PUASA
Puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk mengendalikan
syahwat perut dan kemaluan, sehingga dengan demikian ia termasuk sarana tazkiyah,
"Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaawa." (al-Baqarah: 183) Taqwa adalah
tuntutan Allah kepada para hamba. Taqwa sama dengan tazkiyatun-nafs. Firman
Allah: "Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya." (asy-Syams: 7-10)
Ketahuilah bahwa puasa ada tiga tingkatan: Puasa
orang awam, puasa orang khusus dan puasa orang super khusus. Puasa orang awam
ialah, menahan perut dan kemaluan dari memperturutkan syahwat. Puasa orang
khusus ialah, menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan semua
anggota badan dari berbagai dosa. Sedangkan puasa orang super khusus ialah,
puasa hati dari berbagai keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran yang tidak berharga;
juga menahan hati dari selain Allah secara total, dan puasa ini menjadi
"batal" karena fikiran tentang selain Allah dan hari akhir; karena fikiran
tentang dunia kecuali dunia yang dimaksudkan untuk agama karena dunia yang
dimaksudkan untuk agama tersebut sudah termasuk bekal akhirat dan tidak lagi
dikatakan sebagai dunia. Ini merupakan tingkatan para Nabi, Rasul, Shiddiqin
dan Muqarrabin.
Adapun puasa orang khusus ialah puasa orang-orang
shalih yaitu menahan anggota badan dari berbagai dosa. Sedangkan kesempurnaannya
ialah dengan enam perkara: Pertama:
Menundukkan pandangan dan menahannya dari berkeliaran memandang ke setiap hal
yang dicela dan dibenci, ke setiap hal yang bias menyibukkan hati dan
melalaikan dari mengingat Allah 'azza wajalla. Kedua: Menjaga lisan dari bualan, dusta, ghibah, gunjingan,
kekejian, perkataan kasar, pertengkaran, dan perdebatan; mengendalikannya
dengan diam; menyibukkannya dengan dzikrullah dan tilawah al-Qur'an. Itulah
puasa lisan. Ketiga: Menahan
pendengaran dari mendengarkan setiap hal yang dibenci (makruh) karena setiap
yang diharamkan perkataannya diharamkan pula mendengarkannya. Keempat: Menahan berbagai anggota badan
lainnya dari berbagai dosa, seperti menahan tangan dan kaki dari hal-hal yang
dibenci, menahan perut dari berbagai syubhat pada waktu tidak puasa.
Kelima:
Tidak memperbanyak makanan yang halal pada saat berbuka puasa sampai penuh
perutnya. Seperti diketahui bahwa tujuan puasa ialah pengosongan dan menundukkan
hawa nafsu untuk memperkuat jiwa mencapai taqwa. Bila perut didorong dari pagi
hingga sore sampai syahwatnya bangkit dan seleranya menjadi kuat kemudian (di
saat berbuka) dipenuhi dengan berbagai makanan yang lezat hingga kenyang maka
bertambahlah kelezatan dan kekuatannya hingga bangkitlah syahwatnya yang
seharusnya terredam seandainya dibiarkan apa adanya. Esensi dan rahasia puasa
ialah melemahkan berbagai kekuatan yang menjadi sarana syetan untuk kembali
kepada keburukan. Tetapi hal itu tidak akan tercapai kecuali dengan pengurangan
makanan yakni memakan makanannya yang biasa dimakan setiap malam waktu tidak
puasa, bahkan di antara adabnya ialah tidak memperbanyak tidur siang agar
merasakan lapar dan dahaga dan merasakan lemahnya kekuatan sehingga hatinya
menjadi jernih, kemudian berusaha agar setiap malam bisa melakukan tahajjud dan
membaca wiridnya, karena bisa jadi syetan tidak mengitari hatinya sehingga bisa
melihat berbagai kegaiban langit. Keenam:
Hendaknya setelah iftharhatinya "tergantung" dan
"terguncang" antara cemas dan harap, sebab ia tidak tahu apakah
puasanya diterima sehingga termasuk golongan Muqarrabin atau ditolak
sehingga termasuk orang-orang yang dimurkai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar