Minggu, 01 Juli 2012

Penelitian kilat beberapa bagian dihilangkan



PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN KARAKTER ISLAMI DI PONDOK PESANTREN PUTRI HUSNAYAIN BABAKAN SUKABUMI

KARYA ILMIAH



Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai nilai Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah Pendidikan Profesi Keguruan

oleh,
Nama                : Anita
NIM                 : 1110015000015



PRODI SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Karya Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Profesi Keguruan. Karya tulis Ilmiah ini membahas mengenai pendidikan karakter pada siswa SMP dan SMA. Judul karya tulis ilmiah ini adalah Peran Guru dalam Pengembangan Karakter Islami di Pondok Pesantren Putri Husnayain Babakan Sukabumi.  Setelah secara singkat waktu yang diberikan untuk observasi, Alhamdulillah karya ilmiah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Dalam penyelesaian karya ilmiah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.            Dr. Yayah Alawiyah, M.A selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Profesi Keguruan. Atas arahan dan bimbingan beliau-lah karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
2.            Ayah dan kakak tercinta yang banyak memberikan motivasi dan dorongan serta bantuan, baik secara moral maupun spiritual.
3.            Narasumber terpecaya dalam penelitian ini, beberapa guru Husnayain Boarding School yang telah banyak membantu. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Buya K.H. Chollil Ridwan, L.C selaku pimpinan Pondok Pesantren Husnayain, Dr. Nirwan Syafrin Manurung serta Usth. Ula Randis Asasiyah, L.C sebagai pengasuh pondok pesantren putri yang terletak di Babakan, Kabandungan Sukabumi.
4.            Santri putri Pesantren Husnayain atas bantuan dan kerelaannya sebagai objek penelitian penulis.
5.            Semua pihak yang ikut membantu dalam pencarian data dan informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, cetak maupun elektronik, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas semuanya.
Sebagai seorang mahasiswi yang masih dalam proses pembelajaran, penulis menyadari segala kekurangan dalam penulisan karya ilmiah. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penyempurnaan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan penulis, semoga karya ilmiah yang sederhana ini, dapat memberi gambaran secara komprehensif terhadap pembaca dan kita semua dalam mengupayakan penanaman karakter terhadap peserta didik. Sebagai seorang guru dan calon guru yang sukses, penulis mengharapkan untuk kedepannya dapat menanamkan semua karakter-karakter tersebut untuk peserta didik dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sukabumi, 30 Juni 2012

                                           PENULIS


ABSTRAK

Karya ilmiah yang berjudul Peran Guru dalam Pengembangan Karakter Islami di Pondok Pesantren Putri Husnayain Babakan Sukabumi ini membahas pengembangan karakter pada peserta didik. Karya tulis ini juga melihat nilai-nilai karakter apa saja yang ditanamkan oleh para guru Pesantren Husnayain kepada anak didiknya dan cara pengaplikasiannya dalam budaya religius pesantren.
Tujuan pemulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberitahukan kepada pembaca mengenai pentingnya pendidikan karakter sebagai salah satu penunjang kegiatan belajar mengajar. Berbagai permasalahan adab yang dihadapi bangsa Indonesia ini tidak lain karena suatu sistem pendidikan yang kurang memperhatikan penanaman adab kepada peserta didiknya. Diharapkan setelah karya ilmiah ini terselesaikan, pembaca secara umum dapat mengetahui pentingnya penanaman adab kepada peserta didik yang dididiknya melalui penanaman nilai-nilai karakter .
Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan melakukan Studi Pustaka. Penulis mencari bahan-bahan tentang pendidikan karakter dari Internet, juga melalui buku-buku dan ensiklopedia tentang penanaman adab dalam pendidikan Islam. Tidak hanya itu, untuk memperkuat penelitian ini, penulis juga melakukan pengamatan secara langsung kepada para beberapa guru dalam hal ini ustazah mengenai caranya memberikan tauladan kepada peserta didik. Sebagai salah satu staf pengajar pesantren ini pula setidaknya penulis mengetahui lebih jauh mengenai upaya penanaman adab di pesantren ini. Selain itu penulis juga melakukan wawancara, baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap guru
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan fakta bahwa penanaman adab terhadap peserta didik masih sangat kurang. Beberapa pendidik kurang menyadari pentingnya penanaman adab dan nilai-nilainya melalui pendidikan karakter terhadap peserta didik. Pendidik juga kurang dalam menanamkan karakter terhadap dirinya sendiri sebagai suatu teladan dalam proses pendidikan.

BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang Masalah
Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD-Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang. Ia juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa. Mendiknas mengungkapkan hal ini saat berbicara pada pertemuan Pimpinan Pascasarjana LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan (Unimed), Sabtu (15/4/2010). 
Munculnya gagasan program pendidikan karakter dalam dunia pendidikan di Indonesia, bisa dimaklumi, sebab selama ini dirasakan, proses pendidikan ternyata belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mentalnya lemah, penakut, dan perilakunya tidak terpuji.
Bahkan, bisa dikatakan, dunia Pendidikan di Indonesia kini sedang memasuki masa-masa yang sangat pelik. Kucuran anggaran pendidikan yang sangat besar disertai berbagai program terobosan sepertinya belum mampu memecahkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yang unggul, yang beriman, bertaqwa, profesional, dan berkarakter. Pesantren sebagai lembega pendidikan Islam diharapkan dapat memberi angin segar dalam mencetak generasi penerus bangsa yang beradab. Selain itu dengan program pengajarannya yang intensif, pesantren diharapkan juga mampu memikul beban dalam melahirkan para intelektual Islam yang berkarakter mulia.

B.           Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas, maka identifikasi masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah.
1.            Apakah definisi pendidikan karakter dalam Islam?
2.            Apakah nilai-nilai karakter yang harus ditanamkan guru terhadap peserta didik untuk menjadikan peserta didik seorang yang beradab?
3.            Apakah sesungguhnya tujuan pendidikan karakter terhadap peserta didik?
4.            Apakah tugas seorang guru dalam pendidikan karakter dalam Islam?
5.            Bagaimana pengintegrasian pendidikan karakter Islami dalam setiap mata pelajaran?

C.          Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah penulis kemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah.
1.            Mengetahui definisi pendidikan karakter dalam Islam.
2.            Mengetahui nilai-nilai karakter yang harus ditanamkan guru terhadap peserta didik untuk menjadikan peserta didik seorang yang beradab.
3.            Mengetahui tujuan pendidikan karakter terhadap peserta didik.
4.            Mengetahui tugas seorang guru dalam pendidikan karakter.
5.            Mengetahui bagaimana pengintegrasian pendidikan karakter Islami dalam setiap mata pelajaran.

D.          Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang di perlukan, penulis mempergunakan metode observasi atau teknik pengamatan langsung, teknik wawancara, dan teknik studi kepustakaan atau studi pustaka. Tidak hanya itu, penulis juga mencari bahan dan sumber-sumber dari media masa elektronik yaitu internet.

E.           Hipotesis
Penelitian ini dilakukan berangkat dari keyakinan penulis setelah cukup melakukan pengenalan secara meluas terhadap masalah yang diangkat. Adapun keyakinan atau hipotesis tersebut adalah “Kurangya pemahaman para guru terhadap pentingnya pendidikan karakter dalam pembelajaran. Para guru dapat mengetahui urgensi mengenai pendidikan karakter tetapi kurang memahami dalam mengaplikasikannya dalam setiap mata pelajaran.”

F.           Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Putri Husnayain yang terletak di kecamatan kabandungan kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Penelitian ini diadakan dalam jangka waktu satu minggu terhitung sejak tanggal 23 hingga 29 Juni 2012. Dimulai dari pengumpulan data, kegiatan lapangan hingga penulisan hasil akhir penelitian.

G.          Sistematika Penulisan
Pada karya ilmiah ini, akan dijelaskan hasil penelitian dimulai dengan bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, sampai terakhir kepada sistematika penulisan. Dilanjutkan dengan bab ke dua yang berisi mengeai teori dan konsep yang terdiri dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh ahli.
Bab berikutnya, penulis membahas secara keseluruhan tentang masalah yang diangkat, yaitu tentang penelitian” Peran Guru dalam Pengembangan Karakter Islami di Pondok Pesantren Putri Husnayain Babakan Sukabumi” Bab keempat merupakan bab penutup dalam karya ilmiah ini. Pada bagian ini, penulis menyimpulkan uraian yang sebelumnya telah ada pada bab-bab sebelumnya.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN KONSEP

A.          Pengertian Pendidikan Karakter
Kata karakter berasal dari bahasa Yunani “to mark” yang berarti menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Kata pendidikan berasal dari bahasa Latin “Pedagogi”, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Jadi, istilah pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. 
Pengertian karakter menurut pusat bahasa Depdiknas adalah bawaan Hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempramen, watak. Adapun berkarakter adalah Berkepribadian, berperilaku, bersifat, bermartabat, dan berwatak.[1] Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).[2]
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak yang bertujuan untuk membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008) karakter mengacu kepada serangkaian sikap.
Lickona mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya. Pengertian ini mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles, bahwa karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan. Lebih jauh, Lickona menekankan tiga hal dalam mendidik karakter. Tiga hal itu dirumuskan dengan indah: knowing, loving, and acting the good. Menurutnya keberhasilan pendidikan karakter dimulai dengan pemahaman karakter yang baik, mencintainya, dan pelaksanaan atau peneladanan atas karakter baik itu.[3]
Doni Koesoema Albertus menyatakan, bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan. Dalam pendidikan karakter, yang terutama dinilai adalah perilaku, bukan pemahamannya. Doni membedakan pendidikan karakter dengan pendidikan moral atau pendidikan agama. Pendidikan agama dan kesadaran akan nilai-nilai religius menjadi motivator utama keberhasilan pendidikan karakter.[4]

B.           Pendidikan Karakter dalam Islam
Sejak berabad silam para ahli dan pemikir telah menuangkan ide-ide mereka bagaimana mendidik manusia agar menjadi manusia yang sebenarnya, yaitu manusia yang baik. Barat mengembangkan nilai-nilai moral dan karakter yang berasal dari Yunani, sedangkan Islam mengajarkan manusia berakhlak mulia berdasarkan petunjuk wahyu, Al-Quran dan As-Sunnah. Akhlak atau karakter Islam terbentuk atas dasar prinsip “ketundukan, kepasrahan, dan kedamaian” sesuai dengan makna dasar dari kata Islam.
Islam bukan hanya teori, tapi ada contoh. Nabi Muhammad SAW menjadi contoh (uswah hasanah).  Kata ‘Aisyah r.a, akhlak Rasulullah saw adalah al-Quran. Para pemikir muslim sejak awal telah mengemukakan pentingnya pendidikan karakter. Ibn Miskawaih ((320-421H/932-1030 M), adalah ulama klasik yang mendalami filsafat etika sehingga dikenal sebagai Bapak Etika Islam. Dalam bukunya yang berjudul Tahdzib al-Akhlaq Ibn Miskawaih mengemukakan pentingnya dalam diri manusia menanamkan kualitas-kualitas akhlak dan melaksanakannya dalam tindakan-tindakan utama secara spontan. Menurutnya, akhlak adalah "keadaan jiwa yang menyebabkan seseorang bertindak tanpa dipikirkan terlebih dahulu”. Ia menyebutkan adanya dua sifat yang menonjol dalam jiwa manusia, yaitu sifat buruk dari jiwa yang pengecut, sombong, dan penipu, dan sifat jiwa yang cerdas yaitu adil, pemberani, pemurah, sabar, benar, tawakal, dan kerja keras. [5]
Al-Ghazali (1058-1111M) yang bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali memberikan kriteria terhadap akhlak yang mirip dengan Ibn Miskawaih, yaitu bahwa akhlak harus menetap dalam jiwa dan perbuatan itu muncul dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran yang mendalam atau penelitian terlebih dahulu. Akhlak bukan merupakan "perbuatan", bukan "kekuatan", bukan "ma'rifah" (mengetahui dengan mendalam). Yang lebih sepadan dengan akhlak itu adalah "hal" keadaan atau kondisi jiwa yang bersifat bathiniah.[6]

C.          Nilai-nilai dan Tujuan Pendidikan Karakter
Nilai pendidikan karakter yang wajib ditanamkan pada sekolah melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah nilai Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komuniktif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, dan Tanggung jawab. Kedelapan nilai ini dianggap harus ada dalam pendidikan karakter pada sekolah-sekolah umum. Sedangkan pada pendidikan pesantren nilai-nilai tidak boleh berseberangan maupun menjadi kontroversi dalam ajaran Islam.
Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik; pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria; malu berbuat curang; malu bersikap malas; malu membiarkan lingkungannya kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.
Pendidikan karakter dalam Islam harus dapat menanamkan sebuah adab. Tujuan utama Pendidikan Islam, menurut Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, dalam bukunya, Islam and Secularism, adalah untuk menghasilkan orang yang baik (to produce a good man). Kata al-Attas, “The aim of education in Islam is therefore to produce a goodman… the fundamental element inherent in the Islamic concept of education is the inculcation of adab.”[7]

D.          Tugas Guru dalam pendidikan Karakter
Maka, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak “guru-guru yang suka berkorban”. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekedar “guru pengajar dalam kelas formal”. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. “Guru” adalah “digugu” (didengar) dan “ditiru” (dicontoh). Guru bukan sekedar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.
Guru yang pragmatis akan melahirkan siswa yang pragmatis pula. Menurut Al Ghazali, nilai-nilai guru harus dapat memahami hal berikut ini.
1.            Keinginan kuat untuk menciptakan hubungan rohani (akal dan hati nurani) yang kokoh antar guru dan murid.
2.            Guru-guru harus memiliki sikap keteladanan.
3.            Guru harus memahami tahapan seorang murid dalam belajar.
4.            Guru harus mengakui ada perbedaan kemampuan akliyah seorang murid.
5.            Guru harus memahami apa yang diajarkannya secara menyeluruh sebelum mengajarkannya.
6.            Guru harus memiliki keyakinan terhadap suatu kebenaran yang mutlak.
7.            Guru harus mempelajari kejiwaan, karakter, dan kebiasaan murid.[8]


BAB III
OBSERVASI PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan selama lebih dari satu minggu, maka analisis dari penelitian ini adalah

A.          Pemahaman Guru Mengenai Pendidikan Karakter
Berdasarkan hasil wawancara terungkapkan bahwa pemahaman guru-guru terhadap pendidikan karakter masih kurang maksimal. Terbukti dengan beberapa guru tidak dapat menjelaskan dengan benar mengenai definisi pendidikan karakter. Berikut adalah salah satu petikan dari wawancara yang saya lakukan pada seorang guru tajwid. Narasumber berusia 19 tahun dan mengabdi di pesantren Husnayain sejak tahun lalu.
Saya tidak mengetahui arti dari pendidikan karakter karna saya baru saja menyelesaikan sekolah di ITTC Gontor Putri. Yang saya ketahui mengenai nilai dalam pendidikan karakter adalah sesuatu sikap yang dicontohkan Rasulullah Saw sebagai uswatun Hasanah. Karakter atau sikap yang harus ditanamkan adalah siddiq, amanah, tabligh, dan fatanah. Pengintegrasian dalam pembelajaran tajwid adalah menanamkan nilai-nilai yang terdapat dalam Al Quran.
Hasil wawancara saya terhadap guru pertama tidak berbeda jauh dengan guru kedua, karena guru kedua juga merupakan lulusan ITTC Gontor untuk putri. Berikut adalah hasil wawancaranya.
Pendidikan karakter belum pernah saya pelajari pada masa tarbiyah awal, jadi saya belum dapat menjelaskan pengertian pendidikan karakter. Yang saya ketahui adalah nilai-nilai dalam pendidikan karakter yang harus ditanamkan adalah karakter yang dicontohkan rasulullah Saw. Integrasi dalam mata pelajaran bahasa Arab adalah dengan menanamkan pentingnya belajar bahasa Arab untuk mempelajari ajaran agama Islam. Santriyah juga saya giring untuk dapat memahami makna keteladanan Rasulullah Saw.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dua orang narasumber dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai karakter yang difahami oleh kedua guru itu sekedar penanaman sikap teladan Rasulullah Saw. Kedua narasumber tidak memahami definisi pendidikan karakter secara khusus dan pengaplikasian dalam pendidikan-pun hanya dengan memberikan penjelasan kepada siswa mengenai karakter yang dimiliki oleh Rasulullah.
Melalui pengamatan penulis selama setengah tahun belakangan ini, penulis menyimpulkan bahwa kedua guru tersebut belum menanamkan keteladanan dari karakter Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Narasumber kedua pernah melakukan kesalahan fatal dengan mengadu domba salah seorang guru (ustazah) dengan santriyah. Hal tersebut dapat menjadi acuan bahwa narasumber kedua tidak dapat menjaga amanah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Narasumber ketiga dan keempat sedikit berbeda dengan kedua narasumber awal. Narasumber ketiga memahami secara utuh mengenai pendidikan karakter. Bahkan narasumber ketiga menjelaskan definisi pendidikan karakter dengan sangat jelas. Narasumber ketiga merupakan seorang Doktor filsafat lulusan universitas di Malaysia. Berikut adalah hasil wawancara penulis terhadap narasumber ketiga.
Pendidikan karakter memang penting, tapi tidaklah cukup. Diperlukan upaya penanaman adab sejak dini agar pendidikan terhadap anak tersebut berhasil. Seorang dapat menjadi manusia beradab jika memiliki ilmu (knowledge) yang benar. Karena itulah, suatu pendidikan Islam pasti akan gagal mewujudkan tujuannya jika dibangun diatas konsep ilmu yang salah: yakni ilmu yang tidak mengantarkan seseorang kepada ketaqwaan dan kebahagiaan. Untuk itulah saya berusaha turut andil dalam sebuah proses pembangunan peradaban Islam, dengan memulai menghidupkan tradisi ilmu Islam dalam pesantren ini. 
Pengaplikasian dalam pembelajaran adalah dengan mengajak para santriyah bersungguh-sungguh dalam memahami ajaran Islam. Mendahulukan ilmu fardhu ‘ain diatas ilmu fardhu kifayyah. Meskipun saya seorang guru bahasa Inggris, tetapi saya tetap mengajarkan dan berusaha memberi keteladanan kepada santriyah mengenai adab.
Berdasarkan hasil wawancara ini, penulis berkesimpulan bahwa narasumber ketiga memahami secara utuh mengenai pendidikan karakter. Bahkan penjelasan narasumber juga penulis jadikan salah satu referensi penulisan. Narasumber keempat merupakan mahasiswi yang mengabdi pada pondok pesantren ini. Sebagai mahasiswi pendidikan, penjelasan dari mahasiswi ini sangat jelas mengenai pendidikan karakter dan pengaplikasian dalam setiap mata pelajaran akuntansi yang diajarkannya.
Kesimpulan, para guru kurang memahami definisi, konsep pendidikan, serta kedelapanbelas nilai karakter. Jika kita analisis lebih dalam, pengetahuan yang kurang tersebut dimungkinkan karena beberapa guru pada sekolah ini bukanlah lulusan fakultas pendidikan di sebuah Universitas. Guru pada sekolah ini lebih banyak berasal dari jurusan pure science. Namun, meskipun tidak memahami konsep pendidikan karakter, guru-guru dalam sekolah ini dapat menerapkan akhlak yang baik yang diteladani oleh seluruh santriyah pondok pesantren putri Husnayain

BAB IV
KESIMPULAN

Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik; pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria; malu berbuat curang; malu bersikap malas; malu membiarkan lingkungannya kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.
Kata karakter berasal dari bahasa Yunani “to mark” yang berarti menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Kata pendidikan berasal dari bahasa Latin “Pedagogi”, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Jadi, istilah pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan selama lebih dari satu minggu, maka analisis dari penelitian ini adalah para guru kurang memahami definisi, konsep pendidikan, serta kedelapanbelas nilai karakter. Jika kita analisis lebih dalam, pengetahuan yang kurang tersebut dimungkinkan karena beberapa guru pada sekolah ini bukanlah lulusan fakultas pendidikan di sebuah Universitas. Guru pada sekolah ini lebih banyak berasal dari jurusan pure science. Namun, meskipun tidak memahami konsep pendidikan karakter, guru-guru dalam sekolah ini dapat menerapkan akhlak yang baik yang diteladani oleh seluruh santriyah pondok pesantren putri Husnayain.

DAFTAR PUSTAKA

Al Attas, Syed Muhammad Naquib. 1981. Islam dan Sekularisme. Bandung: Pustaka ITB.
Albertus, Doni Kusuma. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta:
Daud, Wan Muhammad Nur Wan. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Syed Naquib Al Attas. Bandung: Mizan.
Sulaiman, Fathiah Hasan. Sistem Pendidikan Menurut Al-Ghazali (Solusi Menghadapi Tantangan Zaman) Terj. Z.S Nainggolan, M.A.  Jakarta: Dea Press.
Thomas Lickona, Educating  For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, (New York: Bantam Books,1992) ,hlm 23.
http://insisnet.com
http://skulwork-nytha.blogspot.com/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/

[1] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/. Artikel ini diakses pada tanggal 26 Juni 2012.
[2] http://skulwork-nytha.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html. Artikel ini diakses pada tanggal 26 Juni 2012.
[3] Thomas Lickona, Educating  For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, (New York: Bantam Books,1992) ,hlm 23.
[4] Doni Koesoema Albertus, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: 2010).
[5] Lihat di http://insisnet.com. (Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlak, Beirut: Dar el Kutb al-Taymiyyah, 1405H/1985M)
[6] Lihat di http://insisnet.com. (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid 2, Qairo, Mesir: Daar al-Taqwa, 2000, hlm.599)
[7] Syed Muhammad Naquib Al Attas, Islam dan Sekularisme, (Bandung: Pinpim), Hlm. 150-151
[8] Fathiah Hasan Sulaiman. Sistem Pendidikan Menurut Al-Ghazali (Solusi Menghadapi Tantangan Zaman) Terj. Z.S Nainggolan, M.A.  (Jakarta: Dea Press.), Hlm. 74-76.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar