Jumat, 15 Februari 2013

Lanjutan Sarana Tazkiyatun-Nafs Imam Ghazali oleh Sa'id Hawwa (ringkas)


PUASA

Puasa merupakan pembiasaan jiwa untuk mengendalikan syahwat perut dan kemaluan, sehingga dengan demikian ia termasuk sarana tazkiyah, "Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaawa." (al-Baqarah: 183) Taqwa adalah tuntutan Allah kepada para hamba. Taqwa sama dengan tazkiyatun-nafs. Firman Allah: "Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (asy-Syams: 7-10)
Ketahuilah bahwa puasa ada tiga tingkatan: Puasa orang awam, puasa orang khusus dan puasa orang super khusus. Puasa orang awam ialah, menahan perut dan kemaluan dari memperturutkan syahwat. Puasa orang khusus ialah, menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan semua anggota badan dari berbagai dosa. Sedangkan puasa orang super khusus ialah, puasa hati dari berbagai keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran yang tidak berharga; juga menahan hati dari selain Allah secara total, dan puasa ini menjadi "batal" karena fikiran tentang selain Allah dan hari akhir; karena fikiran tentang dunia kecuali dunia yang dimaksudkan untuk agama karena dunia yang dimaksudkan untuk agama tersebut sudah termasuk bekal akhirat dan tidak lagi dikatakan sebagai dunia. Ini merupakan tingkatan para Nabi, Rasul, Shiddiqin dan Muqarrabin.
Adapun puasa orang khusus ialah puasa orang-orang shalih yaitu menahan anggota badan dari berbagai dosa. Sedangkan kesempurnaannya ialah dengan enam perkara: Pertama: Menundukkan pandangan dan menahannya dari berkeliaran memandang ke setiap hal yang dicela dan dibenci, ke setiap hal yang bias menyibukkan hati dan melalaikan dari mengingat Allah 'azza wajalla. Kedua: Menjaga lisan dari bualan, dusta, ghibah, gunjingan, kekejian, perkataan kasar, pertengkaran, dan perdebatan; mengendalikannya dengan diam; menyibukkannya dengan dzikrullah dan tilawah al-Qur'an. Itulah puasa lisan. Ketiga: Menahan pendengaran dari mendengarkan setiap hal yang dibenci (makruh) karena setiap yang diharamkan perkataannya diharamkan pula mendengarkannya. Keempat: Menahan berbagai anggota badan lainnya dari berbagai dosa, seperti menahan tangan dan kaki dari hal-hal yang dibenci, menahan perut dari berbagai syubhat pada waktu tidak puasa.
Kelima: Tidak memperbanyak makanan yang halal pada saat berbuka puasa sampai penuh perutnya. Seperti diketahui bahwa tujuan puasa ialah pengosongan dan menundukkan hawa nafsu untuk memperkuat jiwa mencapai taqwa. Bila perut didorong dari pagi hingga sore sampai syahwatnya bangkit dan seleranya menjadi kuat kemudian (di saat berbuka) dipenuhi dengan berbagai makanan yang lezat hingga kenyang maka bertambahlah kelezatan dan kekuatannya hingga bangkitlah syahwatnya yang seharusnya terredam seandainya dibiarkan apa adanya. Esensi dan rahasia puasa ialah melemahkan berbagai kekuatan yang menjadi sarana syetan untuk kembali kepada keburukan. Tetapi hal itu tidak akan tercapai kecuali dengan pengurangan makanan yakni memakan makanannya yang biasa dimakan setiap malam waktu tidak puasa, bahkan di antara adabnya ialah tidak memperbanyak tidur siang agar merasakan lapar dan dahaga dan merasakan lemahnya kekuatan sehingga hatinya menjadi jernih, kemudian berusaha agar setiap malam bisa melakukan tahajjud dan membaca wiridnya, karena bisa jadi syetan tidak mengitari hatinya sehingga bisa melihat berbagai kegaiban langit. Keenam: Hendaknya setelah iftharhatinya "tergantung" dan "terguncang" antara cemas dan harap, sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima sehingga termasuk golongan Muqarrabin atau ditolak sehingga termasuk orang-orang yang dimurkai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar