Sifat sejarah menurut orang, Ibarat pentas bermain wayang; Cerita Lampau dihurai dalang, 'Pabila tamat segera diulang. Jika demikian mustahil pantang, Giliran Islam pula mendatang; Lakonan lama indah gemilang, Di layar dunia semakin terbentang. (Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Prakata Risalah Untuk Kaum Muslimin) Perhatian, jika berniat mengutip; Mohon kutip sebagaimana mestinya kutipan terhadap karya ilmiah. Jazakumullah Khairan Jaza, Semoga Bermanfaat
Minggu, 21 Oktober 2012
ARP 1
sang bulan, mencuri sinar agar terang-benderang.
sekali lagi sinar itu bukanlah datang darinya.
Elok bintang bertebaran di angkasa luas.
jumlahnya milyaran, bahkan hipotesanya jumlah mereka melebihi manusia bumi.
bulan selalu tersenyum karna bintang2 selalu berkedip menunjukkan pesonanya.
Dulu sempat terfikir oleh bulan untuk keluar dari orbit. Menjelajah sang waktu, menghampiri bintang yang cahayanya berkilauan.
namun bulan selalu berfikir, bintang adalah sumber cahaya yang bila didekati hanya membakar apa yang dimiliki bulan.
#Jadilah bulan meninggalkan obsesi semunya, dan tersenyum kembali memantulkan cahaya dari para bintang yang bersinar.
Pikirnya dia hanyalah batu terbang yang tiada berdaya.
namun suatu masa terlihat banyak bintang mendekat, mengarungi sang waktu. menjelajah semesta, merubah diri menjadi bulan baru.
Tapi bulan tiada tertarik, menurutnya obsesi itu hanya tipuan, bintang adalah bintang yang terang benderang hanya untuk membakar.
cukuplah bulan untuk melayang, menuruti obsesi Sang Kholik untuk menangkap asteroid yang singgah di dekatnya.
Jadilah ia terluka,
tapi bulan tetaplah bulan yang selalu tersenyum pada tuannya.
dalam hati dia berfikir, suatu hari akan muncul asteroid yang berukuran besar. Menyatu atas pedoman pencipta. Menemani bulan dalam petualangannya bersama sang waktu meski tanpa sinar yang mempesona namun mambakar..
Rabu, 03 Oktober 2012
Tan Malaka, antara diri seorang Muslim dan seorang Nasionalis kiri
Ketahuilah, bahwa sejarah merupakan rentetan peristiwa yang dapat diungkapkan atau disembunyikan rezim yang berkuasa.
Beberapa kalangan mungkin saja secara sengaja menghilangkan peran dan perjuangan Tan Malaka dalam pentas perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sutan Ibrahim atau yang biasa dikenal dengan sebutan Datuk Tan Malaka merupakan salah satu pahlawan Nasional asal tanah minang. Karena hidup dalam tanah minang, tidak mengherankan jika masa kecil Tan Malaka selalu diisi dengan pelajaran agama Islam yang kuat. Tan Malaka kecil telah menampakkan kecerdasannya sebagai seorang Muslim. Terbukti dalam usia yang relatif muda beliau telah mampu manjadi penghafal Al Qur'an.
Tan Malaka hidup dalam lingkungan keluarga yang agamis dengan tidak menjadikan adat sebagai landasan kehidupan. Sebagaimana diketahui, pada masa itu terdapat perpecahan yang berujung perang antara kaum adat yang menjadikan adat sebagai penopang kehidupan dan kaum agamis yang menjadikan adat berada di bawah syariat Islam. Kaum agamis tersebut yang akhirnya melakukan perlawanan terhadap kolonialis Belanda, namun harus berhadapan terlebih dahulu dengan kaum adat yang merupakan antek-anteknya.
Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Inilah prinsip hidup kebanyakan masyarakat minang termasuk keluarga Tan Malaka. Prinsip ini melandasi setiap sendi kehidupan masyarakat pada syariat Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan Hadits. Prinsip ini juga meletakkan adat istiadat yang berlaku secara turun-temurun dalam masyarakat minang dibawah syariat yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Seperti inilah kehidupan kecil Tan Malaka yang selalu diisi dengan pengajaran dan pembelajaran akan penerapan syariat Islam. Selanjutnya ketika dewasa Tan Malaka memperoleh kesempatan lebih untuk menggali ilmu di luar negeri. Pada masa itu seperti Soekarno dan Hatta, Tan Malaka dapat meneruskan sekolah di Belanda. Seperti tokoh perjuangan kemerdekaan kebanyakan, pembelajaran disana tidak menjadikan Tan Malaka terlena dan membutakan matanya untuk tidak melawan kolonialis Belanda yang saat itu masih menjajah Indonesia.
Tan Malaka banyak belajar mengenai materialisme dialektika Karl Marx selama belajar di Belanda. Sehingga dapat dikatakan bahwa dia sangat menguasai teori-teori Karl Marx mengenai kelas sosial.
lanjutt nanti yaa!! mau kuliah dulu
Apa penyebabnya? "keluh warga"
Hasil wawancara sekilas dengan beberapa warga Dusun Babakan kecamatan Kabandungan kabupaten Sukabumi Jawa Barat
Beberapa hari ini warga setempat selalu mengeluhkan ketersediaan air tanah di daerahnya. Cukup miris, mengingat daerah ini berada di kaki gunung salak dengan curah hujan yang cukup tinggi. Selain itu, kawasan ini masih sangat asri dengan jarak yang cukup dekat pada kawasan Taman Nasional Gunung Halimun.
Memang benar, sudah hampir satu bulan kawasan ini tidak diguyur oleh air hujan. Tetapi keadaan ini biasanya tidak membawa efek yang fatal terhadap persediaan air tanah warga. Seorang warga mengatakan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya kemarau selama 7 bulan-pun tidak menjadikan pasokan air berkurang secara drastis, tetapi sangat aneh pada tahun ini keadaan ini terjadi pada daerah mereka. warga tersebut juga menyatakan bahwa kemungkinan besar peristiwa ini diakibatkan aktivitas pengeboran yang sangat tinggi yang dilakukan PLTP Cevron beberapa kilometer dari lokasi tersebut.
Sebagaimana diketahui, PLTP Cevron resmi memiliki kontrak selama puluhan tahun untuk mengekplorasi gas alam di sekitar pegunungan Salak Jawa Barat. Kontrak tersebut bukanlah perkara main-main karena Cevron dianggap satu-satunya pihak yang dapat melakukan kegiatan ini. Cevron juga dianggap memiliki jasa yang besar terhadap pasokan listrik Jawa dan Bali. Dengan jalinan kerjasama dengan Indonesia Power, Cevron memiliki wewenang untuk memanfaatkan sumber daya alam kawasan pegunungan Salak yang masih aktif.
Saya tidak memiliki bukti ilmiah bahwa dugaan warga terhadap eksploitasi alam oleh PLTP Cevron benar atau tidaknya.
Yang anehnya adalah warga sangat sepakat bahwa memang benar eksplorasi gas alam ini yang menjadi biang keladinya. Dengan sedikit emosi warga menambahkan bahwa bukan permasalahan kekurangan air saja yang mereka keluhkan, melainkan akhir-akhir ini warga juga sering merasakan gempa yang diakibatkan tingginya aktivitas pengeboran gas alam.
Sebagaimana diketahui, menurut BMKG Sukabumi gempa cukup besar yang terjadi akhir-akhir ini bukanlah disebabkan aktivitas vulkanik gunung salak. Keadaan kawah masih normal dan menunjukkan bahwa tidak ada aktivitas yang meningkat dari pegunungan salak Jawa Barat.
#Sekarang, yang saya tanyakan mengapa bisa terjadi hal seperti ini?
Apakah musibah berturut-turut yang menimpa warga Kabandungan Sukabumi benar-benar atas kehendak-Nya? Atau,, apakah memang benar dugaan warga selama ini yang menyatakan bahwa gunung Salak telah kembali aktif dan hal tersebut diakibatkan aktivitas pengeboran gas yang tinggi PLTP Cevron?
Lalu jika benar,, dimanakah posisi pemerintah Indonesia?
Allahu 'alam..
Ahh,, saya akan masukkan sedikit syair Iqbal tentang peran manusia yang diamanahkan sebagai khalifah di muka bumi.. :))
"engkaulah pengawal terpercaya bagi rahasia azali
dan bagi Penguasa alam ini
engkaulah tangan kanan dan kiri
engkaulah dibentuk dari debu
namun kau tegakkan dunia
dan kau lestarikan bangsa manusia"
CC..
manusia dapat menjadi pengislah dan manusia dapat menjadi perusak..
Rabu, 26 September 2012
SUMBER
– SUMBER DAN LINGKUNGAN ANTROPOLOGI KESEHATAN[1]
A.
Bidang
Lama dan Baru Antropologi Kesehatan
Pada
masa kini, para ahli antropologi yang mempunyai minat tersebut bekerja di
fakultas-fakultas kedoketeran, sekolah perawat, dan di bidang kesehatan masyarakat,
di rumah-rumah sakit dan depatemen-departemen kesehatan, serta di
jurusan-jurusan antropologi pada universitas umum. Mereka melakukan penelitian
dalam topik–topik seperti manusia, anatomi, pediatri, epidemologi, kesehatan
jiwa, penyalahgunaan obat, definisi mengenai sehat dan penyakit, latihan
petugas kesehatan, birokrasi medis, pengaturan dan pelaksanaan rumah sakit,
hubungan dokter pasien dan proses memperkenalkan sistem kesehatan ilmiah kepada
masyarakat-masyarakat yang semula hanya mengenal sistem kesehatan tradisional.
Para ahli antropologi tersebut umumnya disebut sebagai ahli antropologi
kesehatan dan lapangan yang di wakilinya adalah sub disiplin baru antropologi,
yakni “antropologi kesehatan”[2]
Dari jenis aktifitas yang mereka lakukan, nampak
bahwa bidang tersebut meliputi sejumlah perspektif dan pusat perhatian. Secara
konseptual, semuanya itu dapat di ajarkan dalam satu kontinuum, dengan ujung
yang satu di sebut kutub biologi sedangkan ujung lainnya di sebut kutub sosial
budaya kearah kutub biologi terdapat ahli-ahli antropologi yang pokok
perhatianya adalah tentang pertumbuhan dan perkembangan manusia, peranan
penyakit dalam evolusi manusia dan paleopatologi (studi mengenai
penyakit-penyakit purba). Ahli-ahli antropologi yang memiliki minat tersbut
memiliki kesamaan perhatian dengan ahli-ahli genetika, anatomi, serologi,
biokimia dan sejenisnya.
Kearah
kutub sosial budaya terdapat ahli-ahli antropologi dengan pokok perhatian pada
sistem medis tradisional (etnosmedisin) masalah petugas-petugas kesehatan dan
persiapan profesional mereka, tingkahlaku sakit, hubungan antara dokter pasien
serta dinamika dari usaha meperkenalkan pelayanan kesehatan Barat kepada
masyarakat-masyarakat tradisional. Dengan demikian ahli-ahli antropologi
tersebut nampak mempunyai perhatian yang tupang tindih dengan ahli-ahli
sosiologi, para pendidik kesehatan, pada perawatan spesialis-spesialis ahli
kesehatan masyarakat dalam pendidikan dan administrasi kesehatan, serta
sarjana-sarjana ilmu perilaku lain yang bekerja dalam bidang “modernisasi” di
pertengaahan kontinum yang berminat pada epidemiologi dan ekologi budaya.
Mereka mungkin mempunyai minat yang hampir sama dengan semua ahli tersebut di
atas, namun hubungan mereka terutama lebih dekat dengan ahli-ahli epidemiologi
kesehatan, ahli-ahli ekologi serta kelompok baru yang di kenal sebagai ahli
geografi kesehatan.[3]
Secara singkat antropologi kesehatan
dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian
pada aspek-aspek biologis dan sosiobudaya dari tigkahlaku manusia, terutama
tentang cara-cara interaksi keduanya di sepanjang sejarah kehidupan manusia,
yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Kesulitan para ahli antropologi
kesehatan adalah menemukan akar dari disiplin ilmu modern ini. Pada akhirnya
membuat para ahli menyimpulkan bahwa akar dari antropologi kesehatan adalah
sebagai berikut.
1.
Antropologi fisik
Lama sebelum ada
ahli-ahli antropologi kesehatan “Budaya”, ahli-ahli antropologi fisik belajar
dan melakukan penelitian di sekolah-sekolah kedokteran, biasanya pada jurusan
anatomi. Dapat di pastikan bahwa ahli-ahli antropologi fisik adalah ahli
antropologi kesehatan, karena perhatian mereka pada biologi manusia sejajar dan
tumpang tindih dengan banyak lapangan perhatian para dokter. Nyatanya sejumlah
besar antropologi fisik adalah dokter. Baik dalam hal lapangan perhatian maupun
dalam hubungan-hubunganya, ahli-ahli antropologi fisik dimasa lalu seperti
halnya di masa kini juga memberikan banyak perhatian pada topik-topik yang
mempunyai kepentingan medis. Hasan dan Prasad (1959) menyusun daftar lapangan
studi tersebut, yang meliputi nutrisi dan pertumbuhan, serta korelasi antara
bentuk tubuh dengan variasi yang luas dari penyakit-penyakit, misalnya radang
pada persendian tulang (arthiritis) tukak lambung (ulcer) kurang darah (anemia)
dan penyakit diabetes.
Selama beberapa
dasawarsa, ahli antropologi fisik disibukkan dengan kedokteran forensik. Dalam
pengembangan usaha pencegahan penyakit, para ahli antropologi fisik telah
memberi sumbangan dalam penelitian mengenai penemuan kelompok-kelompok penduduk
yang memiliki resiko tinggi, yakni orang-orang yang tubuhnya mengandung sel
sabit dan pembawa penyakit kuning (hepatitis).[4]
2.
Etnomedisin
Sub
bagian antropologi kesehatan yang kini di sebut sebgai “etnomedisin “ yakni
kepercayaan dan praktek-praktek yang
berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan
asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka konseptual kedokteran
modern (Hughes 1968:99) tetapi merupakan urutan langsung dari awal perhatian
ahli-ahli antropologi mengenai sistem medis non-Barat. Sejak awal penelitian
mereka para ahli antropologi secara rutin mengumpulkan data mengenai
kepercayaan dalam pengobatan pada penduduk yang mereka teliti. [5]
Dalam
buku Rivers yang berjudul Medicine, Magic, and Religion (Rifers 1942)
tertangkap pesan bahwa ide mengenai pengobatan asli adalah pranata0pranata
sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari
pranata-pranata umumnya, dan bahwa praktek-praktek pengobatan asli adalah
rasional bila dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat
(Lihat Wellin 1977: 49). Dengan demikian akhirnya para ahli antropologi
menangkap bahwa etnomedisin menjadi
bagian spesialisasi bagi antropologi kesehatan.[6]
3.
Studi-studi tentang
kebudayaan dan kepribadian.
Kecuali berbagai studi
tentang etnomedisin yang terutama dilakukan sebagai bagian dari penelitian
mengenai kelompok (tribe) sebagian besar publikasi antropologi yang menyangkut
kesehatan sebelum tahun 1950 berkenaan dengan gejala psikologi dan psikiatri.
Sejak pertengahan tahun 1930-an para ahli antropologi, psikiater dan ahli-ahli
ilmu tingkah laku lainnya mulai mempertanyakan tentang kepribadian orang
dewasa, atau sifat-sifat, dan lingkungan sosial budaya dimana tingkahlaku itu terjadi.[7]
4.
Kesehatan masyarakat
international
Meskipun
Rokefeller Foundation telah sibuk dengan pekerjaan kesehatan masyarakat
international sejak awal abad ini baru pada tahun 1942 pemerintah Amerika
Serikat memprakarsai kerjasama program-program kesehatan dengan sejumlah
pemerintah di negara Amerika latin, sebagai bagian dari program bantuan teknik
yang lebih luas. Dengan berakhirnya perang dan dengan perpanjangan program-program
bantuan teknik Amerika Serikat bagi afrika dan asia, maupun dengan tebentuknya
World Helath Organization, maka program-program kesehatan masyakat utama yang
bersifat bilateral dan multilateral di negara-negara sedang berkembang
merupakan sebagian dari gambaran dunia.[8]
Petugas-petugas
kesehatan yang bekerja dilingkungan yang bersifat lintas-budaya lebih cepat
menemukan masalah daripada mereka yang bekerja dalam kebudayaan sendiri, dan
khususnya mereka yang terlibat dalam klinik-klinik pengobatan melihat bahwa
kesehatan dan penyakit bukan hanya merupakan gejala biologis, melainkan juga
gejala sosial-budaya. Mereka segera manyadari bahwa kebutuhan kesehatan dari
negara-negara berkembang tidaklah dapat dipenuhi sekedar memindahkan pelayanan
kesehatan dari negara-negara industri.[9]
Dimensi teoritis dan terapan
Perkembangan
perhatian antropologi terhadap masalah-masalah kesehatan dan penyakit sebagian
bermotivasi teoritis karena kepercayaan dan praktek-praktek pengobatan
merupakan kateogori utama dalam semua kebudayaan, suatu keterangan yang lengkap
dari setiap kebudayaan menutut agar perhatian yang sama juga diberikan pada
pranara-pranata kesehatan seperti halnya dengan pranata-pranata politik,
ekonomi, sosial, religi dan sebagainya. Namun dalam pertumbuhanya perhatian
para ahli antropologi dalam lapangan kesehatan dan penyakit, memiliki
dimensi-dimensi praktis juga banyak
hasil penelitian telah “diterapkan”, dilaksanakan dalam kerjasama dengan
petugas-petugas di berbagai program dan proyek kesehatan dengan tujuan akhir
meningkatkan pelayanan kesehatan atau dalam rangka pemahaman terhadap
komponen-komponennya sehubungan dengan timbulnya penyakit.[10]
Berdasarkan
pemaparan ini, Menurut Foster dapat disimpulkan bahwa antropologi kesehatan
adalah istilah yang digunakan oleh ahli-ahli antropologi untuk mendeskripsikan
penelitian mereka yang tujuannya adalah definisi komprehensif dan interpretasi
mengenai hubungan timbal balik biobudaya, antara tingkah laku manusia di masa
lalu dan masa kini dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan
perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut. Dan partisipasi
profesional mereka dalam program-program yang bertujuan memperbaiki derajat
kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan antara gejala
bio-sosial-budaya dengan kesehatan, serta melalui perubahan tingkah laku sehat
ke arah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.[11]
B.
Antropologi
Kesehatan dan Ekologi
1.
Ekosistem dan Sistem
Sosial Budaya
Selama tahun–tahun
terakhir, makin banyak ahli antropologi yang menaruh perhatian pada
masalah–masalah kesehatan lingkungan biobudaya, yang paling baik dipelajari
melalui apa yang disebut Bates sebagai “pandangan ekologis”. Tidak mengherankan
bahwa pandangan ekologis ternyata cocok bagi ahli antropologi, karena dalam
kenyataannya, pandangan itu merupakan lanjutan dari lingkungan dan komuniti
biotiknya dalam pendekatan antropologi yang fundamental: yakni perhatian kepada
sistemnya.
Suatu “sistem” menurut
definisi kamus Webster edisi kedua, adalah “agregasi atau pengelompokan
objek–objek yang dipersatukan oleh beberapa bentuk interaksi yang tetap atau
saling tergantung, sekelompok unit yang berbeda, yang dikombinasikan sedemikian
rupa oleh alam atau oleh seni sehingga membentuk suatu keseluruhan yang
integral, dan berfungsi, beroperasi atau bergerak dalam kesatuan. Dalam
antropologi, sudah tentu yang dimaksud sebagai “keseluruhan integral” adalah
suatu sistem sosial–budaya, atau dengan kata yang lebih umum, suatu kebudayaan.
Dalam ekologi keseluruhan integral adalah suatu ekosistem “ suatu interaksi
antara kelompok tanaman dan satwa dengan lingkungan non hidup mereka”.[12]
2.
Perhatian Ekologis dari
Para Ahli Antropologi Kesehatan
Para ahli antropologi
kesehatan, yang dari definisinya dapat disebutkan berorientasi ke ekologi,
menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan
alamnya, tingkah lakunya, penyakit-penyakitya, dan cara–cara dimana tingkah
laku dan penyakitnya mempengaruhi evolusi dan kebudayaan melalui proses
umpan–balik. Dalam dunia masa kini, pendekatan ekologis adalah dasar bagi studi
tentang masalah–masalah epidemiologi, cara–cara dimana tingkah laku individu
dan kelompok menentukan derajat kesehatan dan timbulnya penyakit yang berbeda–beda
dalam populasi yang berbeda–beda pula. Dalam studi ekologi, kita harus
memulainya dengan lingkungan. Lingkungan dapat bersifat alamiah dan
sosio-budaya. Dari lingkungan inilah tercipta penyakit dan nutrisi yang
mempengaruhi hidup manusia.
3.
Paleopatologi
Ahli–ahli patologi,
anatomi dan ahli–ahli antropologi fisik telah banyak belajar mengenai
penyakit–penyakit dan luka–luka pada sesuatu yang dianggap manusia purba. Namun
ada keterbatasan yang mungkin tidak akan pernah terkembatani, yang menghambatnya
untuk mengetahui semua yang ingin diketahui. Pada umumnya, hanya
penyakit–penyakit yang menunjukkan bukti–bukti yang nyata pada tulang saja yang
dapat diidentifikasi. Berdasarkan hasil penelitian para ahli ini, dinyatakan
bahwa manusia modern memiliki fisik lebih lemah daripada manusia yang dianggap
purba. Anehnya pula ditemukan bahwa pada masa pertanianlah yang telah menambah
jenis-jenis dan frekuensi penyakit pada manusia. Hal ini disebabkan sanitasi
yang buruk dan kontak fisik dengan hewan ternak mereka.
4.
Penyakit dan Evolusi
Penyakit–penyakit
infeksi telah merupakan faktor penting dalam evolusi manusia selama 2 juta
tahun atau lebih, melalui mekanisme evolusi dari “proteksi genetik” maka nenek
moyang kita dapat mengatasi ancaman–ancaman penyakit dalam kehidupan individu
dan kelompok. Munculnya gen yang memberikan resistensi terhadap malaria dalam
suatu populasi di Afrika barat adalah salah satu contoh yang dramatis dari
proses evolusi tersebut. Gen tersebut disebut dengan sickle-cell anemia yang
menurut livingstone disebabkan dengan perkembangan pertanian.[13]
5.
Makanan dan Evolusi
Dalam buku Foster
disebutkan bahwa pada masa lampau manusia adalah herbivorus. Setelah tidak lagi
memakan tumbuhan dan mulai mengenai pakan hewani, tubuh manusia mengalami
perkembangan. Namun setelah terjadi ketergantungan terus-menerus terhadap
nutrien sayuran, ketidakseimbangan nutrisi dapat mengarah kepada kekurangan
asam amino yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan. Kebiasaan
makan dan tradisi juga juga dapat menghasilkan tekanan selektif yang memberi
kesempatan baik lebih banyak bagi lebih satu tipe gen dari satu tipe gen yang
lain. [14]
6.
Epidemiologi
Bila kita mempelajari
studi–studi epidemiologi pada masa kini maupun di masa lalu, patut kita catat
karya ahli–ahli sosiologi kodokteran yang lebih banyak menjadikan bidang ini
sebagai lapangan perhatian khusus mereka daripada ahli–ahli ilmu perilaku
lainnya. Secara singkat epidemiologi berkenaan dengan distribusi dalam tempat
dan prevalensi atau terjadinya penyakit, sebagaimana lingkungan alam atau
lingkungan ciptaan manusia serta tingkah laku manusia.
Para ahli epidemiologi
mempunyai tugas membuat korelasi-korelasi dalam hal insiden penyakit dalam hal
menetapkan petunjuk tentang pola-pola penyebab penyakit yang kompleks, atau
tentang kemungkinan-kemungkinan dalam pengawasan penyakit. Epidemiologi
berorientasi pada usaha mncapai suatu tujuan, dalam arti tujuan utamanya adalah
untuk meningkatkan derajat kesehatan, mengurangi timbulnya semua ancaman
kesehatan. Dalam sejarahnya keberhasilan epidemiologi patut dicatat dalam
berbagai pencegahan penyakit, misalnya penyakit gondok perlu ditangani dengan
pemberian yodium. Akhir praktis dari studi-studi epidemiologi dibuktikan dengan
kenyataan bahwa ilmu ini merupakan landasan ilmiah bagi sebagian besar profesi
kesehatan masyarakat.[15]
7.
Misteri Kuru
Kuru,
merupakan nama penyakit yang ditemukan pada penduduk Fore Selatan, di Dataran
Tinggi Timur Papua Nugini. Penyakit furu menunjukkan karakteristik
epidemiologis yang tidak lazim. Ditemukan bahwa penderitanya berpengaruh kuat
pada garis keturunan. Dengan penyakit misterius ini, pada tahun 1957 Carleton
Gajdusek meneliti masyarakat ini selama 10 bulan. Dalam penelitiannya dia
menyatakan bahwa “...dibutuhkan mutasi yang dominan atau setengah dominan yang
pasti telah timbul pada seorang individu, berabad-abad sebelum kelompok itu
memiliki kemajuan yang demikian selektif, sehingga gen itu dapat menyebar pada
ribuan keturunan dari sel pembawa pertamanya.
Dengan
demikian kuru mempunyai ciri sebagai penyakit makhluk manusia pertama yang
disebabkan oleh virus yang bekerja lamban. Furu sering didentikkan dengan
praktek kanibalisme yang membudaya. Fraktek kanibalisme tersebut dipraktekkan
dengan memasak otak wanita yang telah meninggal untuk dimakan oleh wanita lain
yang merupakan keluarganya, dan sisanya dibagikan kepada anak-anaknya. Praktek
kanibalisme ini kemudian dilarang keras, dan pada akhirnya penyebaran penyakit
kuru mulai berkurang. Tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah bagaimana
awal mula penyakit ini dapat menjangkiti warga Furu selatan dan bagaimana virus
tersebut tersembunyi menjelang tahun 1910.[16]
8.
Ekologi dan Pembangunan
Kebalikan dengan
gerakan ekologi Amerika akhir–akhir ini, bagi sebagian terbesar penduduk dunia,
istilah “pembangunan” mempunyai konotasi yang positif. Mereka yakin bahwa
melalui “pembangunanlah” maka pemanfaatan yang rasional atas sumber daya
manusia dan fisik dapat diperoleh, kemiskinan dapat diberantas, pendidikan
menjadi universal, penyakit dapat diatasi, dan standar kehidupan menjadi dapat
diterima.
Pembangunan memang
harus ada karena tidak ada alternatif lain bagi dunia yang semakin padat. Namun
ada pembangunan yang baik, dan pembangunan yang buruk. Kebudayaan adalah sistem
kkeseimbangan yang rumit yang tidak akan berubah begitu saja, sehingga inovasi
yang dianggap baik oleh suatu bidang (misalnya pertanian) kemudian menimbulkan
perubahan-perubahan kedua dan ketiga dibidang lain (misalnya kesehatan) yang
dampaknya melebihi keuntungan yang diharapkan. Hampir selalu terdapat
“konsekuensi-konsekuensi yang tak terduga pada inovasi yang terencana” beberapa
diantaranya ada yang baik, namun banyak yang kemudian menjadi tidak diinginkan.
DuBos menyatakan model “konsekuensi yang tak terduga” yang berorientasi budaya
ini dengan istilah ekologi.
Hughes dan Hunter
berpendapat bahwa setiap program yang merubah hubungan yang telah ada antara
manusia dan lingkungannya, haruslah dilihat dari kerangka ekologi. Pembangunan
yang sukses juga sering secara berarti menimbulkan penyakit-penyakit tertentu,
menimbulkan masalah-masalah kesehatan yang sebelumnya tidak ada atau yang
relatif lebih sedikit. Penyakit penghambat pembangunan; sehingga penyakit
merupakan daya pendorong bagi timbulnya perkembangan layanan-layanan kesehatan.[17]
9.
Penyakit–penyakit
Pembangunan
Tidak semua penyakit
secara sama dipengaruhi oleh pembangunan, walaupun tampaknya semua keseimbangan
penyakit, pada tingkatan tertentu, dipengaruhi oleh perubahan–perubahan akibat
pembangunan. Memang ada beberapa penyakit yang prevalensinya telah amat luas
tersebar melalui kegiatan–kegiatan pembangunan, sehingga Hughes dan Hunter
menganjurkan penggunaan istilah “penyakit–penyakit pembangunan” atau dengan
istilah lain yang serupa, penyakit–penyakit “iatrogenik” yang terjadi akibat
pengobatan medis dan penyakit – penyakit “developo – genik”.
Penyebab-penyebab
lahirnya “penyakit Pembangunan” adalah sebagai berikut.
a.
Pembangunan lembah
sungai,
b.
Pembudidayaan tanah,
c.
Pembangunan jalan raya,
d.
Urbanisasi, dan
e.
Program-program
kesehatan masyarakat.[18]
C.
Sistem
Medis
1.
Sistem medis sebagai
strategi adaptasi sosial-budaya
Dalam subbab ini,
pemakalah akan memaparkan mengenai kerangka berfikir pranata sosio-budaya.
Selain itu, penulis juga akan strategi adaptasi biologis yang dianggap
melahirkan evolusi manusia, dan strategi adaptasi sosial-budaya yang melahirkan
sistem medis, tingkah laku dan bentuk-bentuk kepercayaan yang berlandaskan
budaya, yang timbul secara respon terhadap ancaman-ancaman yang disebabkan oleh
penyakit.
Penyakit merupakan kondisi
manusia yang dapat diramalkan; dan merupakan gejala biologis maupun kebudayaan
yang bersifat universal. Dalam ketiadaan keterampilan untuk menyembuhkan, maka
menghindar atau meninggalkan adalah perilaku adaptif, yang merupakan sejenis
obat preventif, dimana “karantina” primitif mengurangi bahaya terkenanya
individu-individu yang sehat oleh kuman-kuman atau virus yang menular. Seperti
halnya pada hewan, individu yang mengidap penyakit infeksi menghadapkan
rekan-rekannya pada epidemi penyakit.
Namun pada dasarnya
manusia lebih sering berusaha menyembuhkan si sakit, daripada mengkarantinanya.
Bentuk perhatian ini bukan semata-mata manusiawi, walaupun ada pada sebagian
masyarakat merawat yang sakit, melainkan suatu bentuk tingkah laku adaptif baru
yang didasari logika dan juga rasa kasih. Setiap individu memiliki perannya
masing-masing dalam kehidupan. Ketika penyakit menyerang, peran tersebut akan
tidak dapat dilakoninya. Oleh karena itulah diperlukan adanya perawatan pada
penderita sakit. Hal ini dimaksudkan agar penderita dapat kembali pada perannya
ketika telah sembuh.
Upaya penyembuhan ini
akan menghasilkan waktu yang cukup banyak dan biaya yang tidak sedikit. Oleh
karena itu masyarakat pada akhirnya menciptakan suatu strategi adaptasi baru
dalam menghadapi penyakit. Strategi ini memaksa manusia untuk menaruh perhatian
utama pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam usahanya untuk
menanggulangi penyakit, manusia telah mengembangkan suatu kompleks luas dari
pengetahuan, kepecayaan, teknik, peran, norma-norma nilai-nilai, ideologi,
sikap, adat-istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang yang saling berkaitan
dan membentuk satu sistem yang saling menguatkan dan saling membantu.(Saunders
1954:7) kompleks yang luas tersebut dan hal–hal lainnya yang kita anggap dapat
dittambahkan pada daftar tersebut, membentuk suatu “sistem medis”.
Istilah tersebut
mencangkup keseluruhan dari pengetahuan kesehatan, kepercayaan, keterampilan,
dan praktek-praktek dari para anggota dari tiap kelompok. Istilah tersebut
harus digunakan dalam artian komperehensif yang mencangkup seluruh aktivitas
klinik, pranata-pranata formal dan informal serta segala aktivitas lain, yang
betapapun menyimpangnya, berpengaruh terhadap derajat kesehatan kelompok
tersebut dan meningkatkan berfungsinya mesyarakata secara optimal.[19]
2.
Teori penyakit dan
sistem perawatan kesehatan
Untuk merumuskan satu
konsep yang mengikuti seluruh sistem medis adalah suatu masalah tersendiri,
sedangkan menganalisis dan mengkajinya adalah masalah lain. Maka dalam pelaksanaan,
Foster mencari subsistem atau pranata-pranata ganda di dalam suatu sistem medis
agar dapat menanganinya secara sistematis. Sistem medis dari semua kelompok
setidaknya terpecah dalam dua kategori dasar, yaitu; suatu sistem “teori
penyakit”dan “sistem perawatan kesehatan”.
Suatu sistem teori
penyakit meliputi mengenai kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-citi sehat,
sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain yang
digunakan oleh para dokter. Sistem-sistem teori penyakit berkenaan dengan
kausalitas, penjelasan yang diberikan oleh penduduk mengenai hilangnya
kesehatan, dan penjelasan mengenai pelanggaran tabu mengenai pencurian jiwa
orang mengenai keseimbangan antara unsur panas-dingin dalam tubuh atau
kegagalan pertahanan immunologi organ manusia terhadap agen-agen patogen
seperti kuman-kuman dan virus. Dengan demikian, suatu sistem teori bagian dari
orientasi kognitif anggota-anggota kelompok tersebut.
Suatu sistem perawatan
kesehatan adalah suatu pranata sosial yang melibatkan interaksi antara sejumlah
orang, setidaknya pasien dan penyembuh. Fugsi yang terwujudkan dari suatu
sistem perawatan kesehatan adalah untuk memobilisasi sumber-sumber daya si
pasien, yakni keluarganya dan masyarakatnya, untuk menyertakan mereka untuk mengatasi
masalah tersebut.
[2] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 1.
[3] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 2.
[4] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 5.
[5] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 6.
[6] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 7.
[7] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 7.
[8] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 8.
[9] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 8.
[10] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 10.
[11] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 11.
[12] George M. Foster dan
Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta
Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 13.
[13] Lihat: George M. Foster dan Barbara Gallatin
Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono,
Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 21-23.
[14] Lihat: George M. Foster
dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F.
Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 23-25.
[15] Lihat: George M. Foster
dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F.
Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 25-27.
[16] Lihat: George M. Foster
dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F.
Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 27-29.
[17] Lihat: George M. Foster
dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F.
Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 29-32.
[18] Penjelasan lengkap dapat
lihat: Lihat: George M. Foster dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti
Pakan Suryadarma dan Meutia F. Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta:
UI-Press1986), Hlm. 32-38.
[19] Lihat: George M. Foster
dan Barbara Gallatin Anderson, Terj. Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F.
Hatta Swarsono, Antropologi Kesehatan, (Jakarta: UI-Press1986), Hlm. 41-45.
UNSUR-UNSUR
POKOK PERENCANAAN PEMBANGUNAN[1]
A.
Pengertian
Perencanaan Pembangunan
Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau
perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan
tindakan-tindakan. (Abdul Rahman, 1973) Sedangkan Pembangunan dalam bahasa
Indonesia dimaknai dengan; Pertama, “berasal dari kata “bangunan” yang
berkonotasi fisik. Dalam hal ini pembangunan bermakna membuat infrastruktur
“bangunan-bangunan.” Kedua, “Pembangunan” berasal dari “bangun”, yang bermakna
bangkit, aktif, tidak berdiam diri. Lawan dari “duduk”, pasif, diam, tetap,
bahkan mundur.[2]
Sedangkan menurut Barat, pembangunan diambil dari istilah develop, developing, dan development. Develop bermakna:
1.
Grow
or cause to grow and become larger or more advanced, dan
2.
Convert
(land) to a new purpose, especially by constructing buildings.
Development bermakna;
1.
The
process of developing or being developed. a specified state of growth or
advancement.
2.
A
new
product or idea.
3.
An
event constituting a new stage in a changing situation.
4.
An
area of land with new buildings.
Developing
country bermakna; poor
agricultural country that is seeking to become more advanced economically
and socially. [3]
Jadi pembangunan dalam pandangan Barat secara bahasa terangkum pada kata
kunci: grow, advancement, new, larger, change (tumbuh, kemajuan,
pembaruan, perluasan atau pembesaran, perubahan, dll). Dan lawan dari
pembangunan menurut konsep Barat adalah; tetap, mundur, penyempitan,
pengurangan, stabil, tidak berubah, dll. [4]
Dengan melihat definisi diatas, maka definisi perencanaan pembangunan
menurut para ahli adalah sebagai berikut.
1.
Menurut Arthur W. Lewis (1965), Perencanaan
pembangunan sebagai suatu kumpulan kebijaksanaan dan program pembangunan untuk merangsang
masyarakat dan seasta untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia secara lebih
produktif.
2.
Menurut M. L. Jhingan (1984), Perencanaan pembangunan
pada dasarnya merupakan pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja
oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk mencapai suatu sasaran dan tujuan
tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula.
3.
Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004, Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah suatu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka
panjang, jangka menegah dan tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara
negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Dengan demikian
perencanaan
pembangunan merupakan cara atau teknik untuk mencapai tujuan pembangunan secara
tepat, terarah, dan efisien sesuai dengan kondisi negara atau daerah
bersangkutan.[5] Atau dapat juga disimpulkan perencanaan pembangunan merupakan suatu
rencana pembangunan untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap
(steady social economy growth).[6]
Ketika
menelisik lebih dalam pada ajaran Islam, makna pembangunan tidaklah sesuai
untuk menggambarkan sebuah kemajuan masyarakat. Pembangunan yang hanya
mengedepankan aspek fisik hanya menjadi tolak ukur semu dalam sebuah kemajuan.
Setidaknya konsep pembangunan dalam bahasa Arab modern memiliki tiga istilah,
yaitu; Tanmiyyah (tumbuh, growth), Taghayyur (berubah, change), dan Taqaddum
(maju, advance, forwardness). Ketika meletakkan standar pembangunan sesuai
perspektif Barat, bangsa Indonesia akan kesulitan beranjak dari standar
tersebut. Dan oleh karena itu, bangsa Indonesia harus meletakkan standar
pembangunan dalam konsep yang benar, yaitu sesuai dalam perspektif Islam.
Pembangunan
dalam pandangan Islam tercermin dalam al-Qur’an sebagai Ishlah (ุงุตูุญ-ูุตูุญ-ุงุตูุงุญ).
Secara bahasa berarti “memperbaiki”, “reformasi pada yang lebih baik”,
“mendamaikan agar menjadi baik dan sesuai”. Ishlah berhubungan dengan shalih, mushlih, yakni “baik”,
jadi pembangunan dalam Islam berarti perbaikan mengacu pada al-Qur’an dan
Sunnah. Islah dalam
bahasa Indonesia sudah menyempit maknanya menjadi mendamaikan, meskipun
sebenarnya “memperbaiki”. Baik tidak
selalu bermakna bertambah, maju, bergerak, membangun, dll sebagaimana difahami
dalam konsep pembangunan Barat.
Pembangunan
dalam Islam utamanya ditujukan untuk membangun individu-individu yang baik,
bukan warga negara yang baik semata. Individu yang baik, akan mengetahui mana
yang perlu dibangun, ditambah, dikurangi, diprioritaskan. Sebab ia memahami
adab. Pembangunan individu yang baik hanya dapat dilakukan melalui pendidikan.
Terutama pendidikan tinggi. Kemajuan kadangkala harus melihat kebelakang, pada zaman Nabi shallallahu
‘alayhi wasallam sebagai tolak-ukur kemajuan dan bahkan zaman alastu untuk
keselamatan ukhrawi. To move forward you must look backward, not to stay
backward. [7]
B.
Unsur-unsur
Pokok
dalam Perencanaan
Pembangunan
Dalam
suatu perencanaan pembangunan menurut
Barat terdapat
beberapa unsur-unsur pokok. Unsur-unsur ini mungkin di telah atau di uraikan
dalam satu atau beberapa bab bahkan mungkin dalam beberapa bagian dari suatu
bab. Cara penyajiannya berbeda-beda antara rencana-rencana pembangunan berbagai
negara.
Secara
umum unsur-unsur pokok yang terdapat dalam perencanaan pembangunan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar
perencanaan pembangunan. Sering juga disebut sebagai tujuan, arah, dan
prioritas-prioritas pembangunan. Meliputi pula sebagai sasaran pembangunan.
Unsur ini merupakan dasar daripada seluruh rencana, yang kemudiaan di tuangkan
dalam unsur-unsur pokok perencanaan pembangunan lainnya. Salah satu hal yang
penting dalam hal ini adalah, penetapan tujuan-tujuan rencana.
2.
Unsur pokok yang kedua adalah adanya
kerangka rencana. Seringkali hal ini
disebut juga sebagai kerangka makro rencana. Dalam kerangka ini dihubungkan
berbagai varibael-variabel pembangunan (ekonomi) serta implikasi hubungan
tersebut.
3.
Perkiraan sumber-sumber pembangunan merupakan
unsur pokok dalam penyusunan rencana pembangunan. Khususnya adalah
sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Seringkali hal ini merupakan bagian dari
penelaahan kerangka makro rencana. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan
merupakan keterbatasan yang strategis dalam usaha pembangunan deengan demikian
perlu diperkirakan secara seksama.
4.
Unsur pokok yang lain dalam perencanaan
pembangunan adalah uraian tentang rencana kebijaksanaan yang konsisten.
Berbagai kebijaksanaan perlu dirumuskan dan kemudian dilaksanakan.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan perencanaan pembangunan itu antara lain
kebijaksanaan fiskal,
kebijaksanaan penganggaran, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan harga serta
berbagai kebijaksanaan sektoral lainnya. Kecuali itu juga penting kebijaksanaan
pembangunan daerah-dareah.
5.
Unsur pokok kelima dari perencanaan
pembangunan adalah program investasi. Program investasi ini dilakukan secara
sektoral, misalnya dibidang pertanian, industri, pertambangan, pendidikan,
perumahan, dan lain-lain. Penyusunan program investasi secara sektoral ini
dilakukan bersamaan dengan penyusunan sasaran-sasaran rencana. Caranya ialah
dengan merencanakan program-program investasi tersebut sampai dengan komponen
unit kegiatan usaha yang terkecil yaitu proyek-proyek pembangunan.
6.
Unsur pokok yang terakhir dalam
perencanaan pembangunan adalah administrasi pembangunan. Salah satu segi
penting dalam
proses perencanaan adalah pelaksanaanya, dan untuk ini diperlukan suatu
administrasi negara yang mendukung usaha perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan tersebut. Perencanaan penyempurnaan administrasi negara dan
pembinaan sistem administrasi untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan perlu direncanakan sebagai bagian integral dari rencana pembangunan
itu sendiri. Dalam usaha tersebut
termasuk pula penelaahan terhadap mekanisme dan kelembagaan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan. Semua ini disebut administrasi pembangunan.[8]
Tidak semua perencanaan
maupun rencana-rencana seperti diuraikan dalam bagian-bagian terdahulu adalah suatu
perencanaan pembangunan. Ada beberapa hal yang membedakan suatu perencanaan
pembangunan yaitu dipenuhinya dengan ciri-ciri tertentu. Ciri- ciri perencanaan suatu pembangunan
adalah :
1.
Usaha yang dicerminkan dalam rencana
untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang mantap. Hal ini dicerminkan dalam usaha
pertumbuhan ekonomi yang positif.
2.
Usaha yang dicerminkan dalam rencana
untuk meningkatkan pendapatan per-kapita.
3.
Usaha untuk mengadakan perubahan
struktur ekonomi.
4.
Usaha perluasan kesepakatan kerja.
5.
Usaha pemerataan pembangunan, seringkali
disebut sebagai distributive justice.
6.
Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi
masyarakat yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.
7.
Usaha secara terus menerus menjaga
stabilitas ekonomi.[9]
Adapun terdapat pula
fungsi-fungsi suatu perencanaan pembangunan. Fungsi-fungsi perencanaan
pembangunan adalah sebagai berikut:
1.
Dengan perencanaan diharapkan
terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.
2.
Dengan perencanaan dapat dilakukan suatu
perkiraan suatu potensi-potensi, prospek-prospek perkembangan, hambatan serta
resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang.
3.
Perencanaan memberikan kesempatan untuk
mengadakan pemilihan yang tetbaik.
4.
Dengan perencaanaan dilakukan penyusunan
skala prioritas dari segi pentingnya tujuan.
5.
Perencanaan sebagai alat untuk mengukur
atau standar untuk mengadakan pengawasan dan evaluasi.[10]
C.
Visi
dan Misi Pembangunan
Visi pembangunan Indonesia adalah “Terwujudnya masyarakat yang tertib,
sejuk, nyaman, unggul, dan maju.”[11]
Sebuah visi yang cukup baik. Sedangkan misi pembangunan
nasional adalah sebagai
berikut;
1.
Mewujudkan
masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan karakter bangsa
melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan
antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal
sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan
sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral,
dan etika pembangunan bangsa.
2.
Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah
mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing;
meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan,
dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan; membangun infrastruktur yang
maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan memperkuat
perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan
kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan
pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
3.
Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum
adalah memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran
masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah;
menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengomunikasikan
kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan struktur hukum dan
meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak
diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
4.
Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah
membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani
di kawasan regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan
profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah
tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas
lembaga intelijen dan kontra-intelijen negara dalam penciptaan keamanan
nasional; serta meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung
pertahanan dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanan
semesta.
5.
Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan
adalah meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara
menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang
masih lemah; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis;
menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial
serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi.
6.
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah
memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan
antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam
kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi
antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya
konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan
yang berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup untuk mendukung kualitas kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan
kehidupan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman
hayati sebagai modal dasar pembangunan.
7.
Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan
wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia
berorientasi kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang
berwawasan kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan
kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
8.
Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan
dunia internasional adalah memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka
memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap
pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional; dan
mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral antarmasyarakat,
antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang.[12]
D.
Prioritas dalam Pembangunan
Pedoman penyusunan
RAPBN 2012 adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun
2010-2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012, serta Kerangka Ekonomi
Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2012. Penyusunan RAPBN 2012 juga
memperhatikan saran dan pendapat DPR-RI serta pertimbangan DPD-RI yang
disampaikan dalam forum pembicaraan pendahuluan pada bulan Juni 2011 yang lalu.
Dalam RKP 2012,
Pemerintah akan fokus dalam 11 prioritas pembangunan nasional. 11 prioritas
tersebut adalah Reformasi dan Tata Kelola, Pendidikan, Kesehatan dan
Kependudukan, Penanggulangan Kemiskinan, Ketahanan Pangan, Infrastruktur, Iklim
Investasi dan Iklim Usaha, Energi, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana,
Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik. “Terakhir adalah
Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi”.Selain itu, RKP 2012 juga
menambahkan tiga prioritas lainnya, yaitu bidang politik, hukum, dan keamanan;
bidang perekonomian, dan bidang kesejahteraan.
Dengan tema dan
prioritas pembangunan nasional RKP 2012 tersebut, kebijakan fiskal dalam RAPBN
tahun 2012 diarahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam
memacu peningkatan kesejahteraan rakyat. Kesemua prioritas pembangunan nasional
tersebut bertumpu pada empat pilar yang telah dicanangkan pemerintah, yakni
pro growth, pro job, pro poor serta pro environment.[13]
E.
Kebijakan
dan Program Pembangunan
Pemerintah harus menetapkan
kebijaksanaan pembangunan yang tepat demi berhasilnya rencana pembangunan dan
untuk menghindari kesulitan yang mungkin timbul dalam proses pelaksanaannya.
Dalam hal ini Lewis mencatat unsur-unsur utama kebijakan pembangunan yang
meliputi:
1.
Penyelidikan
potensi pembangunan; survei sumberdaya nasional, penelitian ilmiah; penelitian
pasar;
2.
Penyediaan
prasarana yang memadai (air, listrik, transportasi dan telekomunikasi) apakah
oleh badan usaha negara atau swasta;
3.
Penyediaan
fasilitas latihan khusus dan juga pendidikan umum yang memadai untuk
menyediakan ketrampilan yang diperlukan;
4.
Perbaikan
landasan hukum bagi kegiatan perekonomian, khususnya peraturan yang berkaitan
dengan hak atas tanah, perusahaan, dan transaksi ekonomi;
5.
Bantuan untuk
menciptakan pasar yang lebih banyak dan dan lebih baik;
6.
Menemukan dan
membantu pengusaha yang potensial, baik dalam negeri maupun luar negeri;
7.
Peningkatan
pemanfaatan sumber daya secara lebih baik, baik swasta maupun negara. Keberhasilan
perencanaan pembangunan dapat dinilai terutama dengan menguji berbagai usulan
dari masing-masing unsur tersebut.
Kebijakan yang baik dapat membantu keberhasilan suatu perencanaan, tetapi
dia tidak dapat menjamin keberhasilan. Karenanya,
Lewis menyamakan perencanaan pembangunan dengan obat.Obat yang berada di tangan
seorang praktisi yang baik dapat memberikan hasil yang manjur, tetapi masih
mungkin terjadi bahwa pasien yang diharapkan hidup ternyata mati dan yang
diharapkan mati ternyata hidup.[14]
[1] Makalah ini disusun oleh, Anita (1110015000015), dipresentasikan pada tanggal 27 September 2012.
[2] Definisi ini
dikutip dari sebuah slide presentasi Muhammad Ishaq yang bertema “Konsep Islam
tentang Kemajuan dan Pembangunan.” Slide ini dibuat berdasarkan sumber utama
buku-buku Prof. Wan Muhammad Nor Wan Daud mengenai pembangunan menurut Syed
Muhammad naquib al-Attas.
[5]Pengertian perencanaan
pembangunan diakses melalui internet http//cassiouvheyaa.wordpress.com pada
tanggal 24 September 2012.
[6] Lihat.
Materi Kuliah Sosiologi Pembangunan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan
pendidikan IPS. Slide ini disusun oleh Syaripulloh, M.Sc.
[10] Ciri-ciri dan fungsi perencanaan
pembangunan diakses melalui internet
jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/81081624.pdf pada tanggal 24 September 2012
[11] Lihat
kembali. Materi Kuliah Sosiologi Pembangunan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Jurusan pendidikan IPS. Slide ini disusun oleh Syaripulloh, M.Sc.
[12] Visi dan misi
pembangunan diakses melalui internet http://dispenmaterikuliah.blogspot.com/2011/03/visi-dan-misi-pembangunan-nasional.htmlpada tanggal 23 september 2012
[13]Prioritas dalam pembangunan
diakses melalui internet http://www.perbendaharaan.go.id/new/index.php?pilih=news&aksi=lihat&id=2688 pada tanggal 23 september 2012
[14]Kebijakan dalam
pembangunan diakses melalui internet http://www.sylabus.web44.net/pembangunanfile/kuliah6.htmpada tanggal 23 september 2012
Langganan:
Postingan (Atom)