, pemuda adalah motor penggerak revolusi dan reformasi politik di Indonesia selama beberapa periode pemerintahan. Secara eksplisit pemuda yang memiliki kedudukan sebagai mahasiswalah yang memberi perubahan besar pada kancah perpolitikan Indonesia.

Sejarah mencatat, mahasiswa mampu menggulingkan beberapa rezim kuat. Pada tahun 1960-an, dengan semboyan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat), mahasiswa menuntut perubahan dalam segala sisi pada masa pemerintahan Soekarno. Situasi ekonomi dan politik yang kacau menjadi alasan utama mahasiswa melakukan berbagai demonstrasi. Mereka juga menuntut keadilan serta pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI). Secara implisit, gerakan tersebut mampu menggoyangkan kepemimpinan Soekarno hingga akhirnya lahir SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret) yang menjadi mandat Soekarno kepada Soekarno untuk menanggulangi konflik. Dengan mandat tersebut Soekarno akhirnya lengser, digantikan oleh Soeharto yang menjabat paling lama sebagai presiden Indonesia.

Pada era pemerintahan Soeharto mulai berlaku Undang-undang yang secara eksplisit melumpuhkan pergerakan mahasiswa. Tepatnya setelah peristiwa MALARI, undang-undang tersebut membatasi ruang pergerakan mahasiswa yang awalnya terkonsepsi dalam sebuah pergerakan besar yang menyatukan mahasiswa antar universitas. Mahasiswa diciptakan sebagai akademisi yang hanya mengurusi perpolitikan tingkat fakultas. Upaya ini ditempuh karena kekhawatiran rezim orde baru terhadap mahasiswa yang akan menggulingkan pemerintahan otoriter Soeharto. Cara ini terkenal ampuh membendung pergerakan mahasiswa. Selama berpuluh tahun cara ini diterapkan hingga pergantian kepemimpinan menteri P dan K pada tahun 1990.

Berbagai kebijakan orde baru terdiri atas: Pertama, pembekuan organisasi Dema, Kedua, SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan P dan K no. 0156/U/1978 yang berisi Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) serta SK menteri P dan K no. 0137/U/1979 yang berisi aturan bentuk susunan lembaga kemahasiswaan di perguruan tinggi. SK ini melarang pembentukan Dema dan mengizinkan pembentukan Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Ketiga, SK Mendikbud no. 0457/U/1990 tentang pedoman umum organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi. Pemerintah menghendaki adanya Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), SMF, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ). Pada awal 1990-an mulai menemui titik terang setelah pergantian menteri P dan K, kebijakan NKK/BKK dicabut dan diganti dengan SK no. 045/U/1990 mengenai Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK), kebijakan ini berisi penetapan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang diakui sebagai bagian dari organisasi kemahasiswaan intra-universitas.[2]

Situasi ini tidak menjadikan mahasiswa merasa puas atas kebebasan berkiprah di perguruan tinggi. Kebijakan ini dianggap mahasiswa sebagai tameng untuk mengembalikan fokus mahasiswa hanya pada di kampus saja. Namun situasi berbalik setelah krisis hebat melanda Indonesia pada tahun 1997. Pada tahun 1998, dengan demonstrasi besar-besaran hingga pendudukan mahasiswa di gedung MPR RI, akhirnya Soeharto mundur dari jabatan presiden yang memerintah selama 32 tahun. Sejak saat itulah reformasi Indonesia dimulai dengan rezim otoritarian menjadi sistem demokrasi.

Sangat disayangkan setelah era tersebut suara dan sorak sorai pergerakan mahasiswa semakin tidak terdengar. Padahal ini berkebalikan dengan kondisi yang terjadi saat pemerintahan tidak lagi bersifat represif. Kebebasan berbicara telah menyebar, namun mahasiswa kurang mengejar hal tersebut. Hanya segelintir mahasiswa yang masih memegang idealisme menuntut berbagai perubahan pemerintahan. Sisanya terjebak pada arus globalisasi yang membawa nilai-nilai liberalisasi dalam segi kehidupan. Mahasiswa kebanyakan kini lebih memilih bersenang-senang di mall daripada berpanas-panasan demo menuntut perbaikan ekonomi. Mahasiswa telah menjadi hedonis, nilai tersebutlah yang merusak sendi-sendi pergerakan mahasiswa.

Aroma pragmatisme muncul beriringan dengan fakta bahwa studi adalah hal yang utama. Kebanyakan mahasiswa memilih jalan apatis dalam perkuliahan, sehingga seringkali  muncul sebutan yaitu mahasiswa Kupu-kupu dan Kura-kura. Mahasiswa kebanyakan enggan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Padahal dengan mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler, idealisme mahasiswa sebagai social control terbentuk. Dan ini juga membantu dalam pembentukan manajemen kepemimpinan dalam dirinya, serta langkah awal dalam pergumalan politik praktis. Berbagai manfaat ini diperoleh dari organisasi kemahasiswaan.

Pengertian Organisasi Mahasiswa
Organisasi berasal dari bahasa latin organum yang berarti alat atau badan. 
Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia, organisasi adalah susunan atau kesatuan dari berbagai-bagai bagian (orang dan sebagainya) sehingga merupakan kesatuan yang teratur.[3] Pada dasarnya ada 3 ciri khusus dari suatu organisasi, yaitu: adanya kelompok manusia, kerjasama yang harmonis, dan kerjasama tersebut berdasar atas hak, kewajiban serta tanggung jawab masing-masing orang untuk mencapai tujuan.[4] Pengertian organisasi menurut para ahli adalah sebagai berikut.
1.  James D. Money (1974)
Organisasi adalah bentuk dari perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama.
2.   Ralph Currier Davis (1951)
Organisasi adalah kelompok orang-orang yang berkerja mencapai tujuan bersama di bawah pimpinan.
3.   John D. Millet (1954)
Organisasi adalah sebuah kerangka struktur, sebagai wahana dan wadah pelaksanaan pekerjaan banyak orang untuk mencapai suatu tujuan bersama.
4.   Dwight Waldo (1956)
Organisasi adalah struktur hubungan antar manusia berdasarkan wewenang dan bersifat tetap dalam suatu sistem administrasi.[5]
5.   Cyril Soffer (1973)
Organisasi adalah perserikatan orang, yang masing-masing diberi peranan tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian kerja di mana pekerjaan dibagi menjadi rincian tugas, diberikan di antara pemegang peranan, dan kemudian digabung ke beberapa bentuk hasil.[6]
6.   Melwin Syafrizal Daulay (2004)

Organisasi merupakan suatu wadah tempat berkumpulnya orang-orang (manusia) yang memiliki minat, bakat, tujuan atau cita-cita yang sama. Unsur-unsur utama yang terkait, dan akan mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh keberadaan organisasi adalah (4 M): 1) Man (Manusia), 2) Method (Sistem), 3) Money (Dana), dan 4) Material (Bahan)[7]

Sedangkan pengertian Mahasiswa berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia adalah orang yang belajar (pelajar) di perguruan tinggi.[8] Dalam Peraturan Pemerintah no. 60 tahun 1999, dijelaskan lebih lanjut mengenai mahasiswa sebagai berikut: Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu. Dalam pelaksanaan tugas pengembangan kemahasiswaan sehari-hari diperguruan tinggi, ruang lingkup tugas pembimbing kemahasiswaan dibatasi pada jenjang D3 (S0) dan S1.[9]

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka organisasi mahasiswa adalah bentuk kegiatan di perguruan tinggi yang diselenggarakan dengan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa. Organisasi tersebut merupakan wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan peingkatan ilmu dan pengetahuan, serta integritas kepribadian mahasiswa. Menurut Paryati Sudarman (2004), Organisasi mahasiswa juga sebagai wadah pengembangan kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa di perguruan tinggi yang meliputi pengembangan penalaran, keilmuan, minat, bakat dan kegemaran mahasiswa itu sendiri. Hal ini dikuatkan oleh Kepmendikbud RI no. 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di perguruan tinggi, bahwa:

Organisasi kemahasiswaan intra-perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiaan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi.[10]

Organisasi mahasiswa dalam tatacara manajemen organisasi tidak berbeda jauh dengan organisasi umum lainnya. Hal-hal yang menyebabkan keberadaannya adalah:
1. dikarenakan kesamaan keyakinan, minat dan bakat anggota, biasanya bertujuan untuk menyalurkan minat dan bakat tersebut dalam suatu wujud kegiatan yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai suatu prestasi, sebagai kebutuhan fisik, rohani ataupun sekedar penyalur hobi,
2. dikarenakan tuntutan kebutuhan, keadaan lingkungan yang terjadi saat itu, seperti organisasi layanan sosial untuk bantuan bencana alam, pendidikan bagi masyarakat miskin dan anak terlantar, layanan kesehatan dan keselamatan,
3. dikarenakan peluang yang ada untuk pengembangan kepribadian atau untuk tujuan provit/keuntungan, misal untuk menumbuhkan jiwa entrepreneurship atau kewirausahaan, kemandirian dan profesionalisme, dengan membentuk unit kooperasi mahasiswa, kelompok marketing, public relation, dan event organization, pembimbing atau asisten pelatihan atau pendidikan profesional.
4.  dikarenakan tuntunan agama / aktifitas religi seperti unit kerohanian dan lain-lain.
5.  dikarenakan amanat dan tuntutan sivitas akademika untuk mengemban suatu amanat khusus dengan suatu visi dan misi yang jelas sesuai AD/ART, memiliki pedoman GBHK (Garis-garis Besar Haluan Kerja). Misalnya Senat Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, Lembaga Eksekutif Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Jurusan dan lain-lain. Organisasi ini biasanya merupakan suatu struktur organisasi yang kompleks dengan maksud dan tujuan organisasi seperti diatur pada AD/ART organisasi tersebut.[11]

Menurut Silvia Sukirman (2004), organisasi mahasiswa terdiri dari:
1. Organisasi mahasiswa intra-universiter, disebut juga organisasi mahasiswa di perguruan tinggi, adalah organisasi mahasiswa yang berkedudukan di dalam perguruan tinggi yang bersangkutan. Bentuk-bentuk organisasi kemahasiswan itu antara lain:
a.  Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), merupakan wadah atau badan normatif dan menjadi perwakilan tertinggi mahasiswa dengan tugas pokok mengorganisasikan kegiatan ekstrakurikuler pada tingkat perguruan tinggi.
b.   Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), merupakan wadah kegiatan ekstrakurikuler di perguruan tinggi yang bersifat penalaran dan keilmuan, minat dan kegemaran, kesejahteraan mahasiswa serta pengabdian masyarakat. Sebagai contoh ada unit kegiatan untuk olahraga seperti basket, sepak bola, bela diri; ada juga unit kegiatan untuk kesenian sepeti panduan suara, budaya tradisional.
c.  Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), merupakan wadah kegiatan ekstrakurikuler di perguruan tinggi yang bersifat penalaran dan keilmuan sesuai dengan program studi pada jurusan.
2.  Organisasi mahasiswa ekstra-universiter, yaitu organisasi mahasiswa yang berkedudukan di luar perguruan tinggi tertentu, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan lain sebagainya.

Organisasi mahasiswa dapat menjadi sarana efektif dalam membantu mahasiswa menemukan kesadaran, kemudian dorongan dan motivasi untuk berprestasi karena ia berada pada lingkungan pergaulan yang mendukung. Mahasiswa yang aktif di organisasi mahasiswa umumnya akan lebih cepat memahami dirinya, menemukan jati diri dan prinsip hidupnya, sehingga mereka dapat mengatur diri dan waktu dengan baik untuk mencapai target-target mereka. Berorganisasi cenderung akan melahirkan pemahaman diri, jati diri, prinsip hidup, karakter, kepercayaan diri dan skill. Organisasi mahasiswa harus menjadi wadah pembelajaran sekaligus wadah pendidikan, atau knowledge resource [12]

Politik Serba Praktis ala Mahasiswa
Ditengah era global yang menelurkan sikap hedonis pada mahasiswa, ternyata masih masih tersisa mahasiswa yang gigih menuntut perubahan. Mereka yang seperti ini adalah mahasiswa yang tergabung dalam organisasi intra maupun ekstra kampus. Mahasiswa yang seperti ini berbeda dengan mahasiswa kebanyakan yang bersikap egois dan hanya mementingkan studi belaka. Bahkan lebih parah lagi kebanyakan dari merekapun tidak mementingkan studi dan memilih menjadi mahasiswa absensi.

Meskipun begitu, keterlibatan aktif mahasiswa pada organisasi ekstra kampus tertentu sering dipandang sebelah mata. Hal ini karena telah menjadi trend bahwa mahasiswa merupakan ladang empuk masuknya pemahaman politik praktis dan penanaman ideologi partai politik tertentu. Keadaan ini sebenarnya tidak buruk, namun seringkali ideologi yang dibawa masuk oleh partai politik membawa unsur lain dalam politik yaitu ‘politik kepentingan’. Organisasi mahasiswa bahkan terbentuk menjadi organisasi pragmatis guna menguasai perpolitikan kampus. Tidak jarang untuk mengejar posisi dan kedudukan tertentu terjadi saling sikut antar organisasi mahasiswa untuk memenangkan sebuah pertarungan politik.

Pembelajaran politik yang seperti ini harusnya dapat diminimalisir. Politik ala kampus nyatanya tak mampu menjadi sarana pembelajaran demokrasi pada mahasiswa. Organisasi ekstra kampus dengan latar belakang partai politik seringkali melakukan penjegalan terhadap organisasi ekstra kampus lain yang dianggap membahayakan kelompoknya. Padahal seharusnya organisasi ekstra kampus dapat memberi ruang lebih kepada organisasi ekstra kampus lain yang tidak bertentangan dengan dasar Negara Indonesia. Dalam hal ini akhirnya tercipta suasana ‘perlombaan dalam kebaikan’. Perlombaan ini haruslah sehat agar tidak terjadi superioritas golongan tertentu terhadap golongan lain dan mengakibatkan apatisme mahasiswa muncul. Organisasi mahasiswa juga harus menjadi sarana pendidikan politik sebagai tempat para mahasiswa untuk mengembangkan semua bakat dan kemampuannya, mulai dari aspek kognitif wawasan kritis, sikap politik hingga keterampilan politik.

Pemilu Raya (Pemira) sebagai Sarana Pencerdasan Politik Mahasiswa
Miriam Budiarjo menyatakan bahwa Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin Negara, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (Public Policy). Selain itu juga dapat berupa aktif menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting), atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota parlemen, menjadi anggota partai, anggota gerakan sosial dengan direct action, dan sebagainya.[13]

Dalam dunia politik kampus bentuk partisipasi politik sebagaimana diungkapkan Miriam Budiarjo bisa didapat para aktivis mahasiswa dengan terlibat dalam pemilihan umum mahasiswa, peduli terhadap setiap permasalahan mahasiswa dan masyarakat, melakukan pembelaan (advokasi) hak-hak mahasiswa, kritis terhadap kebijakan kampus dan pemerintah, aktif dalam organisasi mahasiswa, terlibat dalam pemberdayaan masyarakat dan sebagainya. Pemira merupakan pintu awal perpolitikan pada mahasiswa. Dalam pemira, mahasiswa memperoleh pembelajaran untuk ‘merangkul berbagai pihak’ guna mendukung suaranya dalam pemilihan. Pemira merupakan sarana awal pencerdasan politik mahasiswa.

Mahasiswa yang terpilih sebagai presiden dan wapres dalam suatu jabatan tertentu harus mampu merangkul suara untuk memenangkan pemira. Dengan kemenangannya tersebut dia akan memperoleh wewenang dan kekuasaan. Dengan wewenang dan kekuasaannya, dia dapat mengatur dan menjalankan fungsi sebagai pemimpin dan fasilitator. Kemenangan dalam pemira juga dapat menjadi batu loncatan mahasiswa ke partai politik. Banyak politisi Indonesia yang mengawali karir politik dari dunia perpolitikan kampus.

Pemira dikatakan simbol demokrasi dunia kampus. Sangat sempit bila mengartikan pemira hanyalah sebagai pendidikan politik praktis pada mahasiswa. Pemira harusnya menjadi jembatan perbaikan moral dan etika pada tata kelola kampus dengan menjadi pemangku kebijakan mahasiswa. Mahasiswa yang hanya berpartisipasi sebagai pemilih juga mengalami proses belajar cerdas dalam menentukan pemimpin mereka dengan mengunakan hak suaranya secara bijaksana.

Pemira seharusnya menjadi proses pendidikan politik mahasiswa yang bermoral. Gerakan politik moral mahasiswa berangkat dari kesadaran untuk menciptakan good governance dalam kampus. Pemira yang merupakan sarana perpolitikan mahasiswa juga dapat diharapkan mampu menciptakan calon pemimpin bangsa di masa depan yang menerapkan prinsip good governance tersebut. Karena perpolitikan mahasiswa seringkali dijadikan alat untuk mengukur seberapa baik atau buruknya politik pada bangsa Indonesia.

Mahasiswa sebagai harapan masyarakat Indonesia setidaknya menjadikan miniatur tata kelola pemerintahan bangsa ini. Dengan pemira yang bersih, diharapkan melahirkan pemimpin bersih bangsa di masa yang akan datang. Kecurangan dalam pemira dapat menjadi tolak ukur kotornya perpolitikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan mahasiswa merupakan pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Keadaan mahasiswa dapat meramalkan keadaan bangsa di masa yang akan datang.

Kesimpulan
Agent of change, agent of control, dan social force, gelar itulah yang sering nobatkan kepada mahasiswa yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Sebagai agent of change atau agen perubahan, mahasiswa sebagai pemuda memiliki jiwa tangguh untuk melakukan perubahan. Sebagaimana yang telah diketahui, pemuda adalah motor penggerak revolusi dan reformasi politik di Indonesia selama beberapa pemerintahan. Secara eksplisit pemuda yang memiliki kedudukan sebagai mahasiswalah yang memberi perubahan besar pada kancah perpolitikan Indonesia.

Organisasi mahasiswa adalah bentuk kegiatan di perguruan tinggi yang diselenggarakan dengan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa. Organisasi tersebut merupakan wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan peingkatan ilmu dan pengetahuan, serta integritas kepribadian mahasiswa. Menurut Paryati Sudarman (2004), Organisasi mahasiswa juga sebagai wadah pengembangan kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa di perguruan tinggi yang meliputi pengembangan penalaran, keilmuan, minat, bakat dan kegemaran mahasiswa itu sendiri. Hal ini dikuatkan oleh Kepmendikbud RI. No. 155/U/1998.

Keterlibatan aktif mahasiswa pada organisasi ekstra kampus tertentu sering dipandang sebelah mata. Hal ini karena telah menjadi trend bahwa mahasiswa merupakan ladang empuk masuknya pemahaman politik praktis dan penanaman ideologi partai politik tertentu. Keadaan ini sebenarnya tidak buruk, namun seringkali ideologi yang dibawa masuk oleh partai politik membawa unsur lain dalam politik yaitu ‘politik kepentingan’. Organisasi mahasiswa bahkan terbentuk menjadi organisasi pragmatis guna menguasai perpolitikan kampus. Tidak jarang untuk mengejar posisi dan kedudukan tertentu terjadi saling sikut antar organisasi mahasiswa untuk memenangkan sebuah pertarungan politik.

Sesungguhnya sangat sempit bila mengartikan pemira hanya sebagai pendidikan politik praktis mahasiswa. Pemira harusnya menjadi jembatan perbaikan moral dan etika pada tata kelola kampus dengan menjadi pemangku kebijakan mahasiswa. Mahasiswa yang hanya berpartisipasi sebagai pemilih mengalami proses belajar cerdas dalam menentukan pemimpin mereka dengan mengunakan hak suaranya secara bijaksana.
Mahasiswa sebagai harapan masyarakat Indonesia setidaknya menjadikan miniatur tata kelola pemerintahan bangsa ini. Dengan pemira yang bersih, diharapkan melahirkan pemimpin bersih bangsa di masa yang akan datang. Kecurangan dalam pemira dapat menjadi tolak ukur kotornya perpolitikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan mahasiswa merupakan pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Keadaan mahasiswa dapat meramalkan keadaan bangsa di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2005.
Daulay. Melwin Syafrizal. Pedoman Praktis Manajemen Organisasi Kemahasiswaan Administrasi dan Manajemen Organisasi. Sleman: Stmik Amikom Yogyakarta.
Djati, Julistriarsa. Manajemen Umum. Yogyakarta: BPFE. 1998.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008.
Sutarto. Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2006.

Artikel
Ilham. Motivasi Berprestasi Melalui Organisasi Mahasiswa: Mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Duta Mahasiswa GenRe BKKBN, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Skripsi
Erlangga, Zainal C. Peran Forum Komunikasi (Forkom) UI, FIB UI, 2009.

http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/06/konsep-organisasi-kemahasiswaan.html#ixzz2Vn7xsFYj


[1] Tulisan ini disusun sebagai syarat mengikuti Lomba Debat pada Tarbiah Expo Juni 2013. Penulis merupakan mahasiswa semester 6 konsentrasi Sosiologi dan Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
[2] Zainal C. Erlangga, Skripsi dengan judul Peran Forum Komunikasi (Forkom) UI, FIB UI, 2009.
[3] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 1023.
[4] Julitriarsa, Djati, Manajemen Umum, (Yogyakarta: BPFE, 1998), hal. 41.
[5] Julitriarsa, Djati, Manajemen Umum, hal. 42-43.
[6] Sutarto, Dasar-dasar Organisasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hal. 36.
[7] Melwin Syafrizal Daulay. Pedoman Praktis Manajemen Organisasi Kemahasiswaan Administrasi dan Manajemen Organisasi, (Sleman: Stmik Amikom Yogyakarta), hal. 8.
[8] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, hal. 895.
[9] Melwin Syafrizal Daulay. Pedoman Praktis Manajemen Organisasi Kemahasiswaan Administrasi dan Manajemen Organisasi, hal. 5.
[10]http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/06/konsep-organisasi-kemahasiswaan.html#ixzz2Vn7xsFYj
[11] Melwin Syafrizal Daulay, Pedoman Praktis Manajemen Organisasi Kemahasiswaan Administrasi dan Manajemen Organisasi, hal. 10-11.
[12] Ilham, Artikel: Motivasi Berprestasi Melalui Organisasi Mahasiswa, Mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Duta Mahasiswa GenRe BKKBN, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
[13] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar