Jumat, 15 Februari 2013

Tazkiyatun-Nafs Imam Ghazali Karya Sa'id Hawwa


ZAKAT DAN INFAQ

Kemudian setelah itu kami sebutkan apa yang kami anggap lebih masuk kedalam sarana, yaitu zakat dan infaq. Zakat dan infaq bisa membersihkan jiwa dari sifat bakhil dan kikir, dan menyadarkan manusia bahwa pemilik harta yang sebenarnya adalah Allah. Oleh karena itu, kedua ibadah ini termasuk bagian dari sarana tazkiyah, "Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya." (al-Lail: 18)
Ketahuilah bahwa ada lima perkara yang harus diperhatikan oleh pembayar zakat. Pertama: Niat, yaitu berniat dengan hatinya menunaikan zakat wajib dan disunnahkan menentukan hartanya secara tegas. Kedua: Bersegera setelah mencapai haul. Ketiga: Tidak mengeluarkan pengganti dengan nilai tetapi harus mengeluarkan apa yang ditegaskan di dalam nash. Keempat: Tidak memindahkan zakat ke kampung lain. karena mata orang-orang miskin di setiap kampung memperhatikan hartanya. Kelima: Membagikan hartanya kepada semua ashnaf (golongan yang berhak menerima zakat) yang ada di kampungnya, sebagaimana ditegaskan firman Allah: "Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin..." (at-Taubah: 60).
Ketahuilah bahwa orang yang menginginkan jalan akhirat dengan penunaian zakatnya ada beberapa tugas (wazhifah) yang harus diperhatikan: Wazhifah pertama: Memahami kewajiban zakat, makna dan muatan ujian yang terdapat di dalamnya; mengapa ia dijadikan sebagai salah satu bangunan Islam padahal ia merupakan perbuatan yang berkaitan dengan harta tasharruf mali) dan tidak termasuk ibadah fisik. Dalam hal ini ada tiga makna: Pertama. Bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat merupakan komitmen kepada tauhid, kesaksian akan keesaan Dzat yang diibadahi. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan sorga...." (at-Taubah: 111), Yakni dengan jihad yang berarti mengorbankan hal yang terbaik demi kerinduan untuk bertemu Allah 'azza wa jalla; sedangkan mengorbankan harta jauh lebih mudah. 
Jika makna pengorbanan harta ini telah difahami maka manusia terbagi menjadi tiga kategori: Pertama, orang-orang yang benar-benar bertauhid, memenuhi janji mereka, dan melepaskan semua harta mereka sehingga tidak menyimpan satu dinar atau satu dirham sekalipun. Kedua, orang-orang yang di bawah derajat mereka, yaitu orang-orang yang memegang harta mereka seraya menantikan waktu-waktu kebutuhan dan musim-musim kebaikan. Ketiga, orang-orang yang membatasi diri menunaikan zakat -wajib, tidak lebih dan tidak kurang. Derajat ini merupakan derajat yang paling rendah.
Kedua, membersihkan diri dari sifat kikir, karena sifat ini termasuk hal yang membinasakan. Sifat kikir ini bisa hilang dengan membiasakan diri menginfaqkan harta; karena kecintaan kepada sesuatu tidak bisa diputuskan kecuali dengan memaksa diri dengan meninggalkannya sampai menjadi hal yang biasa. Zakat, dalam pengertian ini, merupakan penyucian yakni menyucikan pemiliknya dari kotoran kekikiran yang membinasakan. Ketiga, syukur nikmat, karena semua yang ada pada hamba ini, baik pada diri ataupun hartanya, merupakan nikmat Allah kepadanya. Semua 'ibadah badaniyah adalah merupakan ungkapan rasa syukur kepada nikmat badan, dan 'ibadah maliyah adalah merupakan ungkapan rasa syukur kepada nikmat harta.
Wazhifah kedua: Berkenaan dengan Waktu Penunaian. Di antara adab orang yang beragama ialah menyegerakan kewajiban sebagai ungkapan kepeduliannya untuk melakasanakan dengan menyampaikan kegembiraan kepada kaum faqir, di samping sebagai kesigapan menghindari berbagai hambatan zaman yang akan menghambat berbagai kebaikan. Mengingat dalam penundaan terdapat banyak cacat di samping akan mengakibatkan kemaksiatan jika terjadi keterlambatan dari waktu yang semestinya. Wazhifah ketiga: Merahasiakan, karena hal ini lebih bisa menjauhkan dari riya' dan pamrih. Sebagian ulama berkata: Tiga hal termasuk khazanah kebaikan, salah satunya adalah merahasiakan shadaqah. Di dalam hadits yang masyhur disebutkan: "Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya ... orang yang bershadaqah (secara rahasia) sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya.
Wazhifah keempat: Menampakkan, apabila diketahui bahwa penampakan tersebut akan mendorong orang untuk mengikutinya dengan tetap menjaga batinnya dari dorongan riya'. Allah berfirman: "Jika kamu menampakkan shadaqah maka itu adalah baik sekali." (al-Baqarah: 271). Hal ini jika kondisi menuntut penampakan, untuk keteladanan atau karena peminta meminta shadaqah di hadapan khalayak sehingga tidak baik meninggalkan shadaqah karena takut riya', bahkan ia seharusnya bershadaqah dengan tetap menjaga batinnya dari riya' sedapat mungkin. Wazhifah kelima: Tidak merusak shadaqahnya dengan membangkit-bangkit dan menyakiti. Allah berfirman: "Dan janganlah kamu membatalkan shadagah kamu dengan membangkit-bangkit dan menyakiti" (al-Baqarah: 264). Para ulama berselisih pendapat tentang hakikat membangkit-bangkit dan menyakiti. Dikatakan: Membangkit-bangkit ialah menyebutkannya. Sedangkan menyakiti adalah menampakkannya. 
Wazhifah keenam: Menganggap kecil pemberian kepada orang karena jika dianggap besar maka ia akan kagum kepadanya, padahal 'ujub termasuk hal-hal yang membinasakan dan membatalkan amal. Firman Allah: "Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi 'ujub karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak member manfaat kepadamu sedikitpun." (at-Taubah: 25) 'Ujub dan menganggap besar bisa terjadi pada semua bentuk ibadah sedangkan obatnya adalah ilmu dan amal. Ilmu yang dimaksudkan ialah mengetahui bahwa sepersepuluh atau kurang dari itu adalah bagian kecil dari yang banyak; sementara itu ia telah menganggapnya sebagai pengorbanan yang paling baik padahal seharusnya ia merasa malu terhadapnya, Sedangkan amal yang dimaksudkan ialah hendaknya ia memberikannya dengan disertai rasa malu karena kekikiran yaitu masih menahan sisa hartanya untuk diberikan kepada Allah sehingga keadaannya penuh penyesalan dan rasa malu seperti keadaan orang yang menuntut pengembalian barang titipan lalu ia menahan sebagiannya atau hanya mengembalikan sebagiannya, karena harta ini seluruhnya adalah milik Allah sedangkan memberikan semuanya lebih dicinta di sisi Allah.
Wazhifah ketujuh: Memilih harta yang terbaik, yang paling dicintai dan paling halal, karena Allah Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik. Bila harta yang dikeluarkan berasal dari barang syubhat yang bisa jadi bukan miliknya maka tidak mengena sasaran. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abban dari Anas bin Malik disebutkan: "Berbahagialah hamba yang berinfak dari harta yang diperolehnya bukan dari maksiat." (Diriwayatkan oleh Ibnu 'Addi dan al-Bazzar) Jika harta yang dikeluarkan tidak dari harta yang baik maka ia merupakan adab yang buruk, karena dia menahan yang baik untuk dirinya atau untuk keluarganya sehingga dengan demikian dia lebih mengutamakan dirinya atau orang lain ketimbang Allah.
Wazhifah kedelapan: Mencari agar zakatnya diterima oleh orang yang akan memanfaatkan zakat itu dengan baik dan benar. Ia tidak merasa cukup dengan delapan golongan penerima zakat secara umum karena di antara mereka ada sifat-sifat khusus yang harus diperhatikan, yaitu: Pertama, mencari orang-orang yang bertaqwa yang berpaling dari dunia dan mengkonsentrasikan diri untuk perniagaan akhirat. Kedua, termasuk di antara ahli ilmu khususnya karena hal itu akan menjadi penopangnya terhadap ilmu, sedangkan ilmu pengetahuan merupakan ibadah yang paling mulia jika disertai niat yang benar.  Ketiga, hendaknya termasuk orang yang benar-benar bertaqwa dan mengamalkan tauhid. Keempat, hendaknya termasuk orang yang menyembunyikan keperluannya; tidak banyak mengeluh; termasuk orang yang menjaga harga diri (muru'ah). Kelima, hendaknya orang yang terbelenggu oleh suatu penyakit atau hal lain yang termasuk dalam kategori makna firman Allah: "Untuk orang-orang faqir yang terikat dijalan Allah" (al-Baqarah: 273), yakni tertahan di jalan akhirat karena suatu sebab atau sempitnya penghidupan. Keenam, hendaknya termasuk kerabat dan orang yang memiliki hubungan keluarga, sehingga zakat itu menjadi penghubung tali kekerabatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar