HAJI
Haji adalah pembiasaan jiwa untuk melakukan sejumlah
nilai, seperti istislam, taslim, mengerahkan jerih payah dan harta
dijalan Allah, ta'awun, ta'aruf, dan melaksanakan syi'ar-syi'ar 'ubudiyah
kepada Allah. Semua itu memiliki pengaruh dalam tazkiyatun-nafs,
sebagaimana merupakan bukti telah merealisasikan kesucian jiwa. 1) Rincian
Adab (a) Finansialnya hendaknya halal, dan membebaskan tangan dari perniagaan
yang menyibukkan hati dan mengacaukan perhatian sehingga perhatiannya hanyalah
Allah semata, sedangkan hatinya merasa tenang dan terarah kepada dzikrullah dan
mengagungkan syi'ar-syi'ar-Nya. (b) Memperbanyak bekal dan ridha mengeluarkan
(bekal) dan berinfaq tanpa pelit dan pemborosan, tetapi ekonomis. Ibnu Umar ra
berkata: Termasuk kedermawanan seseorang ialah kebaikan bekalnya dalam
perjalanan. Ia juga pernah berkata: Haji yang paling utama ialah yang paling
ikhlas niatnya, paling bersih nafkahnya dan paling baik keyakinannya.
(c) Meninggalkan rafats, fusuq dan jidal, sebagaimana
diungkapkan al-Qur'an. Rafats ialah sebutan bagi setiap kesia-siaan dan
kemesuman dan perkataan yang jorok. Fusuq ialah sebutan bagi setiap
pelanggaran akan ketaatan kepada Allah. Sedangkan jidal ialah berlebih-lebihan
dalam bertengkar dan berbantahan sehingga dapat menimbulkan antipati dan
mengacaukan perhatian (d) Hendaknya berhaji dengan berjalan kaki, jika mampu,
karena hal ini lebih utama, terutama perjalanan dari Mekkah ke Arafah dan Mina.
(e) Hendaknya berpenampilan lusuh, berdebu dan dekil; tidak banyak memakai
perhiasan dan tidak cenderung kepada berbagai sarana kemewahan dan kemegahan
sehingga dicatat dalam catatan orang-orang yang sombong dan bermegah-megahan
dan keluar dari partai orang-orang yang lemah, miskin dan khusushush-shalihin.
(f) Hendaknya ber-taqarrub dengan menyembelih
binatang qurban sekalipun ia tidak berkewajiban melakukannya dan berusaha agar
binatang qurbannya termasuk yang mahal dan berharga, kemudian memakan sebagian dagingnya
jika qurban itu sebagai tathawwu'; dan tidak memakan dagingnya jika
qurban itu sebagai kewajiban [kecuali dengan fatwa Imam]. (g) Hendaknya merasa
senang dan ridha dalam mengeluarkan semua biaya baik nafkah ataupun pembelian
binatang qurban, juga terhadap kerugian dan musibah yang mungkin menimpa harta
atau badannya, karena yang demikian itu termasuk tanda-tanda diterimanya haji.
2. Amal-amal Batin, Mengikhlaskan Niat, Mengambil
Pelajaran dari Berbagai Tempat yang Mulia, dan Cara Merenungkan Berbagai
Rahasia dan Nilai-nilai Haji dari Awal Hingga Akhir ketahuilah bahwa
permulaan haji adalah kefahaman —yakni tentang kedudukan haji dalam agama—
kemudian kerinduan terhadapnya, kemudian terazam untuk melakukannya, kemudian
memutuskan berbagai keterkaitan yang menghalanginya, kemudian membeli
pakaian ihram, kemudian membeli unta, kemudian
mempersiapkan kendaraan, kemudian keluar, kemudian katan, kemudian ihram dari
miaat dengan talbivah, kemudian memasuki Mekkah, kemudian menyempurnakan
berbagai amalan. Dalam setiap perjalanan tersebut di atas terdapat peringatan
bagi orang yang mencari peringatan pelaiaran. Juga terdapat pengenalan dan isyarat
bagi orang yang "cerdas."
Adapun
kefahaman: Maka ketahuilah bahwa tidak ada wushul keterencapaian)
kepada Allah subhanahu wata'ala kecuali dengan membersihkan diri dari
berbagai syahwat, menahan berbagai kelezatan, membatasi diri pada hal-hal
yang bersifat primer (dharurat), dan tajarrud (hanya memandang) kepada
Allah dalam semua gerak dan diam. Allah telah memberikan ni'mat-Nya
kepada ummat ini dengan menjadikan haji sebagai "kerahiban"
bagi mereka. Allah memuliakan al-Bait al-Atiq dengan menisbatkannya kepada
diri-Nya, menetapkannya sebagai tujuan para hamba-Nya, menjadikan apa
yang ada di sekitarnya sebagai kesucian bagi rumah-Nya dan pengagungan
urusan-Nya, menjadikan Arafah seperti kanal pada halaman telaga-Nya, dan
menegaskan kesucian tempat dengan mengharamkan binatang buruan dan
pepohonannya, yang dijadikan sebagai tujuan para penziarah dari segenap
penjuru nun jauh, dalam keadaan dekil dan berdebu seraya merendahkan
diri kepada Pemilik "rumah," berserah diri kepada-Nya, karena
tunduk kepada keagungan-Nya dan pasrah kepada keperkasaan-Nya. Disertai
pengakuan bahwa Dia terbebaskan dari bertempat di sebuah rumah atau
negeri, agar hal tersebut lebih dapat menyempurnakan kehambaan dan
ketundukan mereka. Oleh sebab itu. Dia mewajibkan kepada mereka di dalam
haji ini berbagai amal perbuatan yang tidak akrab bagi jiwa dan tidak
bisa difahami makna-maknanya oleh akal, seperti melontar dengan batu
kerikil, dan berjalan pulang balik antara Shafa dan Marwah beberapa kali putaran.
Dengan berbagai amal perbuatan seperti ini nampaklah kesempurnaan kehambaan
dan 'ubudiyah.
Adapun
kerinduan: Ia akan muncul setelah kefahaman dan kesadaran
jiwa. Jiwa rumah itu adalah Baitullah, sehingga orang yang berangkat menuju kepadanya
sama dengan orang yang berangkat menuju Allah dan berziarah kepada-Nya. Adapun
'azam: Maka hendaknya
diketahui bahwa dengan 'azamnya ia bertekad meninggalkan keluarga dan negeri,
menjauhi berbagai syahwat dan kelezatan dengan bertujuan menziarahi rumah
Allah. Hendaknya ia mengagungkan dalam dirinya keagungan "rumah" dan
keagungan Pemilik rumah. Adapun memutuskan berbagai keterkaitan: Maksudnya ialah menyelesaikan
berbagai "perkara" atau "sangkutan" yang berkaitan dengan manusia
dan bertaubat secara ikhlas kepada Allah dari semua kemaksiatan.
Adapun bekal: Maka
carilah dari tempat yang halal. Jika merasakan adanya ketamakan untuk
memperbanyak dan tuntutan untuk selalu ada sepanjang perjalanan, tanpa berubah
dan rusak sebelum tercapainya tujuan, maka hendaklah ia mengingat bahwa
perjalanan akhirat lebih panjang dari perjalanan ini. Bekal yang sesungguhnya
adalah taqwa sedangkan bekal selainnya, yang dikira sebagai bekalnya, akan
tertinggal saat kematiannya dan tidak menyertainya. Adapun kendaraan:
Maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah dengan hatinya atas berbagai kendaraan
yang telah ditundukkan Allah untuk manusia, dan hendaklah mengingat pada saat
itu akan kendaraan yang akan dinaikinya ke kampung akhirat yaitu jenazah yang
diusung di atas kendaraan itu.
Adapun membeli dua pakaian ihram: Maka pada saat itu hendaklah ia mengingat
kain kafan yang akan membungkusnya. Adapun keluar dari negeri: Maka
pada saat itu hendaklah ia mengetahui bahwa ia pasti berpisah dengan keluarga
dan kampung halaman menuju Allah dalam suatu perjalanan yang tidak sama dengan
berbagai perjalanan dunia. Adapun memasuki perkampungan menuju miqat dan
menyaksikan tanjakan-tanjakan
terjal tersebut: Maka
pada saat itu hendaklah ia mengingat suasana antara keluar dari dunia dengan
kematian menuju miqat hari kiamat dan berbagai peristiwanya yang
mengerikan. Adapun ihram dan talbiyah dari miqat: Maka pada saat itu
hendaklah ia mengetahui bahwa maknanya ialah menyambut seruan Allah.
Adapun memasuki Mekkah:
Maka pada saat itu hendaklah ia mengingat bahwa ia telah sampai ke tanah suci
Allah dengan aman, dan hendaklah ia berharap dengan hal tersebut akan aman dari
siksa Allah. Adapun pandangan mata pada Baitullah: Maka hendaklah pada saat itu ia menghadirkan keagungan Ka'bah di
dalam hati dan merasakan seolah-olah ia menyaksikan Pemilik rumah karena saking
besarnya pengagungan terhadapnya. Adapun thawaf di Baitullah: Maka ketahuilah bahwa ia adalah
shalat. Karena itu, hadirkanlah ta'zhim, rasa cemas, harap dan cinta
(yang telah kami jelaskan dalam bab shalat) di dalam hatimu.
Adapun istilam (mencium atau menyentuh Hajar Aswad): Maka yakinilah rida saat itu bahwa
engkau tengah berbai'at kepada Allah untuk menta'ati-Nya. Kuatkanlah tekadmu
untuk menepati bai'atmu. Adapun bergelantungan dengan kelambu Ka'bah
dan menempel di Multazam: Maka berniatlah dalam menempel
tersebut untuk meningkatkan kecintaan dan kerinduan kepada Ka'bah dan Pemilik
Ka'bah dan berharap rerlindungan kepada-Nya dari api neraka dalam setiap bagian
dari badanmu. Adapun sa'i antara Shafa
dan Marwah di pelataran Baitullah: Maka sesungguhnya ia sama dengan
mondar-mandirnya hamba di lapangan rumah Raja demi memperlihatkan keikhlasan
dalam berkhidmah dan mengharapkan rerhatian dengan mata kasih sayang, seperti
orang yang masuk kepada raja kemudian keluar dalam keadaan tidak menyadari apa
yang telah diputuskan sang raja berkenaan dengan dirinya
Adapun wuquf di Arafah: Maka ingatlah dari pemandangan
tentang berjubelnya manusia, alunan suara, perbedaan bahasa, dan
kelompokkelompok yang mengikuti para pemimpinnya dalam berbagai pelaksanaan manasik
akan lapangan hari kiamat, pertemuan semua ummat berserta para Nabi dan
pemimpin mereka, ambisi mereka untuk mendapatkan syafa'at para pemimpin mereka,
kebingungan mereka di sebuah lapangan, antara diterima dan ditolak. Adapun melempar jumrah: Maka niatkanlah
untuk mematuhi perintah, demi membuktikan kehambaan dan 'ubudiyah. dan
bergegas semata-mata melaksanakan perintah tanpa berfikir panjang, di samping
meneladani Nabi Ibrahim ketika dihadang Iblis la'anahullah di tempat tersebut
lalu Allah memerintahkannya agar melemparinya dengan batu dalam rangka mengusir
dan menggagalkan harapannya.
Adapun menyembelih binatang qurban {hadyu):
Maka
ketahuilah bahwa ia merupakan taqarrub kepada Allah dengan melaksanakan
perintah. Adapun ziarah ke Madinah: Apabila penglihatan Anda telah menyaksikan tembok-tembok Madinah
maka ingatlah bahwa ia adalah negeri yang telah dipilih Allah untuk Nabi-Nya
saw, tempat hijrahnya, kampung yang menjadi tempat menerima berbagai ajaran
Allah, wilayah yang menjadi tempat melakukan jihad melawan musuhnya dan
memenangkan agamanya hingga Allah memanggilnya, dan tempat kuburannya bersama
dua orang pendukung setianya, Abu Bakar dan Umar ra. Kemudian bayangkanlah
jejak-jejak langkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di saat menjalani
kehidupannya, bayangkanlah langkahnya di lorong-lorongnya, bayangkanlah
kekhusyu'an dan ketenangannya dalam berjalan, hatinya yang penuh ma'rifat
kepada Allah, selamanya yang telah diagungkan Aliah hingga disebut bersama-Nya
dan latarnya amal orang yang melecehkan kehormatannya sekalipun hanya berupa meninggikan
suara di atas suaranya. Sedangkan ziarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
Maka hendaklah engkau berdiri di hadapannya dan menziarahinya seolah-olah
engkau menziarahinya ketika masih hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar