Sabtu, 16 Februari 2013

Lanjutan Sarana Tazkiyatun-Nafs Imam Ghazali oleh Sa'id Hawwa (ringkas)


DZIKIR

Berbagai dzikir yang bisa memperdalam iman dan tauhid di dalam hati, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (ar-Ra'd: 28) Dengan demikian jiwa bisa mencapai derajat tazkiyah yang tertinggi, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya." (al-Fajr: 27-28) Dzikir dan fikir adalah dua sejoli yang dapat membukakan hati manusia untuk menerima ayat-ayat Allah, oleh karena itu tafakkur termasuk sarana tazkiyah.
Al-Ghazali rahimahullah berkata: Ketahuilah bahwa orang-orang yang memandang dengan cahaya bashirah mengetahui bahwa tidak ada keselamatan kecuali dalam pertemuan dengan Allah ta'ala, dan tidak ada jalan untuk bertemu Allah kecuali dengan kematian hamba dalam keadaan mencintai Allah dan mengenal Allah. Sesungguhnya cinta dan keakraban tidak akan tercapai kecuali dengan selalu mengingat yang dicintai. Sesungguhnya pengenalan kepada-Nya tidak akan tercapai kecuali dengan senantiasa berfikir tentang berbagai penciptaan, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Di alam wujud ini yang ada hanyalah Allah, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Sementara itu, tidak akan bisa senantiasa dzikir dan fikir kecuali dengan berpisah dari dunia berikut syahwat-syahwatnya dan mencukupkan diri dengannya sesuai keperluan. Tetapi itu semua tidak akan tercapai kecuali dengan mengoptimalkan waktu-waktu malam dan siang dalam tugas-tugas dzikir dan fikir.
Karena tabi'at nafsu mudah jemu dan pesimis maka ia tidak bisa bertahan lama dalam satu "seni" aktivitas yang dapat membantu melakukan dzikir dan fikir, sehingga manusia dituntut agar memberikan "kesegaran" dengan berganti-ganti dari satu "seni" ke "seni" yang lain, dari satu bentuk ke bentuk yang lain, sesuai dengan setiap waktu agar dengan pergantian tersebut dapat merasakan kelezatannya dan dengan kelazatan itu bisa mempertahankan semangat dan kelangsungannya. Oleh sebab itu, wirid-wirid dibagi kepada beberapa bagian yang beraneka ragam. Jadi, fikir dan dzikir harus meliputi semua waktu atau sebagaian besarnya, karena tabi'at jiwa cenderung kepada kesenangan dunia. Jika seorang hamba mengalokasikan separuh waktunya jntuk mengatur urusan dunia dan syahwatnya yang dibolehkan misalnya sedangkan separuh lainnya untuk berbagai ibadah, niscaya kecenderungan kepada dunia akan lebih berat karena hal ini sesuai dengan tabi'atnya. Dalam "pertarungan" antar kedua kecenderungan itu, tabi'at berpihak kepada kecenderungan dunia, karena zhahir dan batin manusia saling membantu pada perkara-perkara dunia sehingga hati menjadi terarahkan untuk mencarinya.
Sedangkan kembali kepada ibadah merupakan hal yang berat dan hati tidak dapat berkonsentrasi penuh kepadanya kecuali pada waktu-waktu tertentu. Karena itu, barangsiapa yang ingin masuk sorga tanpa hisab maka hendaklah ia mengoptimalkan waktunya untuk keta'atan, dan barangsiapa ingin daun limbangan kebaikan dan kebajikannya lebih berat maka hendaklah ia menggunakan sebagian besar waktunya untuk keta'atan. Jika ia mencampuraduk amal shalih dengan amal keburukan maka ia berada dalam bahaya, cetapi harapan tak pernah terputus dan ampunan dari kedermawanan Allah senantiasa dinantikan; semoga Allah berkenan mengampuninya dengan kedermawanan-Nya. Itulah yang dapat terungkap oleh orang-orang yang memandang (kehidupan dan permasalahan) dengan cahaya bashirah.
Jika Anda tidak termasuk di antara mereka maka perhatikanlah khithab Allah kepada Rasul-Nya dan seraplah dengan cahaya iman. Allah berfirman kepada hamba-N'ya yang paling dekat dan paling tinggi derajatnya di sisi-Nya: "Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (panyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan." (al-Muzzammil: 7-8) "Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari." (al-Insan: 25-26) "Dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam." (Qaaf: 39-40)
Kemudian perhatikanlah bagaimana dan dengan apa Allah menyebutkan sifat-sifat para hamba-Nya yang sukses: "(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (siksa) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orangorang yang tidak mengetahui?." (az-Zumar: 9) "Lambung mereka itu jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo 'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap." (as-Sajadah: 16) "Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (al-Furqan: 64)
Ini semua menjelaskan kepada Anda bahwa jalan kepada Allah ialah dengan memenej waktu dan menyemarakkannya dengan wirid-wirid secara ajeg. Oleh sebab itu Rasulullah saw bersabda: "Hamba yang paling dicintai Allah ialah orang-orang yang menjaga matahari, bulan dan bayang-bayang untuk mengingat Allah" (Diriwayatkan oleh Thabrani dan al-Hakim, ia berkata: Shahih sanadnya) Allah berfirman: "Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan." (ar-Rahman: 5) "Dan Dialah yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur." (al-Furqan: 62)
Yakni keduanya saling silih berganti untuk menyusuli ketinggalan yang pada yang lain, dan dijelaskan bahwa hal ini adalah dzikir dan syukur. Allah berfirman: "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan." (al-Isra': 12) Karunia yang diharapkan itu adalah pahala dan ampunan. Semoga Allah memberikan taufiq kepada apa yang diridhai-Nya.
(Sa'id Hawwa) berkata: Orang yang menghendaki akhirat harus membuat program rutin untuk dirinya berupa bacaan istighfar, tahlil, shalawat atas Rasulullah saw dan dzikir-dzikir ma'tsur lainnya, sebagaimana ia harus membiasakan lisannya untuk dzikir terus menerus seperti tasbih, istighfar, tahlil, takbir, atau hauqalah (laa haula walaa auwwata illaa billah), untuk menambah program rutin tersebut dengan berbagai shalat, ibadah dan amalan-amalan yang telah kami paparkan. Kesucian dan ketinggian jiwanya akan sangat ditentukan oleh sejauh mana ia telah melaksanakan sarana-sarana tazkiyah, baik ia merasakannya ataupun tidak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar