Sabtu, 16 Februari 2013

Lanjutan Sarana Tazkiyatun-Nafs Imam Ghazali oleh Sa'id Hawwa (ringkas)


                                                                   HAJI

Haji adalah pembiasaan jiwa untuk melakukan sejumlah nilai, seperti istislam, taslim, mengerahkan jerih payah dan harta dijalan Allah, ta'awun, ta'aruf, dan melaksanakan syi'ar-syi'ar 'ubudiyah kepada Allah. Semua itu memiliki pengaruh dalam tazkiyatun-nafs, sebagaimana merupakan bukti telah merealisasikan kesucian jiwa. 1) Rincian Adab (a) Finansialnya hendaknya halal, dan membebaskan tangan dari perniagaan yang menyibukkan hati dan mengacaukan perhatian sehingga perhatiannya hanyalah Allah semata, sedangkan hatinya merasa tenang dan terarah kepada dzikrullah dan mengagungkan syi'ar-syi'ar-Nya. (b) Memperbanyak bekal dan ridha mengeluarkan (bekal) dan berinfaq tanpa pelit dan pemborosan, tetapi ekonomis. Ibnu Umar ra berkata: Termasuk kedermawanan seseorang ialah kebaikan bekalnya dalam perjalanan. Ia juga pernah berkata: Haji yang paling utama ialah yang paling ikhlas niatnya, paling bersih nafkahnya dan paling baik keyakinannya.
(c) Meninggalkan rafats, fusuq dan jidal, sebagaimana diungkapkan al-Qur'an. Rafats ialah sebutan bagi setiap kesia-siaan dan kemesuman dan perkataan yang jorok. Fusuq ialah sebutan bagi setiap pelanggaran akan ketaatan kepada Allah. Sedangkan jidal ialah berlebih-lebihan dalam bertengkar dan berbantahan sehingga dapat menimbulkan antipati dan mengacaukan perhatian (d) Hendaknya berhaji dengan berjalan kaki, jika mampu, karena hal ini lebih utama, terutama perjalanan dari Mekkah ke Arafah dan Mina. (e) Hendaknya berpenampilan lusuh, berdebu dan dekil; tidak banyak memakai perhiasan dan tidak cenderung kepada berbagai sarana kemewahan dan kemegahan sehingga dicatat dalam catatan orang-orang yang sombong dan bermegah-megahan dan keluar dari partai orang-orang yang lemah, miskin dan khusushush-shalihin.
(f) Hendaknya ber-taqarrub dengan menyembelih binatang qurban sekalipun ia tidak berkewajiban melakukannya dan berusaha agar binatang qurbannya termasuk yang mahal dan berharga, kemudian memakan sebagian dagingnya jika qurban itu sebagai tathawwu'; dan tidak memakan dagingnya jika qurban itu sebagai kewajiban [kecuali dengan fatwa Imam]. (g) Hendaknya merasa senang dan ridha dalam mengeluarkan semua biaya baik nafkah ataupun pembelian binatang qurban, juga terhadap kerugian dan musibah yang mungkin menimpa harta atau badannya, karena yang demikian itu termasuk tanda-tanda diterimanya haji.
2. Amal-amal Batin, Mengikhlaskan Niat, Mengambil Pelajaran dari Berbagai Tempat yang Mulia, dan Cara Merenungkan Berbagai Rahasia dan Nilai-nilai Haji dari Awal Hingga Akhir ketahuilah bahwa permulaan haji adalah kefahaman —yakni tentang kedudukan haji dalam agama— kemudian kerinduan terhadapnya, kemudian terazam untuk melakukannya, kemudian memutuskan berbagai keterkaitan yang menghalanginya, kemudian membeli pakaian ihram, kemudian membeli unta, kemudian mempersiapkan kendaraan, kemudian keluar, kemudian katan, kemudian ihram dari miaat dengan talbivah, kemudian memasuki Mekkah, kemudian menyempurnakan berbagai amalan. Dalam setiap perjalanan tersebut di atas terdapat peringatan bagi orang yang mencari peringatan pelaiaran. Juga terdapat pengenalan dan isyarat bagi orang yang "cerdas."
Adapun kefahaman: Maka ketahuilah bahwa tidak ada wushul keterencapaian) kepada Allah subhanahu wata'ala kecuali dengan membersihkan diri dari berbagai syahwat, menahan berbagai kelezatan, membatasi diri pada hal-hal yang bersifat primer (dharurat), dan tajarrud (hanya memandang) kepada Allah dalam semua gerak dan diam. Allah telah memberikan ni'mat-Nya kepada ummat ini dengan menjadikan haji sebagai "kerahiban" bagi mereka. Allah memuliakan al-Bait al-Atiq dengan menisbatkannya kepada diri-Nya, menetapkannya sebagai tujuan para hamba-Nya, menjadikan apa yang ada di sekitarnya sebagai kesucian bagi rumah-Nya dan pengagungan urusan-Nya, menjadikan Arafah seperti kanal pada halaman telaga-Nya, dan menegaskan kesucian tempat dengan mengharamkan binatang buruan dan pepohonannya, yang dijadikan sebagai tujuan para penziarah dari segenap penjuru nun jauh, dalam keadaan dekil dan berdebu seraya merendahkan diri kepada Pemilik "rumah," berserah diri kepada-Nya, karena tunduk kepada keagungan-Nya dan pasrah kepada keperkasaan-Nya. Disertai pengakuan bahwa Dia terbebaskan dari bertempat di sebuah rumah atau negeri, agar hal tersebut lebih dapat menyempurnakan kehambaan dan ketundukan mereka. Oleh sebab itu. Dia mewajibkan kepada mereka di dalam haji ini berbagai amal perbuatan yang tidak akrab bagi jiwa dan tidak bisa difahami makna-maknanya oleh akal, seperti melontar dengan batu kerikil, dan berjalan pulang balik antara Shafa dan Marwah beberapa kali putaran. Dengan berbagai amal perbuatan seperti ini nampaklah kesempurnaan kehambaan dan 'ubudiyah.
Adapun kerinduan: Ia akan muncul setelah kefahaman dan kesadaran jiwa. Jiwa rumah itu adalah Baitullah, sehingga orang yang berangkat menuju kepadanya sama dengan orang yang berangkat menuju Allah dan berziarah kepada-Nya. Adapun 'azam: Maka hendaknya diketahui bahwa dengan 'azamnya ia bertekad meninggalkan keluarga dan negeri, menjauhi berbagai syahwat dan kelezatan dengan bertujuan menziarahi rumah Allah. Hendaknya ia mengagungkan dalam dirinya keagungan "rumah" dan keagungan Pemilik rumah. Adapun memutuskan berbagai keterkaitan: Maksudnya ialah menyelesaikan berbagai "perkara" atau "sangkutan" yang berkaitan dengan manusia dan bertaubat secara ikhlas kepada Allah dari semua kemaksiatan.
Adapun bekal: Maka carilah dari tempat yang halal. Jika merasakan adanya ketamakan untuk memperbanyak dan tuntutan untuk selalu ada sepanjang perjalanan, tanpa berubah dan rusak sebelum tercapainya tujuan, maka hendaklah ia mengingat bahwa perjalanan akhirat lebih panjang dari perjalanan ini. Bekal yang sesungguhnya adalah taqwa sedangkan bekal selainnya, yang dikira sebagai bekalnya, akan tertinggal saat kematiannya dan tidak menyertainya. Adapun kendaraan: Maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah dengan hatinya atas berbagai kendaraan yang telah ditundukkan Allah untuk manusia, dan hendaklah mengingat pada saat itu akan kendaraan yang akan dinaikinya ke kampung akhirat yaitu jenazah yang diusung di atas kendaraan itu.
Adapun membeli dua pakaian ihram: Maka pada saat itu hendaklah ia mengingat kain kafan yang akan membungkusnya. Adapun keluar dari negeri: Maka pada saat itu hendaklah ia mengetahui bahwa ia pasti berpisah dengan keluarga dan kampung halaman menuju Allah dalam suatu perjalanan yang tidak sama dengan berbagai perjalanan dunia. Adapun memasuki perkampungan menuju miqat dan menyaksikan tanjakan-tanjakan terjal tersebut: Maka pada saat itu hendaklah ia mengingat suasana antara keluar dari dunia dengan kematian menuju miqat hari kiamat dan berbagai peristiwanya yang mengerikan. Adapun ihram dan talbiyah dari miqat: Maka pada saat itu hendaklah ia mengetahui bahwa maknanya ialah menyambut seruan Allah.
Adapun memasuki Mekkah: Maka pada saat itu hendaklah ia mengingat bahwa ia telah sampai ke tanah suci Allah dengan aman, dan hendaklah ia berharap dengan hal tersebut akan aman dari siksa Allah. Adapun pandangan mata pada Baitullah: Maka hendaklah pada saat itu ia menghadirkan keagungan Ka'bah di dalam hati dan merasakan seolah-olah ia menyaksikan Pemilik rumah karena saking besarnya pengagungan terhadapnya. Adapun thawaf di Baitullah: Maka ketahuilah bahwa ia adalah shalat. Karena itu, hadirkanlah ta'zhim, rasa cemas, harap dan cinta (yang telah kami jelaskan dalam bab shalat) di dalam hatimu.
Adapun istilam (mencium atau menyentuh Hajar Aswad): Maka yakinilah rida saat itu bahwa engkau tengah berbai'at kepada Allah untuk menta'ati-Nya. Kuatkanlah tekadmu untuk menepati bai'atmu. Adapun bergelantungan dengan kelambu Ka'bah dan menempel di Multazam: Maka berniatlah dalam menempel tersebut untuk meningkatkan kecintaan dan kerinduan kepada Ka'bah dan Pemilik Ka'bah dan berharap rerlindungan kepada-Nya dari api neraka dalam setiap bagian dari badanmu. Adapun sa'i antara Shafa dan Marwah di pelataran Baitullah: Maka sesungguhnya ia sama dengan mondar-mandirnya hamba di lapangan rumah Raja demi memperlihatkan keikhlasan dalam berkhidmah dan mengharapkan rerhatian dengan mata kasih sayang, seperti orang yang masuk kepada raja kemudian keluar dalam keadaan tidak menyadari apa yang telah diputuskan sang raja berkenaan dengan dirinya
Adapun wuquf di Arafah: Maka ingatlah dari pemandangan tentang berjubelnya manusia, alunan suara, perbedaan bahasa, dan kelompokkelompok yang mengikuti para pemimpinnya dalam berbagai pelaksanaan manasik akan lapangan hari kiamat, pertemuan semua ummat berserta para Nabi dan pemimpin mereka, ambisi mereka untuk mendapatkan syafa'at para pemimpin mereka, kebingungan mereka di sebuah lapangan, antara diterima dan ditolak. Adapun melempar jumrah: Maka niatkanlah untuk mematuhi perintah, demi membuktikan kehambaan dan 'ubudiyah. dan bergegas semata-mata melaksanakan perintah tanpa berfikir panjang, di samping meneladani Nabi Ibrahim ketika dihadang Iblis la'anahullah di tempat tersebut lalu Allah memerintahkannya agar melemparinya dengan batu dalam rangka mengusir dan menggagalkan harapannya.
Adapun menyembelih binatang qurban {hadyu): Maka ketahuilah bahwa ia merupakan taqarrub kepada Allah dengan melaksanakan perintah. Adapun ziarah ke Madinah: Apabila penglihatan Anda telah menyaksikan tembok-tembok Madinah maka ingatlah bahwa ia adalah negeri yang telah dipilih Allah untuk Nabi-Nya saw, tempat hijrahnya, kampung yang menjadi tempat menerima berbagai ajaran Allah, wilayah yang menjadi tempat melakukan jihad melawan musuhnya dan memenangkan agamanya hingga Allah memanggilnya, dan tempat kuburannya bersama dua orang pendukung setianya, Abu Bakar dan Umar ra. Kemudian bayangkanlah jejak-jejak langkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di saat menjalani kehidupannya, bayangkanlah langkahnya di lorong-lorongnya, bayangkanlah kekhusyu'an dan ketenangannya dalam berjalan, hatinya yang penuh ma'rifat kepada Allah, selamanya yang telah diagungkan Aliah hingga disebut bersama-Nya dan latarnya amal orang yang melecehkan kehormatannya sekalipun hanya berupa meninggikan suara di atas suaranya. Sedangkan ziarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Maka hendaklah engkau berdiri di hadapannya dan menziarahinya seolah-olah engkau menziarahinya ketika masih hidup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar