Jumat, 03 Agustus 2012

Dugaan perzinahan pada muslimah di Sudan

Al Ghamidiyah datang kepada Rasulullah saw dan mengadu: Yaa Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina, maka sucikanlah aku. Tapi Rasulullah menolaknya. Besoknya ia datang lagi dan berkata: Yaa Rasulullah, mengapa engkau menolakku, seakan-akan seperti menghalau Maiz (yang telah berbuat zina)? Demi Allah, aku sedang mengandung. Rasulullah berkata: pergilah, hingga engkau melahirkan. Setelah melahirkan, maka ia datang lagi dengan membawa anaknya, kemudian berkata: Aku telah melahirkanya. Tetapi Rasulullah saw mengatakan: Pergilah dan susukan anakmu hingga kamu sapih. Tatkala ia telah menyapihnya, maka ia datang kembali sambil di tanganya. Ia berkata: Yaa Nabiyullah, ini anakku yang telah kusapih dan telah memakan makanan. Maka Rasulullah saw. Menyerahkan anak tersebut kepada salah seorang muslimin, kemudian wanita itu dikubur sebatas dadanya dan dirajamlah ia.(HR Muslim). Dari sinilah hukuman zina (rajam) ini dapat diqiyaskan hukuman mati yang lain..

Dari penjelasan dalil ini telah jelas hukuman bagi pelaku zina. Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikatagorikan hukuman hudud. Yakni sebuah jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang menjadi hak Allah SWT, sehingga tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan tersebut, baik oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan Qs. an-Nuur [24]: 2, pelaku perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan harus dihukum jilid (cambuk) sebanyak 100 kali. Namun, jika pelaku perzinaan itu sudah muhson (pernah menikah), sebagaimana ketentuan hadits Nabi saw maka diterapkan hukuman rajam.

Dalam memutuskan perkara tersebut qadhi itu harus merujuk dan mengacu kepada ketetapan syara’. Yang harus dilakukan pertama kali oleh qadhi adalah melakukan pembuktian: benarkah pelanggaran hukum itu benar-benar telah terjadi. Dalam Islam, ada empat hal yang dapat dijadikan sebagai bukti, yakni: (1) saksi, (2) sumpah, (3) pengakuan, dan (4) dokumen atau bukti tulisan. Dalam kasus perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat orang dan pengakuan pelaku.

JIka kita menganalisis kasus Laila, suami yang menuduh Laila melakukan perzinahan wajib membawa 4 orang saksi. Jika hanya tiga orang yang menyaksikan perzinahan atau bahkan hanya dia sendiri yang menyaksikan, dia belum dapat menjadikan isterinya dihukum rajam. Yang menyeramkan ketika tuduhan suami tersebut tidak benar. Maka penuduh tersebutlah yang wajib didera.

Allah berfirman, "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik," (an-Nuur: 4).

Allah Ta'ala juga berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesutatu menurut hakikat yang sebenarnya)," (an-Nuur: 23-25).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dari Rasulullah saw., bahwa beliau bersabda, "Jauhilah tujuh perkara yang mendatangkan kebinasaan." Para sahbat bertanya, "Apakah ketujuh perkara itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah saw. menjawab, "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan syari'at, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari medan pertempuran, dan melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita mukminah yang terjaga dari perbuatan dosa dan tidak tahu menahu dengannya," (telah disebutkan takhrijnya).
__________________________________________________________________________
Namun, jika benar Laila melakukan zina, tidak bisa perlakuan ini menimpa dirinya seratus persen. Bukannya membela amnesti Internasional, tetapi memberinya kesempatan lebih banyak untuk bertaubat yang sebenar-benarnya dan merawat anaknya hingga setidaknya 2 tahun. Penjara bukanlah tempat yang kondusif untuk mendidik anak. Memberikan asi secara eksklusif yang menjadi hak bagi anak ini. Biar bagaimanapun psikologi anak Laila akan terganggu, terlebih jika fisiknya semakin melemah. Anak hasil perzinahan tidak bersalah, kesalahan terletak pada orang tuanya yang berkelakuan layaknya binatang. Seorang anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, maupun majusi..

Setelah Qadhi membuktikan kesalahan Laila, setelah anak Laila disapih, hukuman hudud dapat dilakukan. Hukuman hudud tidak dapat dinilai dengan akal manusia yang terbatas. Manusia hanya melihat sisi negatif adanya hudud dalam Islam. Terlebih dengan berkembangnya wacana HAM yang sangat tidak karuan. semakin menjadikan kebathilan begitu abu-abu. Setiap ganjaran dirasakan terlalu berlebihan.

Biarlah hukum Allah yang penuh kemaslahatan diterapkan. Tetapi tetaplah keadilan harus diutamakan. Tidak seperti hukum buatan manusia yang tajamnya seperti pisau. Insya Allah jikalau benar Laila melakukan perzinahan, dia juga telah melakukan taubathan nasuha, terlebih hudud telah diterapkan padanya. Dia akan memperoleh kebahagiaan haqiqi disana. Seperti salah seorang anak Umar bin Al-Khattab yang dirajam oleh ayahnya sendiri. Dia memperoleh keringanan dalam pengadilan yang sebenar-benarnya.


Bukankah hukuman didunia tidak ada apa-apanya dengan ganjaran diakhirat sana? Pertanggungjawaban kita lebih besar, lebih berat, lebih menyakitkan. Tiada penolong (seorang pengacara). Semuanya diungkapkan, sebesar zarahpun diperhitungkan.


Allahu 'alam semoga menjadi pelajaran bagi yang lainnya untuk tidak mendekati zina..
 ARTIKEL....
Khartoum, Seorang wanita di Sudan dinyatakan bersalah atas kasus perzinahan dan dijatuhi hukuman mati dengan cara dirajam. Parahnya, wanita muda ini dipenjara bersama bayinya yang masih berusia 6 bulan. Duh!


Aktivis HAM setempat Fahima Hashim menyatakan, wanita bernama Laila Ibrahim Issa Jamool tersebut divonis mati oleh sebuah pengadilan di Khartoum, ibukota Sudan atas dakwaan perzinahan pada 10 Juli lalu. Laila yang masih berusia 23 tahun ini harus diadili setelah suaminya menudingnya berzina.


Atas vonis tersebut, sebuah organisasi hak wanita, Strategic Initiative for Women in the Horn of Africa (SIHA) telah menurunkan sejumlah pengacara untuk mendampingi Laila dalam kasus ini. Bahkan mereka tengah dalam upaya pengajuan banding atas vonis mati tersebut.


"Pengajuan banding diproses dalam waktu tidak kurang dari 1,5 bulan oleh pengadilan. Selama proses berlangsung, Nyonya Jamool nampaknya akan tetap ditahan di penjara wanita Omdurman (dekat Khartoum) bersama dengan bayinya yang berusia 6 bulan," demikian pernyataan SIHA, seperti dilansir Reuters, Kamis (2/8/2012).


Menurut SIHA, bayi Laila dalam kondisi buruk akibat berada dalam penjara bersama ibunya. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut soal kondisi buruk yang dimaksud. Atas kasus ini, Kementerian Kehakiman dan Informasi Sudah enggan memberikan komentar.


Secara terpisah, organisasi HAM internasional, Amnesty International mengecam vonis mati terhadap Laila tersebut. Menurut Amnesty International, vonis mati dengan cara dirajam telah melanggar hukum internasional dan juga melanggar hukum pidana Sudan.


"Hukuman rajam tersebut terlalu dipaksakan... setelah sebuah persidangan yang tidak adil di mana dia dijatuhi vonis dengan hanya berdasar pada pengakuannya tanpa adanya akses terhadap pengacara untuk mendampinginya," demikian pernyataan Amnesty International.
http://news.detik.com/read/2012/08/02/110143/1981158/1148/divonis-mati-atas-perzinahan-wanita-sudan-dipenjara-bersama-bayinya?9922032

Tidak ada komentar:

Posting Komentar